Cahaya Pengganti Matahari dan Bulan

Siang dan malam. Dua rentang waktu yang selalu mengiringi kehidupan kita silih berganti. Meski keduanya memiliki tabiat yang jauh berbeda. Siang dengan ciri utama terbitnya matahari. Hingga alam pun menjadi terang. Sementara malam, ditandai dengan tenggelamnya matahari di ufuk barat. Dan, langit pun mulai gelap. Di sana-sini mulai berpendaran lentera dan lampu penerang. Untuk menggantikan sinar matahari. Bila tidak, tentu kegelapan akan menjadi selimut tersendiri.

Coba bayangkan. Saat semua sendi kehidupan di kota besar bergantung pada listrik untuk menjalankan roda kehidupannya. Kemudian, terjadilah apa yang tidak diinginkan. Gangguan arus listrik, sehingga mematikan aktifitas mereka.

Itulah, memang tabiat dunia. Sangat jauh dari sempurna. Tentunya berbeda dengan kehidupan surgawi. Karena disana tidak ditemukan adanya matahari. Terlebih dengan panas teriknya itu. Karena matahari pada hari kiamat digulung bersama rembulan dan menjadi bagian dari panasnya siksa neraka. Hingga siang dan malam pun tak lagi menjadi bagian alam surgawi. Yang tersisa hanyalah waktu pagi dan sore. Waktu yang tidak lagi panas, tidak pula gelap.

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya yang terkenal menafsirkan firman Allah, “Bagi mereka rezkinya di surga itu tiap-tiap pagi dan petang. Itulah syurga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa”. (Qs. Maryam: 62-63), bahwa maksud dari tiap-tiap pagi dan petang adalah seperti waktu pagi dan sore. Dengan kata lain di surga tidak ada siang dan malarn. Yang ada adalah waktu yang silih berganti yang diketahui melalui adanya sinar dan cahaya. (Ibnu Katsir 3/136).

Matahari, tidak ada. Demikian pula dengan bulan, lalu dari manakah datangnya cahaya itu? Dan bagaimana penduduk surga mengetahui pergantian waktu? Mungkin logika manusia sulit menerima, tapi bagi Allah itu bukan masalah. Allah bisa menggantinya dengan sumber cahaya yang lain. Qatadah berkata, “Di dalam surga hanya ada dua waktu, waktu pagi dan sore tidak ada waktu siang dan malam. Karena hanya ada sinar dan cahaya”.

Imam Qurthubi berkata, “Ulama mengatakan bahwa di surga tidak ada siang dan malam, tetapi penduduk surga dalam cahaya yang kekal abadi. Mereka mengetahui datangnya sore dengan penurunan tabir dan pintu-pintu yang ditutup. Dan mengetahui datangnya pagi dengan pengangkatan tabir dan terbukanya pintu-pintu. Hal ini disebut- kan oleh Abul Faraj bin al-Jauzi.” (At-Tadzkirah oleh Al-Qurthubi hal 504).

Cahaya ini bukan sembarang cahaya. Karena ia berasal dari arah Arsy. Ibnu Taimiah mengatakan bahwa dalam syurga tidak ada matahari dan bulan, tidak pula siang dan malam. Tetapi mereka mengetahui datangnya pagi dan sore melalui cahaya yang berasal dari arah Arsy. (Majmu’ Fatawa 312/4).

Itulah nikmatnya hidup di surga. Sangat jauh berbeda dengan kehidupan dunia. Panasnya matahari tidak lagi terasa. Gelapnya langit tak berbintang bukan lagi masalah.

Tapi aneh sungguh aneh, ternyata banyak orang tidak menghiraukan kehidupan surga penuh keindahan. Hidup bermandikan cahaya Arsy, cahaya yang tidak memancarkan hawa panas. Cahaya yang semakin menambah kenikmatan dan keindahan kehidupan penduduk surga. Ternyata, banyak orang yang lebih menyukai gemerlap lampu diskotik dengan segala kenikmatan semu yang tersembunyi di baliknya. Di belahan bumi manapun.

Haruskah diri ini juga larut seperti mereka? Dan harapan untuk bersenang-senang di bawah gemerlap sinar Arsy bisa terhalangi? Jawabannya terserah diri kita masing-masing. Karena sekarang bukan lagi saatnya untuk bertanya pada rumput yang bergoyang.

 

 

Ghoib, Edisi No. 13 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN