Komplek Pendidikan Yayasan Iqro, siang itu terasa sangat sejuk. Lembaga yang berlokasi di Pondok Gede, Jawa Barat ini, memang sangat konsen terhadap pendidikan akhlaq kaum Muslimin. Pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, ada di sana. Di tengah sayup-sayup suara anak-anak SD, yang sedang asyik menghapal al-Qur’an, Majalah Ghoib menemui ustadz yang sangat sibuk mengisi pengajian hingga ke ibukota Jakarta ini. Di kantornya yang asri, Majalah Ghoib mewawancarainya. Berikut petikannya.
Bisa Anda jelaskan apa pengertian tawakkal dalam agama Islam (syar’i)?
Tawakkal menurut syar’i adalah bersandarnya hati kepada Allah secara yakin. Keyakinan tersebut, harus secara total tidak setengah- setengah. Memang tawakkal ini sebenarnya suatu hal yang sangat sulit diketahui dan berat untuk diamalkan. Karena apa? Karena kalau seseorang bertawakkal tanpa melakukan ikhtiar atau usaha secara lahir, maka ini sudah melanggar aturan sunnah Nabi. Dimana sunnah nabi mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berikhtiar sebelum tawakkal. Nah sebaliknya juga, orang yang berikhtiar tetapi tidak berserah diri kepada Allah hanya mengandalkan kepada apa yang dia ikhtiarkan tadi, maka secara tidak sadar dia telah keluar pada pemahaman aqidah yang benar. Ini beratnya melakukan tawakkal dan sulitnya mengetahui tentang tawakkal. Selain secara ilmu memang sulit, secara pelaksanaannya juga memang berat. Maka hendaknya kita harus mengerti kiat-kiatnya untuk melakukan dan memadukan antara dua hal ini. Baik tentang ikhtiar maupun tentang tawakkal kepada Allah.
Bisa Anda dijelaskan, apa yang dimaksud bahwa tawakkal itu sulit untuk diketahui dan berat dalam pelaksanaannya?
Tawakkal itu pekerjaan hati. Namanya hati, kadang-kadang sulit untuk melakukan hal yang baik. Karena memang hati kita itu sifatnya masih didominasi oleh tantangan-tantangan lahiriah (ujian dunia yang melenakan). Dimana kita tahu, bahwa tantangan hidup itu sangat berat. Tantangan hidup sekarang ini serba sulit. Inilah yang menimbulkan perang antara lahir dan bathin. Sehingga kita terkadang tidak bersabar dalam bertawakkal.
Sejauh mana hubungan antara ikhtiar dan tawakkal itu?
Hubungan ikhtiar dengan tawakkal adalah hubungan yang tidak bisa dipisahkan antara keduanya. Karena seperti kita ketahui, di dalam al-Qur’an itu sendiri banyak penjelasan tentang perintah untuk berusaha atau beramal. Seperti dalam surat at-Taubah ayat 105, “Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan hal ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” Hal ini menggambarkan betapa pentingnya ikhtiar seseorang dalam usaha-usaha lahiriah/duniawi. Usaha-usaha tersebut, jika disertai dengan tawakkal akan memudahkannya kita untuk meraih surga. Dan jika dikaitkan dengan qadha dan qadar, berusaha itu memang harus. Tetapi masalah takdir, jelas itu kuasa Allah. kita hanya bisa berusaha dan bertawakkal. Jadi jelas, sangat erat sekali hubungan antara ikhtiar dengan tawakkal.
Kenapa manusia harus bertawakkal kepada Allah?
Karena segala sesuatu itu adalah milik Allah. Hasbunallah wanni’malwakiil. Yang mentakdirkan apa yang akan terjadi di muka bumi ini adalah Allah. Baik rezeki ataupun kesembuhan dari penyakit. Makanya kalau kita hanya mengandalkan usaha lahiriah kepada sesama makhluk Allah seperti manusia, maka itu bertentangan dengan akidah Islam.
Orang yang kaya itu sama dengan kita, yang memberikan kekayaan kepadanya adalah Allah . Begitu juga dengan kita, yang memberikan rezeki kepada kita juga Allah. Kenapa kadang- kadang manusia mengandalkan usaha kepada sesama manusia. Manusia itu kan seratus persen tidak mengetahui apa yang terjadi satu menit setelah dia berusaha. Adakah dari kita, yang bisa mengetahui apa yang kita usahakan dan kita ikhtiarkan, lantas dapat langsung kita ketahui hasilnya? Kan enggak ada yang tahu itu. Semuanya abstrak.
Nah itulah sebabnya, kita ini berkewajiban untuk berserah diri hanya kepada Allah saja. Orang yang berserah diri kepada Allah, kehidupannya jelas akan mulia, baik di dunia ataupun di akhirat. Maka oleh Allah, orang yang berserah diri itu dicintai oleh-Nya. Innalliaha yuhibbul mutawakillin Allah sangat mencintai orang yang bertawakkal. Kalau kita sudah dicintai Allah, jelas Allah tidak akan murka kepada kita dan apa yang kita minta pasti diberikan.
