Assalamu’alaikum
Ada beberapa masalah yang akan saya tanyakan kepada ustadz, dan sebelumnya saya haturkan banyak-banyak terima kasih.
Bagaimana metode dzikir yang ustadz Junaidi dan tim ruqyah lakukan, bisakah saya melakukannya?
Menurut edisi yang lalu bahwa karamah tidak bisa dipelajari apalagi di transfer atau didemonstrasikan berulangkali. Bagaimana dengan kejadian yang sering terjadi di kantor majalah ghoib, apakah termasuk karamah?
Wassalam
Zuhri. Ckr. Pdg
Jawaban
Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh, saudara Zuhri yang kami hormati serta segenap pembaca yang mudah- mudahan selalu dalam lindungan Allah swt. Kami merasakan begitu tulus dan nampak sederhana dari pertanyaan saudara, namun hakikatnya bagi kami sangatlah penting dan perlu untuk disampaikan kepada khalayak umat, betapa masih banyak diantara saudara kita seiman dan seislam yang belum memahami amalan-amalan dzikir yang diajarkan oleh Rosulullah kepada kita sehingga sering kita jumpai di masyarakat tentang adanya dzikir-dzikir serta fadhilah-fadhilah (keutamaannya). Akan tetapi hal tersebut tidak ada dalilnya baik dari Al-Qur’an atau sunnah yang menganjurkannya.
Saudara Zuhri dan pembaca yang budiman, sesungguhnya dzikrullah itu membuat hidup semakin hidup dan yang lebih dari itu semua yaitu; ia dapat menyambungkan hati dengan Allah. Maka terpeliharalah ia dalam naungan keridhoan Allah dalam keadaan damai dan tentram. Seseorang yang selalu berdzikir kepada Allah baik dengan lisannya dan hatinya, dalam sepi atau keramaian pasti langkah-langkah hidupnya akan selalu mendapat pancaran cahaya Ilahi yang terang benderang tentu Allah juga akan melindunginya dari tipu daya syetan dan bisikannya.
Berdzikir secara umum sangat dianjurkan didalam islam, tidak ada seorangpun umat islam baik dari kalangan ulama’ ataupun awamnya yang menyangkal akan syariat berdzikir. Sangat banyak ayat-ayat al Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang memerintahkan supaya kita memperbanyak dzikir serta keutamaan-keutamaannya. Didalam kitab Riyadussholihin Imam Nawawi menyebutkan sedikitnya tujuh ayat dan tigapuluh enam hadits tentang perintah untuk berdzikir. Diantara ayat- ayat tersebut adalah firman Allah:
فَادْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (Al- Baqarah:152)
Dzikir dalam pengertian bahasa berarti banyak menyebut atau membaca wirid-wirid yang telah diajarkan dalam syara’, dari sisi inilah yang barangkali yang ditanyakan oleh saudara Zuhri. Karena secara umum menurut para ulama’ dzikir itu adalah semua amalan baik yang diniatkan semata-mata karena Allah a’ala (lillahi ta’ala) baik amalan lisan atau amalan anggota badan yang lainnya, seperti membaca al Qur’an, menuntut ilmu, shodaqoh, membantu orang miskin dan sebagainya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Said bin Jubair dan beberapa ulama’ lainnya bahwa fadhilah (keutamaan) dzikir tidak terbatas hanya pada tasbih, tahlil, tahmid, takbir, dan yang semisal dengan itu saja, tetapi setiap orang yang beramal karena Allah adalah orang yang berdzikir kepada-Nya (terjemah Al Adzkar hal 22).
Dengan demikian dzikir begitu juga do’a dalam syariat Islam sangatlah luas pembahasannya, karena dari bangun tidur sampai tidur kembali ada dzikir dan do’anya, dari masuk masjid sampai masuk kamar mandi ada bacaan dzikir maupun do’anya, jadi intinya seyogyanya setiap gerak gerik dan tarikan nafas kita selalu ingat Allah dalam kondisi senang atau sedih, suci ataupun berhadats.
Sebelum kita lanjutkan pada amalan yang dilakukan oleh team ruqyah, saya sebut disini team ruqyah bukan dimaksudkan untuk riya’ atau sum’ah, ini hanya semata- mata karena menjawab pertanyaan. Kita juga harus menyampaikan kebenaran yang kita yakini, jangan sampai kita meninggalkan kewajiban atau sunnah- sunnah Rasul karena takut riya. Karena meninggalkan amal karena manusia itu juga riya’.
Supaya tidak ada ‘diskriminasi’ atau ‘kultus’ pada penulis kitab atau penyusun wirid-wirid atau bacaan- bacaan dzikir tertentu, maka yang wajib kita perhatikan adalah keshohihan riwayat lafazd-lafazd dzikir tersebut dan tata caranya (adabnya). Apabila shohih maka mari kita amalkan namun apabila tidak shohih kita tinggalkan. Agar terhindar dari amalan bid’ah sebab amalan yang bid’ah tidak diterima oleh Allah. Rasulullah saw bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَاهَذَا مَاليْسَ مِنْهُ فَهُوَرَدٌ
“Barang siapa membuat suatu perkara baru pada urusan agama kami yang bukan termasuk darinya maka ia tertolak. (HR. Bukhori dan Muslim).
Jadi, dzikir yang kami pakai adalah dzikir-dzikir yang ada dalil shahihnya.
Selain masalah ittiba’ ini harus diperhatikan juga tentang keikhlasan dan keyakinan yang kuat akan kemanjuran apa yang kita baca, hal ini khususnya ketika meruqyah karena pengaruhnya akan berbeda satu orang dengan yang lainnya disebabkan kekuatan, keyakinan dan kemauan yang keras dari pengamalnya. Maka jika ada suatu obat yang tidak ada pengaruhnya pada suatu penyakit, hal itu karena disebabkan lemahnya keyakinan pelakunya atau karena tidak cocok memakai cara tersebut. Atau ada pengaruh lain yang lebih kuat sehingga dapat mempengaruhi kemanjuran obat tersebut. Dengan demikian setiap orang yang menggunakan obat menurut dosisnya, maka akan berpengaruh sesuai dosis yang telah diberikan. Sama halnya orang yang meruqyah jika ia telah membacakannya sesuai dosis yang ada serta keyakinannya kuat maka ruqyah tersebut akan berpengaruh sesuai dosis yang telah diberikan.
Sedangkan masalah ruqyah yang mampu mengobati berbagai kasus jin, itu bukan karamah tetapi itu doa biasa yang bisa dipelajari setiap muslim. Wallahu Alam.
Dijawab oleh Ust. Achmad Junaedi, Lc. M.Hi
Ghoib, Edisi No. 16 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M