Adab Menjenguk Orang Sakit

Bisa dipastikan setiap hari pasti ada orang yang sakit. Mulai dari yang ringan hingga yang berat. Atau bahkan yang membutuhkan perawatan khusus hingga harus rawat inap di rumah sakit. Ini adalah siklus kehidupan, sekarang sehat dan di lain waktu terserang penyakit. Atau sebaliknya.

Islam sebagai agama yang sempurna sangat memperhatikan sisi kemanusiaan ini. Cukuplah kiranya hadits riwayat Muslim berikut menjadi dorongan semangat kita untuk menjenguk teman atau saudara kita yang sedang sakit. “Rasulullah bertanya, “Siapakah yang pagi ini berpuasa?” “Saya,” jawab Abu Bakar. Rasulullah bertanya lagi, “Siapakah yang hari ini menjenguk orang sakit?” “Saya,” jawab Abu Bakar. “Siapakah yang melayat orang meninggal?” Tanya Rasulullah lagi. “Saya,” jawab Abu Bakar. “Siapakah yang memberi makan orang miskin,” tanya Rasulullah. “Saya,” jawab Abu Bakar. Marwan berkata, “Ada berita yang sampai kepada saya bahwa Rasulullah berkata, “Tidak berkumpul sifat-sifat ini pada diri seseorang dalam sehari melainkan ia akan masuk surga.” (HR. Muslim)

Agar tujuan menjenguk orang sakit tercapai dengan baik, seharusnya kita memperhatikan beberapa adab berikut:

 

1. Tidak Memandang Sesuatu yang Terlarang

Kita boleh berbangga diri, setidaknya satu dari empat sifat yang tersebut dalam hadits di atas seringkali kita lakukan dalam keseharian kita. Memang tradisi menjenguk orang sakit cukup membudaya di sekitar kita. Terlebih di lingkungan masyarakat pedesaan. Sebuah pemandangan yang tidak lah aneh bila rumah orang yang sakit, ramai dijenguk para tetangga.

Namun ada satu hal yang harus diperhatikan. Pada saat seperti ini kita harus tetap menjaga etika. Jangan sampai tujuan yang mulia tersebut pada akhirnya ternoda oleh sesuatu yang seharusnya bisa kita hindari. Ya, hindarilah melanggar larangan agama ketika menjenguk orang sakit. Contoh yang paling mudah adalah harus tetap menjaga pandangan. Jagalah mata dari memandang sesuatu yang terlarang. Memandang seorang perempuan yang bukan muhrim misalnya. Kalau itu terjadi maka menjenguk orang sakit berubah menjadi bencana.

Sebagaimana terungkap dalam sebuah hadits. Abdullah bin Abu Hudzail berkata bahwa Abdullah bin Mas’ud menjenguk orang sakit bersama sekelompok orang. Sedangkan di dalam rumah tersebut ada seorang perempuan, lalu di antara rombongan Abdullah bin Mas’ud ada seseorang yang melihat kepada perempuan tersebut. Maka Abdullah bin Mas’ud pun berkata kepadanya, “Seandainya matamu kecolok (tertusuk sesuatu) tentu lebih baik bagimu (daripada melihat perempuan).” (HR. Muslim).

Dari hadits di atas kita bisa menarik benang merah bahwa pandangan mata haruslah tetap dijaga dari berbagai hal yang terlarang di manapun tempatnya. Termasuk pada saat menjenguk orang sakit.

 

2. Duduk di Sebelah Kepala Orang yang Sakit

Bila anda menjenguk orang sakit dan menjumpainya sedang terbaring lemah, maka dekatilah dia dan duduklah di samping kepalanya. Janganlah hanya melihat dari jauh tanpa ada usaha sama sekali untuk mendekatinya. Tidak perlu risih atau jijik bila tercium bau yang tidak sedap dari si pasien. Atau langsung pergi begitu saja setelah bersalaman dengan anggota keluarga si sakit dan tidak ada keinginan untuk mendekatinya. Ketahuilah bahwa duduk di dekat kepala orang yang sakit merupakan sunah Rasulullah.

Dalam sebuah hadits, Ibnu Abbas menceritakan bagaimana sikap Rasulullah ketika menjenguk orang sakit. Ibnu Abbas berkata, “Bila menjenguk orang sakit, Rasulullah duduk di sebelah kepala orang yang sakit. Kemudian berdoa tujuh kali: Saya meminta kepada Allah Dzat Yang Maha Agung, Pemilik Arsy yang agung. Sembuhkanlah dia.” (HR. Muslim)

 

3. Menenangkan Hati Orang yang Sakit

Banyak hal yang bisa anda lakukan saat berada di dekat kepalanya. Anda bisa membicarakan sesuatu yang menyenangkan hati si sakit. Atau bisa juga memberikan semangat bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang tidak pernah mengalami sakit.

Yakinkanlah dia bahwa penyakit, seringan apapun itu, merupakan bagian dari skenario Allah untuk menghapus dosa hamba-hamba-Nya. Justru di sini terletak suatu keistimewaan yang harus dipahami. Dan bukan untuk disesali.

Lihatlah! Rasulullah sendiri senang menjenguk orang sakit dan memberikan dorongan semangat kepadanya agar tidak putus asa. Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah menjenguk seorang arab badui (arab pedalaman). Ibnu Abbas berkata, “Ketika Rasulullah menjenguk orang sakit maka Rasulullah selalu mengatakan: Tidak apa-apa. Insya Allah segera sembuh.” (HR. Muslim)

 

4. Mendoakan Orang yang Sakit

Hadits riwayat Ibnu Abbas di atas mengajarkan kepada kita apa yang harus dilakukan ketika menjenguk orang sakit. Ya, Rasulullah selalu mendoakan kesembuhan. Artinya, seberat apapun penyakit yang diderita tetap tidak boleh putus asa. Seorang dokter boleh saja menyimpulkan bahwa penyakit si A sulit disembuhkan. Tapi yakinlah bahwa sang dokter hanyalah manusia biasa yang memiliki banyak keterbatasan.

Sadarilah bahwa ada kekuasaan Allah yang tidak diketahui oleh siapapun sebelum terjadi. Karenanya janganlah pernah putus asa untuk selalu berharap kesembuhan kepada-Nya. Tentunya bagi para penjenguk diharapkan untuk mendoakan kesembuhan si sakit dengan membaca, “Allahummasyfi (Ya Allah, sembuhkanlah) …. (sebut nama si sakit)

Sebagaimana doa Rasulullah kepada Sa’ad bin Abi Waqash. Abdul Rahman berkata, “Ada tiga orang dari Bani Sa’d berkata kepada saya. Dan semuanya mendengar langsung dari orangtua mereka bahwa Rasulullah menjenguk Sa’ad bin Abi Waqash yang sedang sakit di Mekah, maka menangislah Sa’ad bin Abi Waqash. Rasulullah bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” “Saya takut meningggal di tanah, tempat asal saya berhijrah sebagaimana meninggalnya Sa’ad (saudaranya)” jawab Sa’ad. Rasulullah berdoa tiga kali, “Ya Allah. Sembuhkanlah Sa’ad”…..” (HR. Muslim).

Atau membaca, “As ‘alullahal adhim, rabbal ‘arsyil adhim, an yasyfiyak” (“Saya meminta kepada Allah Dzat Yang Maha Agung, Pemilik Arsy yang agung. Agar Dia menyembuhkannya.)

Inilah bagian pertama dari adab menjenguk orang sakit. Semoga dapat memuluskan langkah kita dalam mengurangi beban yang ditanggung saudara kita yang sedang tergolek oleh cobaan penyakit.
Ghoib, Edisi No. 20 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN