Bolehkah Berda’wah Pada Jin?

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya pernah mengantar kerabat  mengikuti terapi ruqyah. Saya ingin berkonsultasi tentang beberapa hal berikut:

  1. Adakah seseorang yang meruqyah itu melihat jin, sehingga bisa mengetahui kalau dia tempatnya di kepala atau di dada misalnya.
  2. Apa saja yang boleh dilakukan ketika menghadapi orang yang sedang kesurupan?
  3. Sebetulnya apa tujuan diciptakannya jin, Apakah kalau meruqyah juga boleh menda’wahi mereka?

Terima kasih.

Musthafa, Jakarta

 

Jawaban :

Wa’alaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh

Saudara Musthafa, pembaca dan pecinta Majalah Ghoib semoga selalu dalam lindungan Allah. Tidak ada yang bisa melihat hakikat jin itu kecuali Allah. Termasuk seorang peruqyah sekalipun. Karena dengan tegas Allah telah menyatakan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya ia (iblis) dan pengikut-pengikutnya melihat kalian (manusia) dari suatu tempat yang kalian tidak melihat mereka.” (QS. Al-A’raf: 27). Dan Imam Syafi’i menegaskan bahwa; “Barangsiapa yang mengaku dirinya bisa melihat hakikat jin, maka ditolaklah kesaksiannya.”

Jin adalah makhluk Allah yang ghaib, ada tetapi tidak bisa diindera. Alamnya pun berbeda dengan alam manusia. Sehingga benar pernyataan yang tegas dinyatakan oleh Imam Syafi’i. Karena kalau tidak, maka akan banyak kita dapati orang mengaku dirinya melihat jin. Dan memahaminya bahwa itu bagian dari karamah atau kelebihan yang diberikan Allah pada dirinya. Padahal yang demikian itu tidak benar. Allah berfirman, “(Dia adalah Allah), yang mengetahui yang ghaib. Maka Dia tidak memperlihatkan yang ghaib itu kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya. Maka sesungguhnya Dia mendakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan belakangnya.” (QS. Al-Jin: 26 – 28).

Seorang peruqyah mengetahui keberadaan jin dari indikasi atau tanda-tanda gangguan. Biasanya diketahui dari jawaban pasien setelah ditanya tentang keluhan yang dialaminya. Baik yang ada dalilnya maupun tanda-tanda seperti yang telah ditulis oleh para ulama. Misalnya, was-was dalam shalat, mimpi buruk, mudah marah, cemas, rasa takut yang berlebihan, dan lain-lain.

Dan ketika (peruqyah) mengatakan, “Yang di kepala keluar!” misalnya, bukan berarti dia tahu dan melihat bahwa keberadaanya di kepala. Tetapi diketahui dari jawaban pasien (saat ditanyakan tentang keluhannya), itupun tetap tidak melihat keberadaannya.  Sehingga yang dikatakanya adalah kesimpulan dari ungkapan (dan keluhan yang dirasakan oleh) pasien. Kesimpulannya pun tidak boleh dengan kata memastikan seperti; “Pasti ada jinnya”. Tetapi harus dengan menggunakan kata, misalnya: “Melihat dari tanda-tanda yang Bapak/Ibu sampaikan sepertinya ada tanda-tanda gangguannya”. Tapi kalau belum menanyakan sesuatu, hanya memandang saja kemudian memberikan kesimpulan dan mengatakan ada jin kafirnya umpamanya, maka ini janggal dan harus berhati-hati, jangan langsung percaya.

Saudara Musthafa, pembaca dan pecinta Majalah Ghoib semoga selalu dalam lindungan Allah. Dalam buku, Ar-Raddul Mubin, Syekh Ibrahim Abdul Alim mengutip fatwa Majelis Fatwa Saudi Arabia jilid I hal 153-154, disebutkan: “Ada 4 hal yang boleh dilakukan ketika mengobati adalah:

  1. Meruqyahnya dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan Do’a Ma’tsur dengan dua syarat:
  2. Menggunakan bahasa Arab
  3. Menggunakan bahasa yang bisa dipahami maknanya.
  4. Melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Yaitu boleh berdialog dengan jin yang mengganggu dalam batasan yang tidak menyimpang dari syariat. Seperti mengajaknya untuk bertaubat, meninggalkan kedzalimannya dan mengajaknya untuk masuk Islam, jika belum beragama atau non muslim.
  5. Memukulnya jika ia membandel dan membangkang untuk keluar dengan cara yang baik.
  6. Menggunakan air ruqyah, yaitu air yang dibacakan ayat dan doa untuk diminum atau dipakai mandi oleh pasien.

Bahkan tidak terpaku pada empat hal tersebut tetapi boleh juga menggunakan sesuatu yang disebutkan dalam Al-Qur’an maupun Hadits seperti madu, habbatus sauda’ (jintan hitam) air zamzam, dan lain-lain”.

Saudara Musthafa, dan pecinta Majalah Ghoib semoga selalu dalam lindungan Allah. Jin adalah makhluk Allah yang tujuan penciptaannya sama dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu agar beribadah kepada Allah. Allah berfirman, “Dan aku tidak ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat: 56). Dalam kenyataanya ada manusia yang muslim, ada yang kafir, ada yang musyrik. Demikian pula yang terjadi pada golongan jin. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shalih dan di antara kami ada yang tidak demikian. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (QS. Al-Jin: 11).

Ibnu Abbas menafsirkan; kunna tharaiqa qidada dalam ayat di atas dengan; “Dari kami ada yang mukmin, dan ada yang kafir.” Sedangkan Ibnu Taimiah menafsirkannya dengan: “Mereka terdiri dari madzhab-madzhab, ada yang muslim, ada yang kafir, ada yang ahli sunnah, ada yang ahli bid’ah.”

Kemudian, yang perlu kita lakukan ketika meruqyah dan menghadapi jin adalah mengingatkan akan kemaksiatan dan kedzaliman yang telah mereka  lakukan. Dan ternyata (dari pengalaman selama ini) ada di antara mereka (bangsa jin) yang baru diingatkan saja, ada yang menangis, meminta ampun dan keluar. Ada juga yang sadar tetapi setelah melewati beberapa waktu dan penjelasan (dialog) yang panjang. Ada juga yang membandel dan tidak mau keluar. Di antara mereka ada yang bertaubat dari kedzalimannya. Ada yang masuk Islam, tadinya tidak beragama dengan mengcapkan kalimat syahadat.

Dalam sebuah risalah yang ditulis oleh Syaikh Bin Baaz tentang penjelasan yang benar terhadap masuknya jin pada manusia dan jawaban atas orang-orang yang mengingkarinya. Beliau mengisahkan tentang masuk Islamnya jin yang mengganggu seorang wanita di tangan Syaikh Abdullah bin Musyrif al-‘Umari di Riyadh. “Setelah dibacakan, dinasehati dan dikatakan padanya bahwa kedzaliman itu adalah dosa. Ia mengatakan bahwa dirinya beragama Budha. Maka Syaikh Abdullah menyuruhnya keluar dan mengajaknya untuk masuk Islam. akhirnya jin menerima ajakannya dan mau masuk Islam.”

Kemudian Syaikh Abdullah dan keluarga pasien datang kepada Syaikh Bin Baaz. Beliau bertanya kepada jin, “Keluarlah! mengapa masuk ke dalam tubuh wanita ini.” Muncullah jawaban jin melalui mulut wanita itu dengan suara laki-laki. Setelah dinasehati oleh beliau dan disaksikan oleh keluarga, Syaikh Abdullah al-‘Umari dan beberapa Masyayikh, jin itu menyatakan keislamannya dan keluar dengan mengucapkan salam. Setelah itu wanita tersebut berbicara seperti biasa dengan suara aslinya”. (Ash-Shahihul Burhan Fima Yatrudusy Syaithan).

Jadi termasuk hal yang boleh dilakukan terhadap jin yang berada dalam tubuh pasien adalah menasehatinya seperti kisah di atas. Mudah-mudahan Allah memberikan perlindungan kepada kita. Wallahu A’lam bis Shawab.

 

Akhmad Sadzali, Lc

Ghoib Ruqyah Syar’iyyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN