Dia adalah Ummu Abdullah Al- Qurasyiyah At-Tamiyah putri dari seorang laki-laki yang pertama masuk Islam setelah Rasulullah, penghulu kaum muslimin yakni Abu Bakar Ash Shiddiq RA, sedangkan ibunya bernama Qatilah binti Abdul Uzza Al-Amiriyah.
Asma’ adalah ibu dari shahabat seorang pejuang yang bernama Abdullah bin Zubeir. Asma’ adalah saudari dari Ummul Mukminin Aisyah RA, yang mana Asma’ lebih tua belasan tahun daripada ‘Aisyah. Asma’ adalah wanita Muhajirah yang paling akhir wafat. Asma’ masuk Islam setelah ada tujuh orang masuk Islam. Asma’ berjanji setia kepada Nabi dan beriman kepadanya dengan iman yang amat kuat.
Adapun Asma’ dipanggil dengan “Dzatun Nithagain” (pemilik dua ikat pinggang), karena Asma’ pernah membelah ikat pinggangnya menjadi dua untuk mempermudah baginya dalam membawa dan menyembunyikan makanan dan minuman yang akan ia kirim ke gua Tsur setiap sore untuk Rasulullah tatkala Rasulullah hijrah. Manakala Rasulullah, melihat apa yang dilakukan Asma’ terhadap ikat pinggangnya tersebut, maka Rasulullah memberi julukan kepadanya “Dzatun Nithagain“
Ketika Rasulullah, berhijrah dari Mekkah menuju Madinah dengan ditemani Abu Bakar dengan membawa seluruh hartanya yang berjumlah 5.000 atau 6.000 dinar, maka datanglah kakeknya yang bernama Abu Quhafah yang telah hilang penglihatannya seraya berkata: “Sesungguhnya Abu Bakar itu hendak mencelaka kalian dengan membawa seluruh harta dan jiwanya. Maka tiadalah yang diperbuat oleh seorang gadis yang suci yang pemberani tersebut melainkan berkata: Jangan begitu Ayahanda telah meninggalkan harta bagi kita, harta yang baik dan banyak. Kemudian Asma’ mengambil batu-batu dan diletakannya di lubang dinding, lalu ia tutupi dengan kain dan ia pegang tangan kakeknya pada kain tersebut sambil berkata: “Inilah yang Ayahanda tinggalkan buat kita. Abu Quhafah berkata: Jika dia telah meninggalkan bagi kalian barang-barang ini, ya sudah” Dengan Hal itu Asma’ telah meredam kemaharan kakeknya, menenangkan fikiran dan menentramkan hatinya.
Tugas yang dilakukan oleh Asma’ binti Abu Bakar, dalam mempersiapkan bekal perjalanan dan mensuplai makanan, kita dapatkan suatu gambaran dan sosok kepribadian yang harus diwujudkan oleh para pemuda muslim yang berjuang di jalan Allah demi merealisasikan prinsip- prinsip Islam dan menegakkan masyarakat Islam. Kegiatan yang dilakukannya tidak hanya terbatas pada ritual-ritual peribadatan, tetapi harus mengerahkan segenap potensi dan seluruh kegiatannya untuk perjuangan Islam. Itulah ciri khas pemuda dalam kehidupan Islam dan kaum Muslimin pada setiap masa. Perhatikanlah, orang- orang yang ada di sekitar Nabi SAW. Pada masa dakwah dan jihadnya, sebagian besar terdiri dari para pemuda yang masih belia. Mereka tidak tangung-tanggung dalam memobilisasikan segenap potensi demi membela dan menegakkan masyarakatnya.
