Adab Orangtua Terhadap Anaknya (Bagian Kedua)

Indahnya permata masih tak semenarik keluguan anak-anak, Indahnya permata masih tidak bisa menghilangkan kepenatan otak setelah seharian bekerja. Berbeda dengan anak. Keluguan dan keceriaan mereka menjadi obat pelipur lara. Kesedihan hilang. Berganti dengan tawa dan canda.

Namun, pandai-pandailah mendidik mereka. Agar tidak salah langkah. Agar anak yang dirawat semenjak masih dalam kandungan itu pun tumbuh dengan baik. Berikut beberapa petikan nasehat Rasulullah bagaimana seharusnya seseorang memperlakukan anak-anaknya.

 

  1. Mengajak Mereka Bercanda

Setiap orangtua hendaknya meluangkan waktu untuk bercanda dengan anak-anaknya. Seperti apa pun kesibukan mereka, anak-anak tetap merupakan harta paling berharga yang membutuhkan perawatan berbeda.

Anak-anak bukanlah benda mati yang bisa diacuhkan sekehendak hati. Tidak. Mereka bukan seperti itu. Mereka adalah sosok makhluk kecil yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya. Karena kedudukan orangtua tetap saja tidak bisa tergantikan oleh orang lain.

Keberadaan pembantu di tengah keluarga hanya bersifat membantu. Mereka tidak memegang peran utama dalam mendidik anak- anak. Karena tidak semua pembantu memiliki kasih sayang yang tulus seperti orangtuanya sendiri. Lebih dari itu, tidak semua pembantu mengerti bagaimana seharusnya memperlakukan anak-anak.

Kesibukan kerja bukan alasan bagi orangtua untuk mau menang sendiri dan acuh terhadap dunia anak-anaknya. Pergi pagi saat anak-anak masih terlelap tidur dan pulang larut malam, ketika anak-anak sudah kembali tidur. Praktis tidak ada waktu bagi orangtua dan anak untuk bercanda dan saling melepas rindu.

Bukan demikian Rasulullah mengajar umatnya bagaimana memperlakukan seorang anak. Tapi dengan mengajak mereka bersenda gurau. Dan masuk ke dalam dunia anak-anak. Perhatikanlah bagaimana Rasulullah menghilangkan kesedihan seorang anak yang ditinggal mati burung bulbul. Burung berpelatuk kecil dan berkepala merah itu terbujur kaku.

“Dulu Rasulullah berkumpul dengan kami (anak-anak) hingga Rasulullah bergurau dengan adik saya. “Ya Abu Umair! Apa yang terjadi pada nughair (burung bul-bul). Demikian Anas bin Malik menceritakan kembali kepada kita bagaimana dekatnya Rasulullah dengan anak-anak seperti tersebut dalam riwayat Bukhari.

Rasulullah tidak sekadar berkata-kata, tapi beliau langsung berinteraksi dengan anak-anak. Laksana terman sepermainan saja. Tidak ada jarak. Tidak ada perbedaan. Begitulah seharusnya orang dewasa memperlakukan anak-anak. Bukan acuh dan tidak mau peduli dengan mereka. Seakan lupa bahwa dulu, dunia anak-anak itu pernah mampir ke dalam dirinya.

Pada kesempatan yang lain, Rasulullah terlihat asyik bermain dengan kedua cucunya. Sebagaimana diceritakan oleh Bara”, “Saya melihat Rasulullah menggendong di pundaknya dan beliau berkata, ‘Ya Allah sesungguhnya aku mencintainya. Maka cintailah dia.” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

  1. Membiasakan Anak-Anak untuk Shalat

Inilah kesempatan yang baik bagi orangtua untuk mengarahkan dan membimbing anak-anak dengan cara yang halus. Ketika seorang anak merasa diperhatikan dan keberadaannya dihargai oleh orangtuanya, tentu ia merasa senang. Hatinya lebih terbuka untuk menerima masukan maupun pengarahan.

Pendidikan agama maupun etika tentu akan lebih mudah diterima oleh seorang anak. Karenanya, sebagai orangtua pandai-pandailah menciptakan suasana yang kondusif buat anak- anak. Pintarlah memilih setiap kesempatan yang ada untuk mengambil hati anak-anak. Bila hal itu telah dilakukan oleh orangtuanya, maka dengan tanpa disadarinya, ia akan menerima nasehat dengan lapang dada.

Selain itu, seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan perintah agama sejak dini. Ya, dengan mengajak mereka untuk shalat berjamaah, misalnya. Kebiasaan yang dilakukan sejak kecil membuat seorang anak tidak merasa terbebani untuk melaksanakan shalat lima waktu ketika ia sudah akil baligh. Sehingga orangtua tidak harus marah atau bahkan memukul. Karena seorang anak telah rajin melaksanakan shalat.

Rasulullah berkata, “Perintahkanlah anakmu untuk shalat bila dia sudah berumur tujuh tahun. Dan pukullah (bila tidak mau shalat) saat ia sudah berumur sepuluh tahun” (HR. Abu Dawud).

Rasulullah telah mengajari kita bagaimana membiasakan seorang anak agar mau shalat. Bukankah dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Rasulullah mengajak serta kedua cucunya untuk shalat bersamanya?

Rasulullah tidak marah ketika sedang bersujud tiba-tiba saja Hasan atau Husein sudah berada di punggungnya. Seperti seorang anak yang sedang main kuda-kudaan. Tapi dengan lembut Rasulullah menurunkannya dari punggung lalu beliau segera melanjutkan gerakan-gerakan shalatnya.

Itulah pelajaran yang diberikan Rasulullah kepada setiap orangtua, bagaimana seharusnya memperlakukan seorang anak. Mendidik mereka hidup bersama Islam, tapi tidak meninggalkan tabiat mereka sebagai anak-anak.

 

 

Ghoib, Edisi No. 35 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN