Ada apa dengan hujan, kok bisa-bisanya ditafsirkan macam-macam. Ada yang mengatakan begini, ada yang bilang begitu. Padahal peristiwanya itu cuma satu bukan dua atau sepuluh.
Nah, yang kita maksud dengan hujan di sini adalah hujan rintik-rintik yang diiringi oleh sinar matahari. Orang Jawa menyebutnya dengan udan jelak. Udan jelak, memang berbeda. Kali ini sinar matahari masih menembus bumi saat gerimis turun. Mendung yang bergelayutan di angkasa tidak bisa menahan dan menghalangi terobosan sinar itu.
Uniknya, beda daerah beda penafsiran atas fenomena alam ini. Sebutlah kepercayaan yang berkembang di sebagian masyarakat Jombang. Bagi mereka, udan jelak menjadi isyarat telah terjadi prosesi kelahiran. Yang melahirkan saat itu katanya sih bukan orang sembarangan, tapi dari golongan makhluk halus yang mereka sebut dengan genderuwo. ltu lho, sosok yang sering digambarkan berambut gimbal dan panjang, tubuhnya penuh dengan bulu berwarna hitam. liih, sereem.
Sebaliknya, sebagian warga asli Jakarta, tidak mengaitkan udan jelak dengan kelahiran anak genderuwo, tapi justru sebaliknya, udan jelak itu katanya isyarat kematian. Sehingga ketika ada seorang anak kecil yang ingin berhujan-hujan ria, orangtuanya pun melarang. “Jangan hujan-hujanan, itu hujannya orang meninggal,” katanya dengan mimik serius.
Wah, bila mitos ini dibenarkan, tentu ada pertanyaan besar yang harus dijawab, orang seperti apaya kira-kira yang kematiannya itu diiringi dengan udan jelak. Apakah dia itu orang yang sakti mandraguna atau sebaliknya, karena pada kenyataannya, banyak orang yang meninggal tanpa diiringi oleh udan jelak.
Mitos udan jelak terus menggelinding dan kini menyeberang ke pulau seberang. Bila di Jombang dikaitkan dengan kelahiran anak genderuwo, maka di Kabupaten Kerinci, Jambi, udan jelak juga tidak jauh dengan dunia makhluk halus.
Katanya sih saat udan jelak itu berarti anak-anak jin sedang mandi. Karena itu, sebagian warga Kabupaten Kerinci yang masih percaya dengan mitos ini melarang keras anak-anak untu k hujan-hujanan, karena di khawatirkan ia akan sakit terkena gangguan jin.
Fawandi seorang warga Kabupaten Kerinci yang menetap di Lampung mengatakan, sewaktu kecil dulu, ia sering mendengar ibu-ibu melarang anaknya hujan-hujanan. Bahkan larangan ini tidak sebatas pada anak-anak. orang yang sudah dewasa pun diperintahkan untuk menghentikan pekerjaannya sesaat sampai udan jelak reda.
Orang yang memanjat pohon harus segera turun, yang sedang mencangkul di lading juga harus segera berteduh. Pendek kata, tidak boleh ada yang bekerja. Bila pantangan ini dilanggar, maka akibatnya mereka akan menderita sakit.
Itulah berita seputar udan jelak yang berkembang di sebagian masyarakat.
Penafsiran mitos udan jelak ini memang berbeda antara satu daerah dengan lainnya, tapi setidaknya mereka dipertemukan pada satu titik, itu semua hanya mitos belaka.
Tidak ada kaitan antara udan jelak dengan genderuwo yang melahirkan, atau anak jin yang sedang mandi. Karena manusia yang normal tentu tidak bisa melihat mereka.
“Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS. al-Araf: 27) Dan kalaupun toh ada yang meninggal saat udan jelak, maka ketahuilah bahwa itu hanya kebetulan belaka.
Ghoib Ruqyah Syar’iyyah