Tidak lama kemudian Asma’ menyusul ke negeri hijrah dan disanalah Asma’ melahirkan Abdullah, anak pertama yang dilahirkan dalam Islam. Sungguh Asma’ telah memberikan contoh hidup dan taladan yang baik dalam hal sabar menghadapi kesulitan hidup dan serba kekurangan, senantiasa berusaha taat kepada suami dan menjaga keridhaan suaminya. Telah disebutkan dalam hadits yang shahih Asma’ berkata:
“Zubeir menikahiku sedangkan dia tidak memiliki apa-apa kecuali kudanya. Akulah yang mengurusnya dan memberinya makan, dan aku pula yang mengairi pohon kurma, mencari air dan membuat adonan roti. Aku juga yang megusung kurma yang dipotong oleh Rasulullah, dari tanahnya Zubeir yang aku usung di atas kepalaku sejauh dua pertiga farsakh (kira-kira 2 km). Pada suatu hari tatkala aku sedang mengusung kurma di atas kepalaku, aku bertemu dengan Rasulullah, bersama seseorang. Rasulullah bersabda, “Ikh…ikh…” (ucapan untuk menghentikan kendaraan) dengan maksud agar aku naik kendaraan di belakangnya, namun aku merasa malu dan aku ingat Zubeir dan rasa cemburuannya, maka Rasulullah, berlalu. Tatkala aku sampai di rumah, aku kabarkan hal itu kepada Zubeir, lalu dia berkata:” Demi Allah engkau mengusung kurma tersebut lebih berat bagiku dari pada engkau mengendarai kendaraan bersama Rasulullah.” Kemudian Asma’ berkata:” Sampai akhirnya Abu Bakar mengirim pembantu setelah itu, sehingga aku merasa cukup untuk mengurusi kuda, seakan-akan dia telah membebaskanku.”
Setelah semua kesabaran itu, hasilnya adalah Asma’ dan suaminya mendapatkan banyak nikmat, akan tetapi Asma’ tidak sombong dengan kekayaannya. Bahkan Asma’ adalah seorang yang dermawan dan pemurah serta tidak suka menyimpan sesuatu untuk besok. Apabila sakit, Asma’ menunggu hingga sembuh kemudian ia memerdekakan semua budak yang dimiliki serta berkata kepada anak-anaknya, “Berinfaklah dan bersedekahlah dan janganlah kalian menunggu banyaknya harta.”
Asma’ adalah seorang wanita pemberani tidak takut celaan dari orang yang suka mencela di jalan Allah. Asma juga menyertai kaum muslimin dalam Perang Yarmuk dan Asma’ berperang sebagaimana layaknya para pejuang. Tatkala banyaknya pencuri di Madinah pada masa Sa’id bin Ash. Asma’ mengambil pisau dan diletakkan di bawah kepalanya. Tatkala Asma’ ditanya, apa yang akan perbuat dengan pisau itu? Asma’ menjawab, “apabila ada pencuri masuk ke rumahku, maka akan aku robek perutnya.”
Asma’ wafat di Makkah beberapa hari setelah terbunuhnya putra tercintanya, Abdullah sebagaimana yang sebutkan oleh Ibnu Sa’ad. Adapun terbunuhnya Abdullah pada tanggal 17 Jumadil ‘Ula tahun 73 Hijriah. Tak ada satupun giginya yang telah tanggal, akalnyapun masih jernih dan belum pikun, padahal Asma’ telah berumur seratus tahun.
Semoga Allah merahmati Asma Binti Abu Bakar yang telah membantu Rasulullah, dan ayahanda tercintanya untuk berhijrah ke Yastrib. Asma’ adalah teladan yang bisa menjadi contoh para muslimah dalam membantu memperjuangkan tegaknya peradaban Islam, namun juga tetap berhasil dalam kehidupan rumah tangganya, terutama dalam mengurus anak dan suaminya tercinta.
Sudah menjadi Sunnatullah di alam semesta ini, bahwa kekuatan moral yang tercermin pada aqidah yang benar dan agama yang lurus, merupakan pelindung bagi tegaknya peradaban Islam. Karena itu. Allah mensyariatkan prinsip berkorban dengan harta dan tanah air demi mempertahankan aqidah dan agama manakala diperlukan. Dengan pengorbanan ini, sebenarnya kaum muslimin telah memelihara harta, negara dan kehidupan mereka untuk membangun peradaban Islam tersebut. Hal itulah yang tercermin dalam kehidupan dan pengorbanan seorang sosok muslimah yang bernama Asma’ Binti Abu Bakar.