Bagaimana prosesnya seseorang itu bisa sampai kepada tawakkal yang sangat total kepada Allah ?
Memang harus latihan. Saya sendiri bukan termasuk orang yang bisa bertawakkal dengan yang sebenar-benarnya. Pertama kali yang saya bangun dalam proses menuju sikap tawakkal adalah membangun keyakinan. Keyakinan yang sebenarnya kepada Allah. Bahwa Allah adalah dzat yang satu yang esa. Artinya Allah itu berbuat tidak di interfensi oleh pihak lain dalam menentukan segala yang akan diciptakannya di dunia ini. Kemudian saya meyakini, bahwa Allah memiliki nama-nama yang baik. Yang mana nama-nama itu mengandung sifat. Kalau Allah punya nama Arrahman maka Allah Maha Kasih yang kasihnya tak pilih kasih. Siapapun akan diberi. Kalau si A diberi kekayaan rejeki oleh Allah, dan dia makhluk Allah, saya punya keyakinan, kalau saya mohon kepada Allah pasti juga akan diberikan. Dan sayapun meyakini, ketika Allah mengatakan “ud’uuni astajiblakum-mintalah kamu kepada Aku niscaya Aku akan berikan kepadamu.” Pasti Allah akan menepatinya. Kalau kita yakin seratus persen, Allah pasti akan memberikan jawaban atas permohonan yang kita panjatkan.
Apakah Anda punya pengalaman tentang hal ini?
Begini, pada saat tahun 2003 saya berniat berangkat haji. Sebelum berangkat haji, saya bilang sama istri saya, “Mi, Abah mau berangkat haji. Umi ridha gak?” “Oh, ridho,” katanya. “Tapi saya berangkat sendirian.” jelas saya kemudian. “Yah gak apa-apa,” tegas istri saya. Nah, akhirnya saya mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Ketika uang sudah terkumpul sampai sekitar 11 juta, dan akan disetor ke Bank Syariah. Ternyata istri saya kepingin ikut. Saya agak bingung, namun semua saya serahkan kepada Allah.
Akhirnya saya berinisiatif, agar saya dan istri saya bisa berangkat bersama menunaikan ibadah haji. Saya kemudian mengalah. Uang itu saya infakkan kepada istri untuk disetorkan ke bank untuk ongkos menunaikan ibadah haji. Kalau saya niatkan berinfak. pasti Allah juga akan memberikan balasan kepada saya. Ketika saya berinfak, saya niatkan kepada Allah dan saya mohon kepada Allah. Ya Allah. sebelum saya mengatakan hal ini, Kau pasti Maha Mengetahui apa yang ada di hati saya. Saya ngomong sendiri di hadapan Allah. Keinginan saya untuk pergi haji saya sampaikan. Ternyata, dalam masa 3 bulan kemudian, saya bisa setor untuk 2 orang Allahu Akbar. Keyakinan seperti inilah yang harus kita bangun.
Sampai kapan seseorang itu harus terus bertawakkal. Setelah dia bekerja siang malam tapi kehidupannya masih terus segitu saja atau ke rumah sakit bertahun- tahun tapi juga masih belum sembuh penyakitnya?
Jadi begini, di samping semua peristiwa itu, pasti ada maslahah (kebaikan) yang luar biasa. Makanya begini yah, ni’mat itu bisa saja bukan menjadi ni’mat. Ni’mat itu bisa juga mengakibatkan adzab dari Allah, jika orang itu tidak bisa menggunakan ni’mat Allah sebagaimana yang diharapkan oleh Allah. Begitu juga ujian semisal penyakit, itu bukan suatu adzab sebenarnya. Jika kita bisa bersabar, malah bisa meningkatkan keimanan kita. Kalau orang sudah ikhtiar berobat ke mana-mana itu bukan adzab. Kan hikmahnya banyak selama kita menderita sakit. Ya mungkin Allah masih mencintai dia. Mungkin Allah masih mengharapkan tobatnya dia. Mungkin juga Allah masih mengharapkan dengungan lantunan doanya, sehingga Allah belum memberikan kesembuhan. Itu semuanya mengandung manfaat dan mengandung maslahah bagi orang itu dan orang itu harus yakin bahwa Allah mencintai dia. Berarti tawakkal itu tidak ada batasannya Batasnya kalau kita sudah mati. Karena kalau kita sudah menghadapi kematian artinya ruh kita sudah lepas dari badan kita, kita tidak berkewajiban untuk betwakal lagi. Tawakkal itu selama kita hidup di dunia saja.
Bagaimana ciri-ciri orang yang telah bertawakkal?
Ciri-ciri orang yang bertawakkal ini dalam menghadapi suatu ujian, dia tidak pernah berkeluh kesah. Jika mendapat ni’mat dia bisa mensyukuri, jika diuji oleh Allah dia sabar. Tidak ada keluh kesah dalam dirinya, serta tidak mengadukan hal itu kepada yang lain. Intinya orang yang bertawakkal tidak pernah berkeluh kesah. Dia ridho, dia senang atas penderitaan atau atas semua kejadian yang dia alami.
Pesan Anda untuk kaum muslimin terkait dalam masalah tawakkal?