Awas! Virus Kesialan

Hidup di jaman modern seperti sekarang ini, tak berarti sepi dari keganjilan yang menggelikan. Salah satunya adalah masih suburnya keyakinan akan kesialan di masyarakat. Bahkan, apa saja bisa jadi kambing hitam kesialan. Aneh!

Seorang perempuan muda, dengan berat berkisah. Betapa ia harus memutuskan untuk tidak lagi mengenakan pakaian yang menutup aurat. Pakaian yang diajarkan oleh Islam untuk dipakai sebagai sebentuk penghormatan, penghargaan akan jati diri, dan apresiasi penghormatan bagi seorang muslimah. Tentu intinya adalah menjalankan perintah Allah dalam soal pakaian itu. Perempuan itu merasa betapa selama ini terlalu banyak kesialan yang ia alami. Memang ia tidak secara verbal menyebut pakaian penutup aurat itulah pembawa sial. Tetapi dalam kerangka keseluruhan, ia menjelaskan, bahwa pilihan hidup yang ia ambil selama ini (tentu termasuk untuk menjadi muslimah dengan pakaian menutup aurat) ia rasakan begitu banyak mendatangkan kesialan. Menyedihkan, sungguh.

Keyakinan akan kesialan, dalam hukum Islam, dimasukkan dalam istilah thiyaroh atau tathayyur. Dari kata thoir, yang berarti burung. Yaitu keyakinan sebagian orang yang merasa akan menemui kesialan, apabila melihat burung tertentu, dengan warna tertentu.

Menurut Ibnu Hajar Al- Asqalani, dalam kitabnya Fathul Bari, kebiasaan tathayyur itu merupakan tradisi orang-orang jahiliyah. Dahulu, mereka punya kebiasaan buruk, yaitu mengandalkan keputusan yang akan ia ambil pada hari hari mereka dengan menyandarkanya kepada burung. Bila begitu keluar rumah ia melihat burung terbang ke kanan, maka ia menganggap itu pertanda baik. Mereka pun melanjutkan niatnya untuk keluar rumah, bepergian atau apa saja yang ia sudah rencanakan. Segalanya ia lakukan dengan penuh optimisme. Tetapi bila ia melihat burung itu terbang ke arah kiri, maka ia pun menganggap itu adalah hari sial. la pun mengurungkan niatnya untuk bepergian. Atau mengurungkan niatnya untuk melakukan sesuatu yang telah ia rencanakan dengan penuh kekhawatiran akan kesialan. Tetapi perasaan dan keyakinan akan sial itu, tidak saja didasarkan kepada soal burung. Maka thiyaroh atau tathayyur, atau keyakinan akan kesialan, juga berlaku untuk perasaan akan sial, berdasar persepsi yang digantungkan kepada apa saja, tidak mesti burung.

Sesudah Islam datang, tradisi dan keyakinan seperti itu diharamkan. Sebab, keyakinan seperti itu, merusak aqidah, menodai tauhid. “Semua itu adalah bualan yang berlebihan dan sama sekali tidak ada landasannya. Sebab burung- burung itu tidak bisa berbicara, tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sehingga kenihilan itu tidak mungkin dijadikan dasar penilaian dan keputusan. Oleh karena itu, mengambil pijakan dari sesuatu yang nihil adalah kebodohan.” tambah Ibnu Hajar.

Tetapi perilaku tathayyur masih saja terjadi di kalangan masyarakat modern. Bahkan, cantelan untuk mengukur keberuntungan dan kesialan itu bisa bermacam- macam. Begitu banyak variasi dan macam yang diyakini orang-orang masa kini tentang hal-hal yang membawa sial. Ada yang merasa sial dari sisi tata letak kamarnya, arah rumahnya atau arah dapurnya. Ada yang merasa sial dengan warna mobilnya. Ada yang merasa sial karena jabatan barunya. Ada yang merasa sial karena tokonya pindah tempat. Begitu seterusnya. Rupanya, kemajuan peradaban secara materi, tidak serta merta mengantarkan orang kepada kearifan bertindak.

Sesungguhnya persepsi yang keliru tentang kesialan, tidak saja melahirkan kerusakan pada aqidah dan keyakinan. Tetapi secara sosilogis, perasaan akan kesialan yang tak berdasar itu, sejujurnya menimbulkan budaya hidup yang sangat tidak sehat. Ujung-ujungnya, para dukun pun semakin laris. Orang sangat rela mengeluarkan berjuta rupiah, hanya untuk memastikan bahwa ia benar-benar terjauh dari kesialan.

Bila kita mengalami kondisi yang tidak menyenangkan, kita tidak boleh mengurainya dari sudut kesialan yang salah kaprah. Tidak saja kerugian dari sisi aqidah yang kita dapatkan, tapi juga kerugian secara kemanusian, keguncangam jiwa, bahkan mungkin kerugian finansial. Seperti ironi seorang perempuan muda di atas. Jadi, jangan pernah merasa sial, atas apapun yang diberikan Allah kepada kita.

 

 

 

Ghoib Edisi 35 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN