Adab Majelis 2

Inilah adab majlis yang berikutnya, agar keberadaan kita di majlis benar-benar mendatangkan keuntungan dan kebaikan dunia dan akhirat.

 

1. Carilah Tempat yang Kosong

Entahlah, mengapa kebanyakan orang tidak suka duduk di depan ketika menghadiri majlis ta’lim. Mereka lebih suka mencari tempat yang agak jauh dari pembicara. Terkadang satu sama lain, duduknya juga tidak beraturan. Bolong di sana-sini. Di satu sisi sudah banyak diisi orang sementara sisi yang lain masih kosong. Padahal tempat di depan itu lebih memungkinkan untuk bisa menangkap isi pembicaraan dengan baik. Itulah kenyataan yang sering kita saksikan. Apakah itu merupakan suatu bentuk ketidakpercayaan diri? Bisa jadi memang demikian.

Keengganan orang untuk duduk di depan sebenarnya bisa kita temukan di banyak peristiwa. Di dalam kelas, misalnya sangat sedikit orang yang suka duduk di depan. Atau bahkan saat shalat Jum’at. Bisa dipatikan hanya orang-orang tertentu yang suka duduk di baris pertama.

Bila kita mengengok apa yang terjadi pada zaman shahabat, tentu sangat jauh berbeda. Mereka akan memilih tempat yang paling dekat dengan Rasulullah. Sehingga orang yang datang belakangan harus rela duduk di belakang. Bukan seperti kita, yang harus disuruh-suruh untuk mengisi tempat di barisan depan.

Samurah berkata, “Dahulu bila kita datang menemui Rasulullah, maka setiap orang duduk di belakang temannya.” (HR. Abu Dawud) Hadits ini memang tidak menyebut majlis ta’lim secara jelas. Tapi kehadiran shahabat kepada Rasulullah tidak akan jauh dari konteks berkumpulnya orang banyak yang ujung-ujungnya akan mendapat taushiyah dari Rasulullah. Dan dalam kondisi seperti ini mereka duduk dengan rapi. Yang pertama masuk duduk di depan kemudian di sampingnya orang yang datang belakangan dan begitu seterusnya. Bila hal ini kita lakukan saat menghadiri suatu majlis tentu sangat menyenangkan.

 

2. Tidak Duduk di Antara Dua Orang

Lebih tidak sopan bila seseorang duduk di sela- sela dua orang. la seakan menjadi pemisah antara keduanya yang bisa jadi memang ingin duduk saling berdekatan karena pertimbangan tertentu. Tapi kalau memang hal ini tidak lagi bisa dihindari karena tempatnya sudah tidak muat, seyogyanya yang baru datang itu permisi terlebih dahulu. Istilahnya minta kelapangan hati untuk duduk di antara mereka.

Demikianlah salah satu pesan yang disampaikan Rasulullah. “Dan tidak duduk di antara dua orang kecuali atas seizin mereka.” (HR. Abu Dawud)

 

3. Tidak Duduk di Tengah Lingkaran

Selain itu, Rasulullah juga melarang kita untuk duduk di tengah-tengah lingkaran. Dengan duduk sendirian, sementara jamaah yang lain mengeli- linginya. Seakan yang di tengah menjadi poros dari lingkaran itu. Sebagaimana terungkap dalam sebuah hadits hasan riwayat Abu Dawud. Khudzaifah mengatakan bahwa Rasulullah melaknat orang yang duduk di tengah-tengah halagah. (HR. Abu Dawud)

 

4. Tidak Berisik

Tanpa penjelasan lebih jauh, kita sudah bisa memahami dengan baik bahwa bukan pada tempatnya bila kita membuat kegaduhan di dalam majlis dzikir. Ini bukanlah pasar di mana setiap orang boleh berbicara semaunya, tanpa harus mempedulikan orang di sekelilingnya. Walau sebenarnya itu hanyalah lelucon untuk membuat orang tertawa. Tapi anehnya, kenyataan sering kali berbicara lain. Meski orang sudah memahami hal ini, tapi tetap saja masih banyak yang senang menjadi pembicara tandingan.

Seharusnya kita bisa memilah kapan saat berbicara dan kapan harus diam.

 

5. Tidak Berbicara Kotor atau yang Bertentangan dengan Syar’i

Lebih tidak pantas lagi bila suara berisik para pembicara tandingan itu berkisar pada keburukan orang lain. Bukan mengupas materi yang disampaikan pembicara di depan. Kita harus mengakui bahwa hal ini seringkali terjadi. Setelah diperhatikan lebih jauh, apa sebenarnya yang sedang mereka perbincangkan terkadang kita menjadi tercengang. Karena mereka lebih senang membicarakan kehidupan para selebritis. Yang tentunya bila kita mau jujur, sangat banyak sisi kehidupan mereka yang tidak seyogyanya menjadi bahan pembicaraan masyarakat umum. Itu adalah urusan pribadi mereka.

Dengan demikian tanpa sadar kita telah mencampur aduk antara kebaikan dan keburukan. Dan secara langsung kita telah masuk dalam teguran Allah. “Apabila kamu mendengarkan ayat- ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk bersama mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain”. (QS. An-Nisa’: 140).

Karena itu duduklah dengan manis saat berada di majlis ta’lim, agar kehadiran kita bermanfaat. Bukan sebaliknya menjadi petaka bagi orang lain.

 

6. Mengakhiri Majlis dengan Doa Kafarah

Sebelum majlis ditutup seyogyanya jamaah membaca doa kafaratul majlis. Doa yang diajarkan Rasulullah sebagai penghapus kesalahan yang terjadi di dalam majlis. Karena memang tidak tertutup kemungkinan bahwa di dalam majlis tadi terjadi banyak kesalahan yang tidak disengaja. Dengan membaca, “Subhaanakallahumma wabihamdika, asyhadu alla ilaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik. (Maha suci Engkau ya Allah dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi tiada tuhan selain Engkau, aku memohon ampunan-Mu dan kembali kepada-Mu).” (HR. Tirmidzi)

Secara tegas hadits ini mengatakan bahwa barangsiapa membaca doa kafaratul majlis, maka Allah akan mengampuni kesalahan yang terjadi selama dalam majlis ini.

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 18 Th. 2/ 1425 H/ 2004 H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN