IImu adalah sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan dan tidak bisa dinilai dengan materi. Seberapapun besarnya. Cukuplah kiranya untuk menunjukkan keutamaan ilmu apa yang diwasiatkan Khalifah Abdul Malik bin Marwan kepada anak-anaknya, “Pelajarilah suatu ilmu tertentu. Bila kalian menjadi pemimpin maka kalian akan menjadi pemimpin yang unggul. Dan jika kalian menjadi kalangan menengah, maka kalian akan memimpin mereka. Dan jika kalian menjadi rakyat biasa maka kalian akan bisa bertahan hidup.”
Agar dapat memperoleh ilmu yang bermanfaat hendaknya kita memperhatikan beberapa adab menutut ilmu berikut ini.
1. Ikhlas mengharap ridha Allah
Apapun yang kita lakukan dalam kehidupan ini, hendaklah berangkat dari satu titik. Titik yang menjadi pusat segala hal. Yaitu mencari ridha Allah semata. Mencari ilmu bukanlah untuk gagah- gagahan atau biar dikatakan sebagai orang yang berilmu. Lebih parah lagi bila menuntut ilmu dijadikan sebagai landasan untuk perdebatan kusir dan berlagak seperti pengamat yang pandai mencari kesalahan orang lain. Sangat naif bila demikian adanya.
Karena itu adalah pangkal keburukan sebagaimana dikatakan Imam Al-Auzai, “Apabila Allah menghendaki keburukan kepada suatu kaum, maka Allah akan menganugerahinya kemampuan berdebat, dan menghalangi mereka dari beramal.”
Celakalah negara yang hanya diisi oleh orang- orang seperti mereka, karena keilmuan yang dipelajari tidak untuk diamalkan. Jadi, agar ilmu bermanfaat harus dimulai dari titik mengharap keridhoan Allah semata.
2. Berakhlak Mulia
Para penuntut ilmu adalah kalangan terhormat di hadapan Allah dan di mata masyarakat. Kehormatan yang ada di pundak adalah suatu tanggung jawab besar. Tanggung jawab moral yang harus dijawab. Bukankah Allah menegaskan dalam Al Qur’an bahwa Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu. Untuk itu janganlah menyia-nyiakan kemuliaan Allah ini dengan tingkah laku yang bertentangan dengan agama maupun etika.
Banyaknya para pelajar maupun mahasiswa yang menjadi pengedar obat-obat terlarang seharusnya menyadarkan kita, para pelajar, bahwa ada sesuatu yang hilang dari diri kita. Ada sesuatu yang harus dikembalikan. Mengembalikan akhlak yang menjadi simbol kepercayaan masyarakat kepada kita, para penuntut ilmu. Tidak ada pilihan lain, benteng agama harus diperkokoh. Artinya apapun ilmu yang dipelajari harus didahului dan dibarengi dengan pemahaman agama.
3. Bersungguh-sungguh dalam belajar.
Sesungguhnya orang mencari ilmu adalah untuk mengurangi kebodohan dan menambah ilmu sedikit demi sedikit setiap hari. Demikian ungkapan orang bijak. Karenanya sudah wajar bila amanah yang diberikan orangtua itu harus kita emban dengan sebaik-baiknya.
Sangatlah tidak pantas, bila kita keluar dari rumah dengan berpakaian seragam, kemudian kita pergi entah kemana. Yang penting menjauh dari areal sekolah yang seharusnya menjadi tujuan kita. Sangat tidak bermoral bila kita sendiri berani berbohong kepada orangtua. Dalam sisi lain, pelajar dalam bangsa kita antara laki dan perempuan berada dalam satu lokasi yang sama. Satu lokasi yang sering menggoreskan kenangan remaja. Apalagi kalau bukan cinta monyet. Padahal kenyataan berbicara bahwa efek negatif sangat jauh lebih besar. Memang, semangat untuk datang ke sekolah bertambah tetapi semangat untuk belajar akan mengendor. Akibatnya pelajaran menjadi nomor yang kesekian, yang mengisi otaknya dari hari ke hari hanyalah si dia.
Karena itu perlu ditanam kuat-kuat bahwa masa depan kita tergantung pada apa yang kita lakukan hari ini.
Orang bijak mengatakan bahwa seandainya kita memberikan seluruh jiwa raga untuk ilmu, maka ilmu itu hanya memberikan sebagiannya untuk kita. Itu kalau kita bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu. Bagaimana kalau kita tidak bersungguh-sungguh, barangkali hanya penyesalan yang kita dapatkan. Mengapa dulu waktu masih kuliah, saya banyak bermain? Mengapa dulu hanya berpacaran? Penyesalan yang tiada berguna. Karena sang waktu tidak akan bisa ditarik mundur. Walau satu kedipan mata.
4. Mendahulukan Ilmu Agama
Satu hal yang pasti, bahwa otak manusia itu terbatas. la tidak mungkin mampu mendalami semua ilmu yang ada. karena itu dibutuhkan suatu kearifan dalam diri kita untuk secara jujur melihat potensi apakah yang kita miliki. Keilmuan apakah yang harus kita perdalam. Bila jawabannya mengarah pada ilmu umum. Dan kita tidak memiliki kemampuan untuk mempelajari ilmu agama. Maka di sini kita harus mengambil keputusan untuk tidak meninggalkan ilmu agama sama sekali. Artinya ada pengetahuan-pengetahuan agama yang wajib kita ketahui dan tidak boleh dabaikan. Misalnya bagaimana melaksanakan shalat, bagaimana berpuasa. yang sesuai dengan perintah Rasulullah dan seterusnya.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits bahwa keutamaan ilmu (agama) itu lebih baik dari keutamaan ibadah. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa orang yang beribadah tanpa didasari ilmu, maka bisa jadi ia beribadah dengan cara yang salah.
5. Tetap Mencari Ilmu walau rambut beruban.
Menuntut ilmu tidak menjadi hak monopoli anak muda semata. Apalagi ilmu yang bekaitan dengan akhirat. Siapapun kita, tentu sangat membutuhkan ilmu agama. Janganlah karena rambut telah memutih menjadi alasan untuk mundur dari pencarian ilmu. Janganlah rasa malu atau gengsi menjadi penghambat dalam mencari ilmu agama. Itu sangat tidak pantas.
Seorang ulama berkata, “Barangsiapa malu menuntut ilmu karena umurnya sudah tua, maka dia telah terpedaya oleh kebodohan, dan kemalasan. Karena bila malu itu memiliki keutamaan maka menuntut ilmu dikala tua adalah suatu kemuliaan. Menjadi orang tua yang menuntut ilmu lebih baik dari orang tua yang bodoh.”
Sungguh bijak ungkapan ini. Tapi jauh lebih bijak bila kita akhiri hidup dalam keadaan menuntut ilmu. Ya, pencarian ilmu sepanjang hayat.
6. Menghormati Guru
Hanya ada dua orang di dunia ini yang rela dikalahkan oleh orang lain. Mereka adalah orangtua dan guru. Orangtua rela melakukan segalanya untuk anaknya, maka sudah sewajarnya bila dia juga rela dikalahkan oleh anaknya dalam berbagai hal. Bahkan kelebihan dan keunggulan anaknya itu menjadi suatu kebanggaan tersendiri.
Demikian pula halnya dengan seorang guru. Dia sangat berbahagia melihat keberhasilan muridnya melebihi dirinya. Karena itu sudah sewajarnya bila kita menghormati guru sebagaimana menghormati orangtua. Agar apa yang kita pelajari membawa berkah dan tidak membawa bencana.
Demikian adab menuntut ilmu, semoga bisa menuntun kita menjadi seorang penuntut ilmu yang baik.
Ghoib, Edisi No. 15 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M