Perbedaan agama antara anak dan orangtua bisa terjadi kapan pun dan di mana saja. Perbedaan agama yang membawa implikasi ketidak harmonisan hubungan antara mereka. Suatu ekses yang sulit dihindari, memang Tapi haruskah hal itu terjadi? Tentu saja tidak. Karena hidayah adalah satu masalah tersendiri, sedang berbakti kepada orangtua adalah masalah lain.
Dua masalah yang bisa dibedakan dan disikapi dengan cara yang juga berbeda. “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu. mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku…” (QS. Al-Isra’: 13). Itulah solusi yang diberikan Islam.
Agar niatan untuk berbakti kepada orangtua yang berbeda agama tidak melanggar syar’i, maka ikuti beberapa ketentuan berikut.
- Tetap berbakti walau berbeda agama
Pergolakan batin seorang anak yang ingin berbakti kepada orangtuanya juga dialami oleh seorang sahabat yang bernama Saad bin Malik. Yang terkenal sebagai anak yang patuh dan taat kepada orangtua.
Saad bin Malik adalah tipe seorang anak yang tidak berani membantah perkataan orangtuanya. Suatu kebiasaan baik yang telah berjalan bertahun-tahun. la sadar bahwa ia bukanlah siapa siapa tanpa bimbingan dan kasih sayang orangtuanya. Hingga tibalah suatu saat, Allah membuka pintu hatinya. Satu kenyataan yang membuat ibunya membuka front permusuhan baru kepada anak kesayangannya
Saad bin Malik masuk Islam, sementara ibunya tetap tidak bergeming dari agama nenek moyangnya. Perempuan yang sudah tua itu tidak mau menerima perubahan. Berbagai cara dia tempuh untuk mengembalikan Saad kepada agamanya yang dulu. Tapi Saad bukan pemuda sembarangan. la adalah seorang pemuda yang teguh memegang prinsip. la tetap tidak mau murtad. Hingga sang ibu mengambil sikap tegas.
la mengancam anaknya, “Saad, kamu harus kembali kepada agamamu yang dulu. Bila tidak, maka saya tidak akan makan dan minum sampai mati. Kamu akan dianggap sebagai anak durhaka yang menyebabkan kematian ibunya, dan mendapat julukan sebagai pembunuh ibunya.”
Sang ibu membuktikan ancamannya. Sehari semalam ia tidak kemasukan sesuap nasi dan setetes air. Sebagai seorang anak yang berbakti, hati Saad sangat sedih. la membujuk ibunya agar mau makan. Tapi ibunya menjawabnya dengan tidak menyentuh makanan dan minuman pada hari berikutnya. Badannya yang sudah tua itu semakin lemah dan tidak berdaya.
Tapi Saad, memang bukan anak sembarangan. la tahu bahwa orangtuanya hanyalah manusia biasa. Yang bisa salah dan bisa benar. Kepatuhan kepada orang yang terang-terangan salah, jelas tidak dibenarkan. Apalagi bila harus mengorbankan akidah.
Dengan tutur kata yang halus, ia berkata kepada ibunya, “Ketahuilah, meski ibu memiliki seratus nyawa, lalu keluar satu persatu di hadapan saya, agar saya keluar dari Islam, maka hal itu tidak akan terjadi. Sekarang terserah ibu, mau makan atau tidak.”
Keteguhan dan kegigihan Saad memegang prinsip berbuah manis. Ibunya luruh dan mau makan. Saad telah memetik dua kemenangan sekaligus. Kemenangan mempertahankan keyakinan dan kemenangan sebagai seorang anak yang tetap berbakti kepada ibunya, selama tidak melanggar perintah Allah. (Tafsir Ibnu Katsir 3/450)
Perjalanan hidup Saad mengajarkan kepada kita, bagaimana seharusnya seorang anak berbakti kepada kedua orangtuanya. Meski berbeda keyakinan.
- Mengajak orangtua masuk Islam
Bila pintu hidayah masih belum terbuka. Dan orangtua kita masih belum memeluk agama Islam, maka sebagai seorang anak yang baik kita tidak boleh berputus asa untuk mendakwainya. Tidak ada kata menyerah, bila semuanya demi meraih kebahagiaan yang hakiki. Untuk orangtua kita, orang yang paling kita sayangi.
Banyak hal bisa ditempuh. Dengan selalu menuruti perintah orangtua selama tidak melanggar agama misalnya. Di sela-sela kebersamaan dengan mereka, kita bisa memanfaatkannya untuk berdakwah. Menunjukkan keutamaan ajaran Islam bukan sekadar kata-kata tapi nampak dalam perbuatan.
Pada kesempatan yang lain, kita bisa meminta saudara-saudara seiman kita untuk turut serta membantu. Baik dengan saran atau pun doa. Barangkali doa dari saudara-saudara yang seiman itu nantinya dikabulkan Allah.
Beginilah dahulu Abu Hurairah mengislamkan ibunya. Berbagai langkah yang ditempuhnya masih belum menuai hasil hingga akhirnya ia menemui Rasulullah dan memintanya berdoa agar ibunya masuk Islam.
- Tetap memohon ampun kepada Allah untuk orangtua selama masih hidup
Kita memang tidak bisa berbuat apa-apa, bila hidayah Allah tak kunjung datang. Tapi setidaknya, tugas sebagai seorang anak telah kita jalankan. Dan pada akhirnya masalah hidayah hanyalah di tangan Allah.
Tapi jangan lupa, masih ada satu langkah yang bisa kita lakukan selama kesempatan masih terbuka. Ya, dengan cara berdoa semoga Allah mengampuni dosa orangtua atas keengganan mereka memeluk agama Islam. Artinya, selama orangtua masih hidup jangan pernah bosan meminta ampunan kepada Allah atas keengganan nya untuk memeluk Islam. Itulah yang dilakukan nabi Ibrahim selama ayahnya masih hidup.
Kesempatan untuk beristighfar kepada orangtua yang tidak memeluk Islam dengan sendirinya berakhir seiring dengan tutup usianya mereka. Kini, setelah orangtua meninggal maka sudah tidak ada lagi istighfar kita untuk mereka. Karena hal ini telah dilarang Allah.
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang- orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun mereka itu adalah kaum kerabat, sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam. (QS. At-Taubah: 113)
Gunakan kesempatan dalam kesempitan untuk berbakti kepada orangtua, meski berbeda agama. Asalkan tidak melanggar perintah Allah dan rasul-Nya..
Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M