5 Faktor Penyebab Perempuan Rawan Gangguan

 

  1. Faktor Populasi

Bisa jadi karena populasi perempuan lebih banyak dibanding kaum laki-laki. Sehingga jumlah kuantitas perempuan yang terkena gangguan terlihat lebih banyak dibanding laki-laki. Bisa jadi prosentase gangguan itu sama antara perempuan dan laki-laki, tapi jumlah perempuan lebih banyak jumlahnya dibanding laki-laki. Misalnya, jumlah perempuan di suatu daerah lima juta orang, sedangkan laki-laki jumlahnya dua juta orang. Kalau prosentase gangguannya sama yaitu fifty-fifty, maka angkanya masih lebih banyak perempuan. Lima puluh persen dari lima juta adalah dua juta lima  ratus. Sedangkan lima puluh persennya dua juta adalah satu juta. Jadi wajar saia kalau yang datang ke praktik pengobatan lebih banyak wanita daripada laki-laki.

  1. Faktor Keagamaan

Yang dimaksud keagamaan adalah aktifitas menjalankan ibadah. Ada beberapa dalam lslam yang mensyaratkan pelakunya harus suci dari hadats. Baik hadats besar seperti, haidh, nifas dan junub. Atau pun hadats kecil seperti, buang air besar dan air kecil atau buang angin. Di saat seorang wanita  sedang haidh atau nifas, maka ia dilarang untuk melaksanakan shalat atau puasa. Aisyah berkata, “Kami mengalami haidh pada zaman Rasulullah SAW, maka beliau memerintahkan kami untuk mengqadha’ puasa, tapi beliau tidak menyuruh kami untuk mengqadha’ shalat.” (HR. Bukhari). Lnilah yang dimaksud oleh Rasululah SAW. dalam riwalat Bukhari dan Muslim bahwa wanita itu “naqishatu din” (kurang agamanya). Karena ketika ia lagi haidh atau nifas, dia tidak boleh shalat dan puasa. Dan hal itu tidak berlaku bagi laki-laki.

Banyak wanita yang salah paham dalam menyikapi dirinya saat haidh atau nifas. Mereka putuskan hubungannya dengan Allah sehingga memberi peluang bagi syetan untuk mengganggunya. Padahal sebenarnya tidaklah seperti itu, wanita masih diperbolehkan untuk berdzikir atau membaca wirid yang sudah dihafal di setiap saat termasuk pagi dan sore, atau membaca buku-buku agama yang bisa mendekatkan diri kepad Allah. Dengan, berdzikir sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. seseorang akan mempunyai benteng yang kuat walaupun saat haidh.

  1. Faktor Biologis

Perempuan mempunyai organ tubuh yang berbeda dengan laki-laki. Sehingga mereka mengalami sesuatu yang tidak dialami laki-laki, begitu pula sebaliknya. Seperti haidh, nifas atau melahirkan. Banyak perempuan saat mengalami haidh atau nifas, ia mengalami kesakitan yang sangat. Kalaupun sakit yang dialaminya tidak terlalu parah, rasa sakit tersebut akan berpengaruh ke emosi dan tingkah lakunya. Terkadang ia jadi pemarah dan suka termenung. Dan ada juga wanita yang menutup diri, atau suka menyendiri saat mengalami haidh. Karena ia tidak terlalu percaya diri untuk bergaul dengan orang lain, atau tidak bisa beraktifitas secara normal.

Banyak pasien yang bercerita kepada Majalah Ghoib, bahwa gangguan jin yang diderita mulai terasa atau semakin kuat saat haidh atau nifas. Ini termasuk momentum yang harus diwaspadai oleh kaum hawa. Dan kondisi seperti itu tidak dialami oleh laki-laki. Tapi kalau wanita tetap menjaga hubungannya dengan Allah pada masa-masa seperti itu, syetan tidak akan menemukan peluang lebih banyak untuk mengganggu wanita, sebagaimana laki-laki yang senantiasa berdzikir. Insya Allah.

  1. Faktor Psikologis

Karena struktur biologis yang berbeda, maka factor psikologi antara perempuan dan laki-laki pun berbeda. Dr. Ed Keogh, seorang psikolog dari Universitas Bath Inggris yang telah mengadakan penelitian tentang perbedaan rasa sakit yang dialami perempuan dan laki-laki menyimpulkan, “Emosional perempuan yang sangat dominan menyebabkan mereka tidak kuat untuk menahan rasa sakit. Otak perempuan menunjukkan aktifitas lebih besar pada wilayah limbic yang merupakan pusat dari emosi, sedangkan kaum pria aktifitas otak terluasnya pada wilayah kognitif atau pusat analitis. Wanita yang menderita rasa sakit tidak akan bisa menoleransi rasa sakitnya. Kemungkinan hal itu terjadi karena kaum pria lebih mampu untuk menahan rasa sakit. Karena factor psikologis.”

Kemudian Psikolog Inggris itu menambahkan, “Pada umumnya para pria lebih banyak melakukan pendekatan terhadap rasa sakit itu. Mereka berpikir tentang apa yang harus mereka lakukan terhadap sakit itu dan menjadikannya sebagai bagian dari hidupnya. Sedangkan wanita, mereka lebih banyak merasakan rasa sakit dibanding memikirkan bagaimana mengatasinya dan kembali beraktifitas.” Begitulah hasil penelitian seorang psikolog sebagaimana yang dipublikasikan oleh Koran Tempo Edisi no. 1492.

  1. Faktor Sosial

Faktor ini lebih didominasi oleh pola didik yang banyak diterapkan dalam bermasyarakat dan bersosial, terutama di saat kecil atau di masa pertumbuhan. Karena begitu kuatnya pola didik yang tertanam di masa pertumbuhan itu, kahirnya halk it uterus melekat dalam benaknya dan menjadi pola pikirnya. Kita sering menjumpai orangtua yang menjumpai anakanya yang laki jatuh kemudian menangis, mereka mengatakan: “Anak laki-laki kok cengeng”. Atau bila ada anak laki-laki jatuh dan menangis orang sekitarnya mengatakan: “Lho … jatuh gitu saja kok menangis”. Ungkan-ungkapan seperti itulah yang membuat anak laki-laki cenderung untuk bertahan dan menahan rasa sakit. Sikap orangtua atau masyarakat tersebut akan berbeda jika yang jatuh adalah anak perempuan.

Karena sejak kecil ia dituntut untuk menunjukkan kejantanan dan kekuatannya untuk bertahan, akhirnya ia terbiasa untuk menahan rasa sakit dan tidak terlalu menanggapinya. Sehingga ia akan bersikap dengan sikap yang sama saat mengalami rasa sakit dalam kesehariannya. Tidak begitu dirasa, bahkan cenderung tidak dirasakan demi menjaga imej kelelakiannya.

Dr. Ed Keogh memberikan kesimpulan, “Wanita crnderung memberitahu rasa sakitnya, bahkan ketika diambang sakit, ketimbang laki-laki. Sebagaimana kita lihat, sejauh ini lebih banyak perempuan yang datang ke klinik pengobatan daripada laki-laki.”

Demikian juga masalah gangguan jin pada kaum hawa. Bisa jadi, jumlah kaum laki-laki yang terkena gangguan syetan sama banyaknya dengan kaum perempuan. Tapi karena banyak kaum laki-laki yang menahan rasa sakit yang dialami dan cenderung acuh, akhirnya jumlah perempuan, yang berobat lebih banyak daripada laki-laki.

Itulah beberapa faktor yang menyebabkan perempuan lebih banyak terdaftar sebagai pasien ruqyah di kantor ruqyah Majalah Ghoib pusat ataupun cabang-cabangnya. Semoga Allah melindungi para muslimah, rahim-rahim peradaban lslam dari godaan syetan.

 

Ghoib Ruqyah Syar’iyyah

Sumber : Majalah Ghoib Edisi 46/3

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN