14 Bulan dalam Jeratan Pelet Jejaka

Suasana kantor Ruqyah Syar’iyyah cabang Bogor, pagi itu sunyi senyap. Tidak tampak antrian pasien yang biasanya menunggu di halaman kantor yang sekaligus menjadi tempat tinggal Ustadz Febri. Hanya sebuah jemuran lipat yang terpajang di sana. Memang setiap hari Jum’at, aktivitas ruqyah di kantor itu diliburkan. Ustadz Febri-sebagai pimpinan Ruqyah Syar’iyyah cabang Bogor, nampak sedang santai bersama keluarganya. Selepas melepas rindu, reporter Majalah Ghoib diminta untuk mengomentari bulletin Ruqyah Syar’iyyah yang dibuat oleh kru kantor Cabang Bogor. Setelah memberikan beberapa masukan dan berdiskusi kecil. Tim Majalah Ghoib (yang terdiri dari Ustadz Febri dan Reporter Rahmat Ubaidillah), bergegas ke rumah Teh Ani (nama samaran) di bilangan Kedung Halang kota Bogor.

Tidak salah memang, kalau Bogor disebut sebagai Kota Seribu Angkot. Selama perjalanan, kami tidak bisa memacu kendaraan karena banyaknya angkot yang beroperasi di sana. Jalan yang masih becek, karena diguyur hujan pada malam harinya. Menambah kemacetan semakin terasa melelahkan. Di kanan-kiri jalan, Polisi menggelar razia kendaraan bermotor secara serentak di semua sudut jalan. Jaket yang kami kenakan, tak kuasa menahan cuaca dingin yang terasa hingga menusuk tulang. Setelah menelusuri jalan-jalan yang agak berlubang. Kami tiba di rumah kontrakan Teh Ani, yang pagi itu ditemani oleh Ayahandanya tercinta.

Kami disambut oleh Ayahanda Teh Ani, yang pagi itu belum berangkat ketempat tugasnya. Profesinya sebagai tukang cukur, membuatnya leluasa untuk mengatur waktu berangkat dari rumah. “Selamat datang di gubuk kami Ustadz!” ungkapnya sambil menyodorkan kedua tangannya untuk bersalaman. Kami pun bersalaman dan masuk ke dalam rumah yang tertata rapi dengan hiasan perabotan sederhananya. Satu set meja tamu model lama, membuat suasana perkampungan begitu terasa. Sebuah lemari dari kayu, tampak terpajang di ruangan tamu yang nyaman itu. Teh Ani muncul dari dalam kamarnya, seraya menyambut kami, dengan wajah penuh keceriaan.

“Bagimana kabarnya Teh Ani?” tanya Ustadz Febri sambil membuka jaketnya yang agak lembab. “Alhamdulillah baik, berkat doa dari Ustadz semua,” sambutnya riang. 2 gelas teh manis hangat dihidangkan oleh Ayahanda Teh Ani dalam sebuah cangkir kecil. Sementara, sepiring snack diambilkan Teh Ani dari dapur yang kemudian disuguhkan kepada kami. Sambil menikmati snack, kami berbincang-bincang dalam suasana kekeluargaan. Ketika repoter Majalah Ghoib mengeluarkan Majalah Ghoib edisi terbaru. Ayahanda Teh Ani langsung membacanya dengan semangat. “Wah ceritanya semakin menarik nih Ustadz,” katanya sambil mengenakan kacamata. “Sejak tahun 2001, saya mulai merasakan gangguan kesehatan yang tak kunjung sembuh,” tegas Teh Ani memulai ceritanya. Sejak saat itu, ia sering mengalami pendarahan. Beberapa orang dokter dan bidan, bahkan mendiagnosa bahwa telah terjadi pembengkakan kandungan pada dirinya. la sempat berobat jalan selama 4 bulan. Pendarahan yang dialaminya berlanjut, ketika ia bekerja di sebuah pabrik garmen sampai Februari 2003. Sudah tiga kali pendarahannya kambuh. “Mungkin terlalu capek ya Ustadz. Maklum, pergi pagi-pulang malam setiap harinya,” tegasnya dengan wajah berkaca-kaca. Akhir tahun 2003, ia memutuskan untuk berhenti bekerja untuk istirahat total. Semenjak itu, konsentrasinya agak terganggu. Pernah ia mencoba kursus komputer. Tetapi setengah hati ia menjalankannya. Kalau ia menjahit, tidak pernah bisa sampai selesai. Emosinya pun sering tak terkendali, walaupun pemicunya urusan yang sangat sepele saja. Dan yang paling mengganggunya, bahwa ia tidak pernah khusu’ dalam menjalankan ibadah sholat. Semua peristiwa tersebut ia jalani dengan penuh rasa was-was.

Sebagai seorang gadis yang beranjak dewasa (23 tahun saat itu). Tentunya, ia menginginkan seorang pendamping untuk berbagi dalam suka dan duka dalam ikatan pernikahan yang suci. April 2004, ia berkenalan dengan seorang perjaka yang belum dikenalnya dengan baik. Jejaka itu terus mendekatinya. Sampai akhirnya mereka semakin dekat. “Sebenarnya, saya tidak begitu bersimpati padanya, tapi karena ia mendekati terus. Akhirnya saya terima,” jelasnya mengenang masa lalu. Setelah 5 bulan berjalan, hubungan mereka putus karena berbagai hal. Setelah itu, ada perubahan drastis yang terjadi dalam diri Teh Ani. la seperti terkena pelet. Setiap hari, ia menelpon jejaka itu ke kantornya. “Saya seperti orang gak normal. Setiap hari berusaha menelponnya. Dan, yang saya tanyakan setiap harinya, sama seperti hari-hari lainnya yaitu menanyakan keadannya,”ujarnya sambil memegang kaset ruqyah. Perasaan seperti ini, dialaminya selama 14 bulan.

Melihat keadaannya yang seperti itu. Ayahanda Teh Ani berkonsultasi dengan seorang temannya tentang keadaan anaknya. Tujuan saya hanya satu Ustadz, supaya anak saya lebih tenang dan mendapatkan jodoh yang baik,” ujar Ayahanda Teh Ani yang sedari tadi menemani perbincangan kami. Setelah diberi air oleh orang itu dan dipakai mandi. Teh Ani mengalami reaksi yang sangat keras. Ketika sedang sholat Dhuha, ia menangis tanpa sebab, Suatu hari, Ayahanda Teh Ani mendapatkan informasi dari seorang pelanggan cukurnya. “Saya langsung tertarik, dan berusaha mencari alamat kantor ruqyah cabang Bogor,” tegasnya. Awal tahun 2005, Teh Ani mulai menjalani terapi ruqyah di kantor Ruqyah Syar’iyyah cabang Bogor. “Alhamdulillah, setelah 4 kali menjalani terapi ruqyah. Saya mulai bisa melupakan jejaka itu. Saya yakin, dengan terapi ruqyah penyakit serta gangguan saya akan sembuh,” tegasnya dengan penuh keyakinan. Kini, setelah menjalani 11 kali terapi ruqyah. la banyak mengalami perubahan. Sakit kepalanya sudah mulai hilang. Emosinya terkendali. Ibadahnya pun mulai khusu. “Saya sangat berterima kasih kepada Ustadz Febri dan Ustadz yang lainyya yang telah sangat sabar menterapi saya. Rasa syukur saya panjatkan, karena selama menjalani terapi ruqyah, sedikit pun saya tidak dipungut biaya. Semoga Allah membalas kebaikan Ustadz semua,” lirihnya.

Ustadz Febri yang sedari tadi memperhatikan cerita Teh Ani, memberikan nasehat agar ia tetap bersabar dalam hal apapun. “Karena Allah akan senantiasa memberikan pertolongan kepada para hambanya yang tetap bersabar dan tetap menjalankan sholat,” tegasnya penuh perhatian. la menambahkan, bahwa kesembuhan itu datang bukan karena ruqyahnya semata, tetapi karena kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Sesungguhnya ujian yang kita terima ini adalah untuk meningkatkan derajat dan menghapuskan dosa-dosa kita yang telah lalu,” jelasnya diakhir pembicaraan. Oke deh Ustdaz. Semoga kita semua, Allah jadikan termasuk hamba-hamba yang sabar dan besyukur akan karunia Allah yang amat banyak ini. Semoga Teh Ani mendapatkan seorang pendamping yang dapat membimbingnya menuju ridho Allah. Amin.

 

 

Ghoib, Edisi No. 62 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN