Iman adalah hadiah besar dan hidayah yang Allah anugerahkan kepada hamba-Nya. Suatu anugerah yang selalu dibanggakan, disyukuri dan dinikmati setiap saat. Betapa besar nikmat iman itu! namun banyak manusia yang telah meraih hadiah itu, tidak merawatnya atau menjaganya agar tetap indah. Bahkan untuk memberikan hak-hak harian bagi iman pun, tidak pernah mereka pedulikan.
Ketika Allah memberikan anugerah iman kepada seseorang, tidak ada seorang pun yang sanggup menghalang-halangi proses pemberian itu bahkan adanya iman yang dicintai dan manisnya yang dirasakan dalam hati adalah termasuk dalam paket hadiah itu.
Ya, memang. Allah menghadiahkan iman kepada kita, dan Dia lah yang menjadikan iman itu kita cintai dan indah dalam diri kita. Kemudian Allah jadikan kita membenci kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan untuk membentengi iman kita. Tetapi ketika cinta dan benci itu tidak kita pelihara, maka keduanya akan pudar dan tidak akan kita rasakan kembali manisnya iman itu dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda,
“Ada tiga perkara, barangsiapa dalam dirinya ada ketiganya, niscaya dia akan dapatkan dengannya manisnya iman; hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, hendaklah ia mencintai seseorang tidak lain cintanya itu kecuali karena Allah. Dan hendaklah ia benci kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan ia darinya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Konsekuensi cinta kita kepada Allah dan Rasulullah sudah pasti akan menuntut banyak pengorbanan, bahkan mengundang datangnya ujian cinta. Ujian itu datang sejak awal benih cinta kepada Allah itu disemaikan. Allah berfirman,
“Alif laam miim. Apakah manusia mengira dibiarkan mereka mengucap, ‘Kami beriman kepada Allah’, sedangkan mereka tidak mendapatkan ujian? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah benar- benar mengetahui orang-orang yang jujur dan Dia benar-benar mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. al-Ankabut: 1-2)
Orang-orang yang beriman berarti orang yang siap diuji oleh Allah, karena Allah sangat mencintai mereka juga. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala selalu disertai dengan besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah apabila mencintai suatu kaum. Allah pasti akan menguji mereka.”
Para ulama salaf, di antaranya seorang tabi’ in Hasan al-Bashri berkata, “Banyak orang mengaku dirinya cinta kepada Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat-Nya ini, ‘Katakanlah (hai Muhammad), Jika kalian benar-benar cinta kepada Allah, maka ikutlah aku, niscaya Allah pasti mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Katakanlah, “Taatlah kalian kepada Allah dan Rasul, jika kalian berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir.” (QS. al-Imran 31-32).
Bicara soal cinta dan pengorbanan, itu dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Masing-masing selalu akan mengangkat dan menunjukkan jati dirinya. Sebesar pengorbanan seseorang dalam bercinta, maka sebesar itulah kadar cintanya. Maka semakin dalam cinta seseorang, la semakin berani menunjukkan jati diri cintanya dengan pengorbanan yang disumbangkan secara mulia.
Banyak orang beriman diberi oleh Allah kemudahan mendapatkan fasilitas hidup, bahkan tidak sedikit yang menikmati kemewahan hidupnya. Akan tetapi Allah tidak akan membiarkan mereka tanpa ujian yang berat. Ujian cinta, saya kira tidak ada jalan yang ringan. la berat dalam membimbing perasaan menuju apa yang diridhai Allah, dan juga berat secara fisik dalam menjaga ketabahan hati dari keluh kesah saat menghadapi ujian yang dijanjikan itu. Allah berfirman,
“Katakanlah (hai Muhammad). Jikalau bapak- bapakmu, putra- putramu, saudara- saudaramu, istri- istrimu, keluargamu, harta-hartamu yang kalian kumpulkan, perniagaan yang kalian khawatirkan kepunahannya, dan rumah-rumah yang kalian senangi lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk bagi orang-orang yang fasik.” (QS. at- Taubah: 24).
Telah bertumpuk-tumpuk catatan cinta yang melukiskan betapa indahnya para kekasih Allah itu menyambut ujian cinta itu dengan sungguh- sungguh. Tidak ada waktu lagi untuk menunda pengorbanan demi cinta mereka kepada Allah. Banyak di antara mereka yang telah gugur di medan jihad dengan mengorbankan jiwa dan hartanya di jalan Allah, dan di antara mereka ada yang menanti panggilan syahid itu.
Sebagaimana pernah dilakukan oleh Abu Bakar dengan menginfakkan seluruh hartanya. Umar bin Khathab menginfakkan separuh hartanya. Utsman bin Affan menginfakkan sepertiga hartanya, Abdul Rahman bin Auf membiayai 300 mujahid lengkap dengan senjata, bekal dan tinggalan untuk keluarganya. Abdullah bin Mubarrak memimpin jihad dengan menanggung biaya jihad bagi orang- orang yang dipimpinnya, karena infak yang dikumpulkan harus dibungkus dan diberi nama penyetornya. Ketika mereka pulang dari jihad, maka bungkusan infak itu dikembalikan kepada penyetornya.
Iman kita yang tertanam dalam hati akan selalu tampak indah apabila kita selalu menunjukkan bukti cinta kita kepada Allah dengan selalu mengikuti Rasulullah dalam segala aturan hidup kita. Terutama dalam hal-hal iman kepada yang ghaib, jangan sampai kita tertipu oleh rayuan syetan manusia yang seakan-akan mengajarkan tuntunan kebenaran. Padahal tuntunan itu tidak punya sandaran syari’at atau rujukan kepada wahyu ilahi.
Telah banyak korban para auliya syetan, karena mereka ditipu oleh wali syetan. Akhirnya mereka siap berkorban apa saja. Bahkan mengorbankan iman demi taat kepada perintah syetan yang menjanjikan sedikit keuntungan dunia meskipun dengan janji palsu.
Ghoib, Edisi No. 31 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M