Bersyukur

Diriwayatkan oleh Yahya bin Ya’la dari Abu Khabbab, dari Atha’, ia berkata, “Aku bersama Ubaid bin Umair mengunjungi Aisyah r.a. lalu berkata kepadanya, ‘Ceritakanlah kepada kami sesuatu yang paling mengagumkan, yang Anda lihat pada Rasulullah!’ Aisyah menangis dan bertanya, ‘Adakah yang beliau lakukan dan tidak mengagumkan? Suatu malam, beliau datang kepadaku, dan kami tidur di tempat tidur hingga tubuh beliau bersentuhan dengan tubuhku. Setelah beberapa saat, beliau berkata, ‘Wahai putri Abu Bakar, izinkanlah aku bangun untuk beribadah kepada Tuhanku!’ Aku menjawab, ‘Saya senang berdekatan dengan Anda, tapi aku mengizinkannya’.

 

Kemudian beliau bangun, pergi ke tempat kantong air dan berwudhu dengan mengucurkan air, lalu shalat. Beliau mulai menangis hingga air matanya membasahi dadanya, kemudian beliau ruku’ dan terus menangis, lalu sujud dan terus menangis, lalu mengangkat kepala dan terus menangis. Terus menerus beliau dalam keadaan demikian sampai Bilal datang dan memanggil beliau untuk shalat Shubuh. Aku bertanya kepadanya, ‘Apakah yang menyebabkan Anda menangis wahai Rasulullah, sedangkan Allah telah mengampuni dosa dosa Anda, baik yang dahulu maupun yang akan datang?

Beliau menjawab, ‘Apakah aku tidak mau menjadi hamba yang bersyukur? Bagaimana aku tidak akan menangis sedangkan Allah telah menurunkan ayat ini kepadaku, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan burni, silih bergantinya siang dan malam, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang diturunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah matinya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat tanda- tanda bagi kaum yang mau menggunakan akal.” (QS. Al Baqarah: 164)

Dengan penjelasan ayat ini, Allah memiliki sifat Syakur. Artinya, memberi pahala kepada hamba yang bersyukur, sebagai balasannya adalah diterimanya syukur itu sendiri. Sebagaimana difirmankan, “Balasan bagi tindak kejahatan adalah kejahatan yang serupa.” (QS. Asy-Syura: 40) Bahwa bersyukurnya Allah adalah memberi balasan yang melimpah bagi amal yang sedikit, seperti kata pepatah, “Seekor binatang dikatakan bersyukur, jika ia mencari makanan melebihi jerami yang diberikan kepadanya.”

Kita mungkin dapat mengatakan bahwa hakikat bersyukur adalah memuji Sang Pemberi kebaikan, dengan mengingat-ingat anugerah yang telah diberikan-Nya, lalu mendistribusikannya untuk beribadah kepada-Nya. Sebaliknya, bersyukurnya Allah kepada hamba-Nya adalah dengan mengingat kebaikan hamba kepada-Nya. Kebaikan si hamba adalah kepatuhan kepada Allah sedangkan kebaikan Allah adalah memberikan rahmat-Nya kepada si hamba dengan menjadikan ia mampu menyatakan syukur kepada-Nya. Syukur seorang hamba pada hakikatnya mencakup syukur secara lisan dan perbuatan, maupun penegasan dalam hati atas anugerah dan rahmat Allah.

Seorang muslim hendaklah memperbanyak rasa syukur kepada Allah, karena itu adalah tanda keteguhan iman atas segala nikmat-Nya yang tidak terkira banyaknya. Lebih-lebih lagi sebagai rakyat Indonesia, Allah telah mentakdirkan kita berada di suatu negara yang aman, dan dia juga senantiasa memberi rizki dan nikmat yang melimpah ruah, baik dari hasil bumi maupun Lautnya. Nikmat keamanan yang dirasa terus- menerus dan tidak putus-putus ini, sepatutnya menambahkan lagi rasa terima kasih atau syukur kepada Allah, dengan menambah lagi ketaatan serta pengabdian kepada-Nya.

Di lain sisi, manusia adalah makhluk yang memiliki banyak kelemahan dan harus selalu terus-menerus berusaha untuk mengatasi kelemahan tersebut. Adanya penyakit yang diderita manusia adalah gambaran paling jelas tentang kelemahan tersebut. Oleh karenanya, ketika seseorang atau sahabatnya jatuh sakit, ia hendaknya berpikir tentang makna yang terkandung dalam musibah itu. Ketika sedang berpikir, ia memahami bahwa flu yang dianggap sebagai penyakit biasa pun memiliki pelajaran- pelajaran, yang darinya manusia dapat mengambil hikmahnya.

Ketika terjangkiti penyakit tersebut, ia memikirkan hal-hal seperti: penyebab utama flu adalah virus yang teramat kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Akan tetapi, makhluk yang kecil ini sudah cukup untuk membuat manusia yang bobotnya rata-rata 50-90 kg menjadi kehilangan kekuatan, membuatnya sedemikian lemah sehingga tak mampu berjalan ataupun berbicara sekalipun. Seringkali obat atau makanan yang ia makan tidak membantu meringankan penderitaannya. Satu-satunya yang dapat ia lakukan adalah beristirahat dan berdo’a.

Dalam tubuhnya, berlangsung sebuah peperangan yang ia tak pernah mampu untuk campur tangan. Dengan kata lain, ia dibuat lumpuh tak berdaya melawan organisme yang sangat kecil. Oleh karena itu, kita harus banyak bersyukur atas nikmat kesehatan yang telah Allah karuniakan.

Orang yang tidak mau bersyukur, maka adzab Allah bakal diterimanya di akhirat. Sebaliknya, orang yang tahu bersyukur dan menghargai nikmat pemberian Allah, mereka beruntung. Karena Allah berkenan menambahkan lagi pemberian- Nya. Allah berfirman, “Dan (ingatlah), tatkalaTuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat- Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Syukur adalah kunci bagi meningkatnya keimanan kepada Allah dalam diri seseorang. Berbagai sarana telah disediakan bagi tumbuhnya rasa syukur dalam diri manusia, seperti bersikap menyerahkan segala sesuatu dan merasa ridha pada ketentuan Allah, baik berupa kenikmatan ataupun ujian. Bertafakur, mengevaluasi diri, menyempurnakan ikhtiar dan selalu husnuzhan kepada Allah.

Diceritakan dalam sejarah, bahwa ada seorang pemuda pada zaman Umar bin Khattab yang sering berdoa di sisi Baitullah: “Ya Allah! masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit.” Doa pemuda ini didengar oleh Umar ketika ia sedang berthawaf di Ka’bah. Umar merasa heran, kenapa pemuda itu memohon doa seperti itu. Selepas selesai melakukan thawaf, Umar memanggil pemuda tersebut lalu bertanya: “Kenapakah engkau berdoa seperti tadi (Ya Allah! masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit), apakah tiada permintaan lain yang boleh engkau mohon kepada Allah?”

Pemuda tersebut menjawab: “Ya Amirul Mukminin! Aku membaca do’a seperti itu karena aku (merasa) takut dengan penjelasan Allah dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Kami (Allah) telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber/jalan) penghidupan. (Tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur. Aku memohon agar Allah memasukkan aku dalam golongan yang sedikit, (lantaran) terlalu sedikit orang yang mau bersyukur kepada Allah (QS. Al-A’raf: 10),” jelas pemuda shalih itu. Mendengar jawaban itu, Umar al-Khattab menepuk kepalanya sambil berkata kepada dirinya sendiri: “Wahai Umar, alangkah bodohnya kamu, banyak orang lebih alim daripadamu.” Memang amat sedikit hamba mau bersyukur. Dan semoga kita termasuk dalam golongan yang sedikit (orang-orang yang mau bersyukur)..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN