Hari lahir saya menurut hitungan Jawa katanya cocok untuk mempelajari suatu jenis ilmu tertentu. Karena itulah Uwak saya mengajarkan ilmu sihir kepada saya dan dua orang sepupu saya lainnya. Kejadiannya berlangsung pada saat saya duduk di bangku kelas dua SMP. Saya belajar ilmu sihir secara diam-diam.
Pada tahap awal, saya sudah menguasai ilmu ‘Qulhu Geni. Satu jenis ilmu yang bisa menghanguskan benda apa saja dengan sekali pukul. Biasanya saya menggunakan pepohonan sebagai sasaran pukulan. Pohon itu pun meranggas.
Menginjak kelas 1 SMA kami sekeluarga pindah ke Tangerang. Perpindahan yang membawa perubahan besar dalam diri saya. Saya mulai aktif di kegiatan keislaman di sekolah. Satu hal yang membuat saya menjadi bimbang atas langkah yang saya tempuh selama ini. Hal ini tidak terlepas dari mantra mantra yang diajarkan oleh Uwak ternyata bertentangan dengan akidah. Karena mantra-mantra sihir itu menggunakan potongan ayat al-Qur’an yang disambung dengan bahasa Jawa, Sunda atau terkadang bahasa Bali.
Saya gelisah. Apa yang saya pelajari selama ini termasuk dosa besar yang bisa membatalkan keislaman saya. Tapi untuk keluar begitu saja dari perguruan saya masih belum berani. Setahun lamanya, saya hidup dalam tekanan batin yang hebat.
Barulah setelah naik ke kelas dua, saya menyatakan berhenti total dari perguruan ilmu sihir. Bercak-bercak noda itu harus segera dihapus. Untuk itu, saya sering berdiam diri di masjid. Waktu senggang saya, sering saya isi dengan membaca al-Qur’an serta mengikuti kajian keislaman. Hal ini terus berlangsung hingga lulus SMA dan perguruan tinggi. Satu kebiasaan yang terus berlangsung hingga sekarang.