Ternyata bencana alam yang terjadi di sekitar kita itu bisa mengklasifikasikan manusia sesuai dengan karakter kepribadian yang dimilikinya. Dari bencana yang berentet kejadiannya, dimanakah posisi Anda? Silakan berkaca diri dengan cermin bencana.
Ada beberapa golongan manusia ketika mengalami suatu bencana.
- Golongan yang lurus dan benar-benar mengenal Allah
Mereka itulah orang-orang mukmin sejati. Mereka senantiasa ingat Allah dan selalu membutuhkan-Nya dalam kondisi senang atau susah, lapang atau sempit, suka dan duka, sedang mendapatkan nikmat atau musibah. Ketika dalam keadaan senang, lapang, suka dan dalam kenikmatan mereka bersyukur. Dan menggunakan kenikmatan tersebut sebagai bekal beribadah dan berdakwah di jalan Allah. Sedangkan bila dalam keadaan susah, sempit, duka dan sedang tertimpa musibah mereka bersabar. Dan memanfaatkan kondisinya itu untuk merintih dan mengadu serta berdoa kepada Allah, memohon keteguhan iman dan solusi yang tepat. Dalam munajatnya ia teteskan air mata memohon tetesan rahmat dari Allah yang menciptakannya
- Golongan yang melupakan Allah di saat bahagia, dan ingat Allah seketika bencana tiba
Selama ini banyak orang yang memahami bahwa musibah itu adalah ujan dari Allah, sedangkan kenikmatan itu adalah rahmat dan anugerah dari Allah. Sehingga banyak orang yang lupa daratan saat kesenangan dan kenikmatan datang. Fasilitas yang serba ada membuatnya terlena, kebutuhan yang serba tercukupi membuatnya gelap hati. Padahal Allah telah menyatakan, “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. al-Anbiya’: 35). Dengan adanya bencana, mereka menyadari kelemahan dan keterbatasan serta kekerdilan mereka, tidak ada yang sanggup menolong mereka dalam duka, kecuali Allah yang Maha Perkasa. Siapa yang kembali ke jalan Allah, pasti Allah akan menyambutnya. Siapa yang mau bertaubat, niscaya Allah akan mengampuni dosa dan kesalahannya. Bagi mereka, musibah membawa berkah dan bencana menggiringnya ke pintu surga.
- Golongan yang mengingat Allah saat dalam kesulitan dan kesusahan saja
Mereka inilah jiwa-jiwa yang labil, pendiriannya tidak kuat alias plin-plan. Dan bisa jadi mereka memang tidak punya pendirian, ia melangkah sesuai dengan arah angin berhembus. Sikapnya tergantung pada orang yang ada disekitarnya, dan menyesuaikan dengan keadaan yang dialaminya, Saat kesulitan datang dan mereka tidak mampu menghalaunya atau menghindarinya, mereka ingat Allah. Tapi jika badai sudah berlalu, duka sudah berubah jadi suka mereka kembali jatuh ke perangkap syetan. Allah menyentil kelompok ini melalui ayat-Nya, “Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon pertolongan kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya. Kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya, lupalah dia akan kemudharatan yang pernah ia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu… (QS. az-Zumar: 8). Itulah karakter orang munafik yang harus kita jauhi.
- Golongan yang sesat, tidak mengenal Allah dalam kondisi apa pun
Inilah golongan yang paling buruk, hati mereka seakan sudah terkunci, mata mereka buta, telinga mereka tuli dan perasaan mereka sudah rusak. Walaupun sudah banyak bencana yang menerpa mereka atau terjadi di sekelilingnya, tapi mereka tetap enggan dan angkuh untuk mengucap: “Ya Allah…! tolonglah aku”. Sepertinya kalimat ‘Allah’ tidak ada dalam kamus mereka. Bahkan terkadang mereka tidak malu untuk mendatangi pintu- pintu praktik dukun untuk berkonsultasi, atau memuja syetan untuk mengemis solusi. Bencana dan duka yang ada semakin jauh melemparkan mereka dari rahmat dan hidayah Allah. Derita di atas derita, gelap dalam kegelepan, itulah kondisi mereka dalam menghadapi musibah. Al-Qur’an telah mengungkap adanya manusia yang bertipe ini, “Dan sesungguhnya Kami pernah menimpakan adzab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri.” (al-Mukminun: 76).
Seharusnya kita bisa masuk pada golongan pertama, karena itulah tipe seorang mukmin yang sejati, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah. “Sungguh mengagumkan sosok pribadi seorang mukmin, segala kondisi yang dialaminya selalu membawa kebaikan, dan sikap seperti itu tidak ada pada selain orang mukmin. Apabila mendapat kenikmatan ia bersyukur, dan itulah sikap yang terbaik baginya. Dan apabila ditimpa bencana (kemudharatan) ia bersabar, dan itulah sikap yang terbaik baginya,” (HR. Muslim).
Tapi kalau kita belum mampu menjadi golongan pertama, setidak-tidaknya kita berada dalam golongan yang kedua saat menghadapi suatu bencana. Sehingga bencana demi bencana yang sudah terjadi sesuai dengan ketentuan Allah bisa kita ambil hikmahnya. Sebagai bekal untuk introspeksi diri dan menerpa diri untuk bisa menjadi golongan pertama. Dan jauhkanlah diri kita dari golongan yang ketiga, apalagi golongan yang keempat!
Ghoib, Edisi No. 40 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M