Adab Ketika Turun Hujan ( Bagian 1)

Beberapa bulan terakhir berita seputar hujan deras disertai dengan angin puting beliung yang meluluhlantakkan rumah atau mendongkel akar pepohonan serta menerbangkan ranting dan dedaunan beberapa kali terjadi di negeri ini, di berbagai daerah dan kepulauan. Ya, di penghujung musim penghujan tahun ini bencana demi bencana masih bermunculan.

Meski sejatinya, bencana karena angin dan hujan itu bukan yang pertama bukan pula yang terakhir. Dalam masalah seperti ini sejatinya Is- lam telah memberikan bimbingan kepada kita, langkah apa yang harus ditempuh sehingga angin dan hujan itu tidak membawa bencana yang lebih besar seperti yang melanda kaum ‘Aad..

 

  1. Berdoa semoga awan hitam itu tidak membawa bencana

Di penghujung musim penghujan seperti sekarang, intensitas curah hujan semakin tinggi. Awan hitam pekat sering kali menghiasi cakrawala dan menghalangi sinar matahari memberikan kehangatannya. Tidak lama lagi langit akan mencurahkan air hujan.

Tidak jarang awan hitam itu disertai dengan hembusan angin kencang. Yang sewaktu-waktu bisa merubah segalanya. Dulu, sewaktu Rasulullah masih berada di tengah-tengah sahabat, beliau seringkali gelisah melihat awan hitam itu. Rasulullah keluar masuk rumah dengan raut muka gelisah. Padahal hujan -bagi orang yang hidup di padang pasir- merupakankarunia yang tidak ternilai harganya.

Rasulullah gelisah, karena mengkhawatirkan awan hitam itu membawa bencana. Seperti yang telah menimpa kaum ‘Aad yang dikisahkan dalam surat al-Ahqaf ayat 24. Ketika azab berupa awan bergulung-gulung datang ke lembah-lembah mereka, dengan tenang mereka mengatakan, “Inilah awan yang menurunkan hujan kepada kami”. Padahal awan hitam itu adalah awal petaka. Rasulullah khawatir bila bencana yang menimpa kaum ‘Aad itu akan terulang lagi.

Setelah awan itu berubah menjadi buliran- buliran air, Rasulullah pun tenang. Wajahnya sumringah.

 

  1. Tidak mencela angin kencang

Bila awan hitam itu disertai angin kencang, maka sebagai seorang mukmin, kita tidak diperkenankan untuk mengumpat dan mencela angin itu. Kekhawatiran yang terbersit ke dalam jiwa dihilangkan dengan cara bermunajat kepada Allah. Berlindung dari keburukan angin itu.

Sejatinya angin adalah bagian dari tentara Allah. Imam Syafi’i mengatakan, tidak seyogyanya seseorang mencaci angin karena Allah telah menciptakannya sebagai sesuatu yang taat dan tunduk kepada perintah-Nya. la adalah salah satu bagian tentara dari sekian banyak tentara Allah. Allah menciptakannya apabila ia kehendaki sebagai rahmat atau sebagai adzab.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ، وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ

“Ya Allah, saya mohon kepada-Mu kebaikan angin ini, kebaikan yang terkandung padanya.dan kebaikan yang didatangkan olehnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya, kejahatan yang dikandung padanya dan kejahatan yang didatangkan olehnya.” (HR. Muslim).

Sebaliknya, menjauhkan diri dari berkeluh kesah saat angin kencang datang berhembus bisa menjadikan seseorang terhindar dari kefakiran. Sebagaimana disebutkan Imam Syafi’i dalam sebuah hadits munqathi”. “Ada seorang laki-laki yang mengadu kepada Rasulullah tentang kefakirannya. Kemudian Rasulullah berkata kepadanya. “Mungkin sekali-kali kamu pernah mencaci angin.” (al-Adzkar, Imam Nawawi).

 

  1. Berdoa ketika ada guntur maupun kilat

Biasanya angin kencang itu diiringi dengan kilatan petir dan guntur yang menggelegar. Suaranya memekakkan telinga, memecah kesunyian. Tak jarang kilatan petir itu menyambar pepohonan. Hingga beberapa orang pun terbunuh. Dalam kondisi seperti itu Rasulullah mengajarkan umatnya doa perlindungan agar terhindar dari sambaran petir.

سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ

“Maha suci Allah yang bertasbih guntur memuji Allah (demikian pula) malaikat karena takut kepada-Nya.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, ‘Kami bersama Umar bin Khattab pada suatu perjalanan, maka datanglah menimpa kami suara guntur, kilat dan dingin. Tiba-tiba Ka’ab berkata kepada kami, ‘Barangsiapa ketika mendengar guntur ia membaca doa ini sebanyak tiga kali, ia diselamatkan dari bahaya guntur itu. bacaan itu kami ucapkan jadi selamatlah kami.”

 

Ghoib, Edisi 64 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN