Berjualan Keripik Untuk Menghidupi 8 Orang Cucu

Hidup senang sambil menimang-nimang cucu, adalah dambaan semua orang yang telah berusia lanjut. Apalagi kalau tabungan di Bank, kelewat cukup untuk bekal hidup sambil memaksimalkan ibadah kepada Allah. Buat Emak Adah, hal itu merupakan impian yang teramat jauh panggang dari api. Di usianya yang sudah renta, Emak Adah harus tetap berjualan untuk menghidupi kedelapan cucu yang sangat dicintainya. Berikut kisahnya.

EMAK sudah tidak ingat, tahun berapa Emak dilahirkan. Usia Emak sekarang kira-kira 70 tahunan. Emak dilahirkan di desa Citugu-Cigombong, Bogor-Jawa Barat. Orangtua Emak dulunya bekerja sebagai petani di desa. Emak hidup dalam keadaan yang sangat prihatin. Emak harus saling berbagi, bersama satu orang kakak dan tiga orang adik dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan ujian itu. Sejak kecil, orangtua sudah mengarahkan Emak untuk belajar agama dengan giat. Setiap pagi Emak pergi ke madrasah untuk belajar ilmu Fiqh dan Tauhid. Sore harinya, Emak pergi ke surau untuk belajar membaca al-Qur’an dan bahasa arab. Pokoknya, hari-hari kecil Emak hingga menjelang remaja di isi dengan belajar dan belajar agama Islam. Mungkin orangtua Emak menginginkan, agar Emak memiliki bekal hidup yang lebih berharga daripada sekadar bekal harta.

Emak menikah pada usia 20 tahun. Agak telat ya? (tersenyum) Orangtua Emak mempunyai syarat khusus kepada anak gadisnya yang akan dinikahkan. Syarat tersebut menurut Emak sangat bagus. Emak baru dinikahkan, bila sudah bisa membaca al-Qur’an dan menulis bahasa Arab. Sampai saat ini, Emak lebih lancar membaca dan menulis dalam bahasa Arab daripada membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia. Bukan Emak tidak cinta pada bahasa sendiri loh. Akan tetapi kondisi pada saat Emak kecil sangat berbeda dengan sekarang. Emak hanya bisa belajar pada madrasah yang berada di sekitar kampung halaman. Kalau agak jauh, orangtua sangat khawatir. Saat itu kampung Emak lebih banyak hamparan pohon karetnya, jadi anak-anak perempuan tidak bisa pergi terlalu jauh. Ditambah lagi kondisi bangsa Indonesia yang baru diambil alih oleh tentara Jepang.

Emak pernah menikah sampai tiga kali. Semuanya meninggal dunia. Dari suami yang terakhir, Emak dikaruniai seorang anak perempuan serta 2 orang anak tiri yang dibawa suami. Semunya Emak urus dengan penuh kasih sayang, tanpa membeda-bedakannya. Setelah suami Emak yang ketiga meninggal dunia. Emak di ajak oleh anak tiri merantau ke Ciranjang-Cianjur. Di sana Emak menetap selama tiga puluh tahun. Selama itu, Emak pernah bekerja sebagai kuli mencari rumput untuk makanan hewan ternak. Di Cianjur, Emak dikaruniai 2 orang cucu dari anak kandung Emak satu-satunya. Karena tidak merasa betah, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke Cigombong. Alhamdulillah, kami bisa mempunyai rumah sederhana- hasil patungan Emak dengan menantu.

Waktu terus bergulir. Emak dikaruniai 8 orang cucu yang lucu-lucu. Hidup Emak bergantung pada menantu yang berdagang keliling dari satu desa ke desa lainnya. Selama dua belas tahun itu, kami hidup dalam kondisi yang pas-pasan. Emak mengisi hari tua dengan mengikuti banyak pengajian di desa serta mendengarkan radio. Kalau Emak mendengarkan ceramah agama di radio. Emak teringat masa kecil, saat dijelaskan tentang Tauhid oleh guru Emak. Kalau dulukan tidak ada radio, bukunya saja masih dari pelepah daun. Sampai sekarang, Emak masih teringat dengan penjelasan tentang sifat- sifat Allah. Maka mustahil Allah tidak ada. Dalilnya bahwa Allah itu yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Ceramah- ceramah inilah yang membuat Emak sangat yakin akan pertolongan Allah kepada Hamba-Nya yang bertaqwa.

Sembilan bulan yang lalu, menantu Emak meninggal dunia. la terkena penyakit darah tinggi. Kami sangat terkejut. Anak saya malah sempat kebingungan. Anak-anaknya masih butuh biaya sekolah. Sedang senang-senangnya jajan. Belum lagi harga barang-barang kebutuhan terus naik. Anak Emak pernah berencana untuk bekerja di luar rumah. Atau menjadi kuli mencuci pakaian milik tetangga. Tetapi Emak katakan kepadanya. Jangan! Kamu harus mengurusi anak- anak, agar mereka menjadi anak-anak yang sholeh. Biarlah Emak yang cari uang. Insya Allah Emak masih kuat. Anak- anak harus diurus langsung oleh ibunya. Mereka masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu secara langsung. Cucu Emak yang terbesar usianya sudah 17 tahun, yang terkecil 2,5 tahun. Emak tidak ingin mereka menjadi anak-anak yang kekurangan kasih sayang. Biarlah kekurangan harta, asal jangan kekurangan iman. (mata Emak Adah meneteskan airmata).

 

BERDAGANG UNTUK MEMBIAYAI KEDELAPAN CUCUNYA

Emak kemudian mencoba berdagang, untuk membantu membiayai kedelapan cucu yang masih kecil-kecil. Setelah ikut pengajian di kampung, Emak mengambil keripik pisang kepada orang lain untuk kemudian dijual secara eceran. Dari siang hingga menjelang malam, Emak berjualan di depan Indomart Mutiara Liddo, Bogor. Istirahat Emak hanya pada waktu sholat saja. Banyak orang yang merasa kasihan sama Emak. Dengan sukarela mereka memberi uang, tapi tidak mengambil keripiknya. Emak mengucapkan terima kasih dan mendoakan, semoga mereka ditambah rezekinya. Untung dari berdagang, sebenarnya sih tidak seberapa. Kadang dapat untung Rp 7000, kadang dapat Rp 15.000 per hari. Keuntungan itu, sebisa mungkin dapat mencukupi untuk makan 10 orang per hari. Sering juga uang keuntungan dagang Emak, habis hanya untuk jajan cucu-cucu saja. Kalau yang memasok tidak membuat keripik. Emak hanya bisa gigit jari. Makan pun seadanya, bahkan sering harus berpuasa.

Banyak kebesaran Allah yang Emak alami selama ini. Coba kalau kita pikir! Mana cukup uang Rp. 15.000 untuk makan 10 orang. Tetapi anehnya, uang itu cukup saja. Tidak tahu darimana asalnya rezeki itu. Dari sisa biaya makan sekeluarga, Emak menabung sedikit demi sedikit. Emak, ingin punya uang terus, untuk biaya ongkos ikut pengajian di Kampung. Syukur- syukur kalau bisa bershodaqoh. Kan kalau minta sama anak tidak mungkin. Yang penting mah, kita sekarang beribadah dengan sekuat tenaga. Pasti Allah akan memberikan jalan keluar. Untuk pendidikan cucu, Emak selalu menekankan pemahaman agama Islam kepada mereka. Untuk belajar membaca al- Qur’an, Emak langsung turun tangan. Setiap subuh Emak mengajarkannya kepada mereka. Emak tidak mampu memasukan mereka ke Pesantren karena biayanya cukup mahal. Alhamdulillah untuk biaya sekolahnya, ada keringanan dari sekolahnya. Semoga mereka tetap sehat dan rajin dalam beribadah.

Sebetulnya Emak sudah capek seperti ini. Apalagi, badan sudah mulai gampang lelah. Untuk berjalan pun harus perlahan. Tapi ya harus bagaimana lagi? Kalau Emak tidak ikhtiar dagang, Emak tidak punya beras, cucu-cucu tidak bisa makan. (Emak Adah mengusap airmatanya). Harapan Emak, semoga kami bisa selamat, baik di dunia maupun di akhirat. Karena dengan selamat dunia akhirat, rezeki pasti akan mengikuti kita. Karena Allah Maha Kaya lagi Maha Pengasih kepada hamba-Nya.
Ghoib, Edisi No. 58 Th. 4/ 1427 H/ 2006  M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN