Belajar Ilmu, Mengikis Taklid

ILMU ADALAH pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis (Kamus Umum Bahasa Indonesia: 528). Abu Bakar Jabir al-Jazairi membagi ilmu menjadi tiga macam. Ilmu syari’at (agama), ilmu alam (kosmologi) dan ilmu matematika (exact). Dan tiga macam disiplin ilmu tersebut mengandung banyak ragam jenis ilmu di dalamnya. (Ilmu dan Ulama: 8).

Dan yang akan kita bahas dalam kajian utama edisi ini adalah ilmu syari’at serta keutamaan pemilik dan pelakunya dalam menghadapi tipudaya syetan di dunia ini. Yang dimaksud dari ilmu syari’at adalah ilmu yang dibawa oleh syari’at Islam dan pemeluknya diperintahkan untuk mengetahui dan mempelajarinya, lalu mengaplikasikannya dalam keyakinan, perkataan, perbuatan dan etika (sebagai landasan moral).

Karena dengan ilmu syari’at, umat (manusia) akan mempunyai kepribadian yang unggul dengan bekal teori dan praktik, sehingga ia sukses menggapai kebahagian hidup di dunia maupun di akhirat kelak. Allah juga telah mengirim dan mengutus para nabi dan rasul untuk menjadi panduan hidup bagi hamba-Nya, agar tidak salah dalam memahami dan menerapkan ajaran yang diturunkan-Nya.

Islam mewajibkan umatnya untuk belajar dan belajar. Al-Qur’an menegaskan, “Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang- orang yang mempunyai ilmu.” (QS.al-Mujadilah: 11). Di ayat lain, “Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. az-Zumar: 9).

Islam sangat memerangi kebodohan dan juga membenci pelakunya. Entah itu kebodohan yang disebabkan pelakunya enggan belajar atau malas. Atau kebodohan yang disebabkan terjebaknya si pelaku dalam kubangan taklid buta (hanya ikut dan meniru). la tidak mau tahu apakah yang ditiru itu benar atau salah.

Allah mencela tindakan taklid, apalagi kalau taklid itu menyeret pelakunya ke dalam kemaksiatan dan kesyirikan. “Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul’ Mereka menjawab, ‘Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya’. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa, dan tidak (pula) mendapat petunjuk.” (QS. al-Maidah: 104).

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berpesan kepada kita. “Janganlah kamu bertaklid dalam masalah agama kepada seseorang. Karena jika orang itu beriman, maka kamu ikut beriman. Tapi jika orang tersebut kufur, maka kamu pun ikut kufur.” (Ilmu dan Ulama’: 231)

Semoga kajian kita kali ini bisa menambah semangat kita untuk terus belajar, menggali ilmu agama dari sumbernya langsung. Bukan bersumber dari katanya, atau tradisi yang telah ada. Sehingga kita punya filter untuk menyaring prilaku dan tradisi yang ada di sekitar kita. Lalu memelihara dan melestarikan yang sesuai dengan syari’at Islam, dan meninggalkan apa yang menyimpang darinya.

Semoga kita termasuk orang. “Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. az-Zumar: 18).
Selamat membaca…!
Ghoib, Edisi No. 59 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN