Doa merupakan sarana dialog dengan Allah. Sarana seorang hamba berkeluh kesah mengutarakan berbagai problematika hidup kepada Dzat Yang Maha Mendengar. Dzat Yang Maha Mengabulkan doa. Allah berfirman, Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan doa kalian.” (QS. Al-Mukminun: 60). Dengan demikian doa merupakan wujud penghambaan seorang hamba kepada Allah.
Selain itu, doa adalah senjata seorang muslim. la bagaikan obat mujarab penyembuh berbagai penyakit dengan Idzin Allah.
Tetapi tidak serta merta setiap lantunan doa kita dikabulkan. Untuk itu, ada adab-adab yang harus diperhatikan saat kita bermunajat kepada Allah.
1. Ikhlas dalam Berdoa
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa doa merupakan bentuk penghambaan seseorang kepada Allah. Maka mau tak mau, kita harus ikhlas dalam berdoa. Doa yang bersumber dari relung hati yang terdalam. Bukan doa yang dibuat- buat. Bayangkan saat kita berbicara dengan seseorang. Lalu kita menangkap kesan bahwa ia tidak memberikan perhatian sepenuhnya terhadap pembicaraan kita. Tentu, kita merasa disepelekan. Dan, itu perasaan yang wajar.
Karenanya, Allah Dzat Yang Maha Mendengar dan Melihat, jauh lebih layak untuk memperoleh perhatian kita. Terlebih lagi kitalah yang membutuhkan pertolongan dari- Nya. Allah berfirman, “Dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri)mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya.” (QS. Al-Araf 29).
2. Mengawali Doa dengan Pujian Kepada Allah
Selanjutnya, setelah menata hati, mulailah berdoa dengan pujian kepada Allah dan shalawat doa atas nabi. Jangan terburu-buru mengutarakan keinginan. Dalam bahasa sehari-hari inilah yang pada disebut dengan basa-basi. Taruhlah sekarang kita menemui seseorang yang kita harapkan betul bantuannya, saat kita betul-betul terjepit. Tentu ada pembukaan pembicaraan, sebelum kita mengutarakan maksud.
Allah Maha Tinggi dan tidak sama dengan makhluk. Tetapi yang ini adalah gambaran mudah. Bahwa orang yang langsung meminta keperluannya ketika berdoa, berarti ia orang yang tidak sopan dan tidak mengerti etika kepada Allah.
Fadhalah bin Ubaid berkata, Rasulullah mendengar seseorang yang sedang berdoa dalam shalatnya, ia tidak mengawali doanya dengan menyebut Allah (memuji-Nya) dan tidak pula bershalawat atas nabi. Kemudian Rasulullah bersabda, “Orang ini terburu-buru dalam berdoa” setelah itu Rasulullah memanggilnya dan berkata, “Apabila salah seorang dari kalian berdoa, hendaklah ia mengawalinya dengan pujian kepada Allah, kemudian bershalawat atas nabi. Baru kemudian berdoa sesuai dengan keinginannya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
3. Keyakinan atas Terkabulnya Do’a
Selanjutnya silahkan berdoa sesuai dengan keinginan anda. Doa yang disertai dengan keyakinan bahwa Allah akan mengabulkan doa kita. Tidak perlu ragu-ragu dan khawatir doa kita tidak terkabul. Dan memang tidak boleh ragu sedikit pun. Harus yakin bahwa semua doa kita didengar Allah. Karena perasaan ragu membuat kita malas dan tidak bersungguh-sungguh dalam berdoa. Yang lebih dari itu, ada semacam pesimistis dan prasangka yang tidak layak kepada Allah. Dan Allah menuruti prasangka hamba-Nya.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Berdoalah kepada Allah dan kalian meyakini bahwa Allah akan mengabulkannya. Ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa yang berasal dari hati yang lalai dan main-main.” (HR. Tirmidzi, Hakim dan Ibnu Hibban).
Imam ar-Razy, seorang ulama terkenal berkata, “Kaum muslimin sepakat bahwa doa yang hanya menjadi penghias bibir tanpa diikuti oleh keterikatan hati maka doa itu tidak akan banyak membantu.”
4. Tidak Putus Asa dalam Berdo’a
Setelah selesai berdoa, yang merupakan bagian dari sebuah usaha agar takdir yang akan datang itu sesuai dengan keinginan kita, janganlah putus asa dalam berdoa. Jangan patah arang walaupun hingga saat ini apa yang kita minta tak kunjung nampak hasilnya. Apalagi “ngambek” kepada Allah, jangan sampai terjadi.
Belum terkabulnya yang kita minta, tidak berarti bahwa Allah mengingkari janji-Nya, dan tidak lagi sayang kepada kita. Buang jauh-jauh perasaan itu, karena wujud terkabulnya doa itu sendiri ber- macam-macam. Mungkin doa kita segera terkabul, tak lama setelah kita berdoa. Atau mungkin pula Allah menundanya hingga waktu lain, atau bisa pula doa kita tidak terkabul tetapi Allah menggantinya dengan nikmat lain, yang seringkali nikmat itu tidak kita sadari. Atau bahkan doa itu menjadi wasilah tertolaknya bencana. Selain itu, doa juga bisa menjadi sebab penghapusan doa, sekaligus sebagai bekal timbangan amal kebaikan kita di akhirat.
Karenanya, janganlah berputus asa dan terus saja berdoa, karena dibalik doa tersimpan nikmat dan keberkahan yang lain. Rasulullah bersabda, “Manusia yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu berdoa, dan orang yang paling kikir adalah orang yang enggan mengucapkan salam.” (HR Thabrani, Baihaqi dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
Seorang penyair berkata:
Janganlah kalian meminta sesuatu kepada anak Adam Mintalah kepada Dzat yang pintu-Nya tak terhalang. Allah marah, bila kalian tidak meminta kepada- Nya Sedang anak Adam akan marah, bila kalian meminta kepadanya.
Tidak pernah rugi orang yang memperbanyak doa.
5. Tidak Berlebih-lebihan dalam Berdo’a
Tidak jarang kita menemukan orang yang berlebih-lebihan dalam menjalankan perintah agama. Berlebih-lebihan dalam berwudhu, misalnya. Sebelum basah rambutnya, ia merasa wudhunya belum sah. Ternyata berlebih-lebihan dalam hal seperti ini juga terjadi ketika berdoa. Dan, itu dilarang Rasulullah dalam sebuah hadits, “Sesungguhnya akan ada suatu kaum dari umat ini yang berlebih-lebihan dalam bersuci dan berdoa.” (HR Ahmad dari Abdullah bin Mughaffal)
Ulama menjelaskan dari berlebih- lebihan dalam berdoa. Yaitu seseorang berdoa dengan memohon sesuatu yang terlarang, atau berdoa dengan suara yang keras. Atau terlalu berlebih-lebihan dalam menyusun kata-kata. Dengan kata lain, ia berusaha menyusun kata yang bersajak. Padahal yang lebih baik sebenarnya berdoa dengan doa yang ma’tsur (do’a yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadist). Tapi kalau tidak bisa dan belum hafal, ya silahkan berdoa dengan bahasa yang kita kuasai.
Berdoa dengan suara keras itulah yang sering kita temukan di masyarakat. Yang justru mengganggu kekhusyukan teman sebelahnya yang juga sedang berdoa.
Inilah sebagian dari adab berdoa yang seyogyanya menjadi pedoman kita ketika sedang bermunajat kepada Allah, sehingga apa yang kita harapkan dari doa itu bisa terwujud.
Ghoib, Edisi No. 11. Th 2/ 1424 H/ 2004 M