Kemenangan Pasti Datang, Walau Berat di Awal

Genderang perang telah ditabuh Iblis. Sejak kali pertama ia menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam alaihissalam. Genderang perang yang tidak akan pernah berhenti.

Karena itu, Allah senantiasa mengingatkan manusia dari permusuhan abadi dalam berbagai surat. Di antaranya adalah firman Allah, “Iblis berkata, ‘Ya Tuhanku oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka” (QS. Al-Hijr 39-40)

Peringatan ini, menjadi modal berharga bagi kita untuk selalu bersiap diri setiap saat. Kita tidak boleh terlena sedikitpun dan membiarkan diri kita sebagai sasaran yang empuk dari tombak mereka. Kisah Intan menjadi pelajaran yang berharga.

26 tahun, Intan hidup di dalam bayang- bayang kegelisahan dan ketakutan. Yang kesemuanya bersumber dari serangan Iblis dan bala tentaranya. Sebutlah kebutaan atau kesurupan yang menderanya sejak kecil hingga lulus SD. Pada detik-detik seperti ini, orangtuanya selalu memanggil orang pintar.

Di sinilah, peran orangtua sangat dominan. Untuk menentukan apa yang harus dilakukan. Namun, kasih sayang orangtua dan kegelisahan mereka tidak seharusnya membawa mereka mengambil jalan pintas. Demi untuk menyelamatkan seorang anak kemudian memanggil orang pintar. Hanya karena ingin sembuh, kemudian aqidah tergadaikan. Bila demikian, maka syetan telah memenangkan pertarungan pertama ini.

Ini adalah kesalahan yang tidak boleh terulang. Ketidakberdayaan seorang anak seharusnya ditopang oleh orangtua. Dengan membacakan doa-doa perlindungan misalnya. Seperti yang dilakukan Rasulullah kepada kedua cucunya. “Saya meminta perlindungan dengan kalimat Allah yang sempurna untukmu dari setiap syetan dan binatang beracun. Dan dari setiap pandangan mata yang berbahaya.” (HR. Abu Dawud)

Intan termasuk beruntung. la kemudian terdampar di sebuah SMA yang terbilang religius. Di sana, ia memperoleh kesempatan untuk mengikuti berbagai kajian keislaman sebagai bekal dalam menghadapi pertarungan dengan syetan.

Kini, setelah menemukan jati diri, ia berusaha mengadakan perlawanan dan tidak tinggal diam jin yang secara rutin menyambanginya sebulan sekali dilawan dengan doa-doa perlindungan. Karena yang menjadi musuh kali ini adalah syetan. Bukan dilawan dengan pedang atau senapan.

Kita tidak boleh takut kepada mereka, karena sejatinya mereka juga takut kepada manusia. “Syetan lebih takut kepada salah seorang dari kalian, karena itu jika dia menampakkan diri kepada kalian janganlah kalian takut karena akan mengalahkan kalian, tetapi bersikap keraslah kepadanya karena dia akan pergi,” kata Mujahid, seorang ulama dari generasi tabiin.

“Janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamulah yang paling unggul.” Demikian Allah meneguhkan Nabi Musa saat melawan tukang sihir Fir’aun.
Ghoib, Edisi No. 36 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Tolak Tegas Rayuan Dukun Sejak Detik Pertama

Harta dan jabatan itu ujian. Dari sisi enak atau tidaknya. Kerja dan prestasi yang kita capai adalah juga ujian. Dari segi sukses atau gagalnya. Maka Allah swt selalu mengingatkan kita tentang pentingnya meletakkan harta, jabatan, serta prestasi prestasi yang kita raih, dalam perspektif yang lurus. Allah swt menjelaskan, “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal. 35).

Keyakinan yang mendalam tentang prinsip ini, menjadi kebutuhan mendasar setiap mukmin. Selain sebagai penguat semangat, penunjuk arah, keyakinan seperti itu adalah juga perisai yang kuat di saat seorang mukmin mulai menghadapi godaan dan ujian hidup. Seperti Anggraeni yang mulai merasakan ujian itu, ketika capaian prestasinya mencapai puncaknya. Saat itu yang ada justru ketidaktenangan. Ada setumpuk problem, juga lalu lintas komunikasi kerja yang kacau.

Permasalahan seorang direktur tentu berbeda dengan permasalah seorang office boy. Beban dan tanggung jawab seorang direktur tentu sangat tidak sama dengan beban dan tanggung jawab seorang pencatat administrasi. Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin besar dan berat tanggung jawabnya. Tetapi semua itu semakin rumit dan kompleks, ketika Anggraeni secara perlahan mulai terlibat dengan dunia perdukunan. Ketika Ki Brojol datang ke rumah tetangganya. Lalu sesudah itu sering ke rumahnya.

Ada dua catatan mendasar yang layak kita renungkan atas keterlibatan Anggraeni dengan ulah si Dukun. Pertama, dari sisi sang dukun. Betapa Ki Brojol begitu ‘ulet’, terus menerus, tak kenal lelah untuk merayu. Kadang bahkan dengan cara mendesak, menakut-nakuti, memaksa, dan membuat klaim-klain bahwa ia sangat tahu tentang dunia ghaib.

Seperti itulah umumnya ulah dan kelakukan seorang dukun. Sebab, seperti itu pula tabiat ‘maha guru’ para dukun. Yaitu syetan-syetan terkutuk yang selalu menjadi tempat dukun-dukun itu mengabdi. Sebagai makhluk yang sudah memilih untuk menggoda manusia, syetan-syetan itu selalu melakukan upaya yang tak kenal henti. Allah menjelaskan bagaimana syetan itu berusaha untuk menggoda manusia, dengan berbagai upaya dan cara. Syetan-syetan itu bersumpah dan mengatakan, “Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. Al-A’raf: 17).

Begitu pula yang dilakukan Ki Brojol, ia terus berupaya melakukan pendekatan. Mulanya menyapa dengan ramah, menawarkan jasa untuk mengusir jin di kamar 21, katanya. Menebak, mengklaim. Begitu-lah. Segalanya ditampakkan sedemikian menawan. Tetapi di balik itu semua ada niatan keji, kemauan jahat. Sebab ia bekerja atas dasar kebiasaan, transaksi dan ikatan dengan syetan- syetan yang keji lagi sangat jahat.

Kedua, bahwa dalam kasus keterlibatan Anggraeni dengan dukun, yang juga perlu dicatat di sini ialah sikap Anggraeni yang kurang tegas sejak semula. Terlihat sekali betapa setiap kali Ki Brojol menawarkan berbagai hal, pada mulanya Anggraeni menolak. Memang segalanya tidak berubah drastis. Anggraeni toh masih punya kekhawatiran, ketakutan, dan juga penolakan secara kalkulasi rasional. Modal dasar kesadaran itu sudah ada. Penolakan-penolakan di dalam hati adalah kekuatan yang masih menyala. Tetapi tidak adanya keberanian, menjadikan dirinya pada akhirnya terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan.

Maka, setelah dibujuk, dilakukan pendekatan, ia akhirnya menyerah dan tidak bisa menolak. Beberapa kali bahkan ia menyetujui hal-hal yang sangat meng guncang jiwa. Seperti dimandikan dengan kembang oleh si dukun itu. Bagaimana mungkin seorang beriman rela membiarkan auratnya dilihat oleh orang lain yang bukan siapa-siapa?

Sikap yang tidak tegas itu, ketika berhadapan dengan desakan yang terus- menerus, akhirnya mengantarkan seseorang kepada kegamangan. Puncaknya, orang selalu masuk ke wilayah yang selalu menyesatkan, yaitu ketika ia sampai pada sikap “antara percaya dan tidak percaya” tentang fenomema keganjilan yang dilihatnya. Ada belut di kolam yang katanya titisan kebaikan, uang lima juta amblas, katanya dikirim untuk orang miskin. Sulit mempercayai semua itu. Tapi semua itu dibiarkan begitu saja.

Dua pelajaran ini harus menjadi renungan setiap mukmin. Bahwa syetan dan para antek-anteknya, para pelayan-pelayannya, yaitu para dukun-dukun itu, akan terus berjibaku menyesatkan manusia: lelaki atau perempuan, kaya atau miskin, direktur atau kuli bangunan.

Tetapi sesungguhnya semua godaan dan tipu muslihat itu tidak ada artinya di hadapan iman dan ketegasan sikap. Semua itu tidak ada artinya di hadapan penyandaran yang kuat kepada Allah. Semua itu tidak ada artinya, bila kita berani melawan sejak kali pertamanya. Seorang mukmin harus berani menolak, berani berkata tidak, kepada segala hal yang meragukan. Terlebih bila nyata- nyata itu datang dari orang yang jelas-jelas dukun. Apapun gelar dan penampilan dukun itu.

Rasulullah dengan sederhana memberikan bimbingan, “Tinggalkan yang meragukan (hati)mu, dan beralihlah kepada yang tidak meragukan (hati)mu.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i). Nasehat ini sudah lebih dari cukup untuk menjadi pegangan seorang mukmin, dalam hal menghadapi tipu daya dan rayuan dukun. Bila hal yang meragukan itu tidak dihindari segera, lama-lama seperti virus ia menggerogoti keyakinan. sesaat demi sesaat. Seperti seekor ulat yang memangsa hijaunya daun, secuil demi secuil, sesudah itu lenyaplah segalanya.

Memang, keteguhan, istiqomah, dan konsistensi juga dipengaruhi oleh suasana hati, kadar pengetahuan, dan juga lingkungan. Karenanya, kita diperintahkan untuk selalu memohon kepada Allah agar diberi keteguhan. “Ya Allah, Dzat Yang membolak balik hati. Teguhkanlah hatiku (untuk taat) di atas agama-Mu.” (HR. Ahmad). Itu bahkan menjadi salah satu do’a yang sangat sering dibaca Rasulullah saw.

Sesungguhnya menjadi teguh itu memang tidak muda. Tetapi keberanian menolak rayuan dukun, sejak detik pertamanya, adalah ikhtiar kemanusiaan yang harus kita pilih dengan kehendak kuat dari dalam jiwa.
Ghoib, Edisi No. 35 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Hati-Hati Sihir Kemandulan

Banyak pelajaran keimanan yang bisa kita ambil dari penuturan panjang lebar Irwan tentang hidupnya. Perpindahannya dari keyakinan dan kebiasaan syirik kepada kesadaran dan dunia iman adalah sesuatu yang paling mahal yang dimiliki oleh seorang muslim. Hidayah Itu memang sangat mahal.

Di sini kita akan mencermati salah satu hal besar yang terjadi di kehidupan Irwan dan istrinya yang sebentar lagi melahirkan. Yaitu kasus kemandulan yang merupakan ulah syetan.

Anak adalah bagian dari darah daging orangtua yang selalu dinantikan hingga tua. Serasa hidup tidak lengkap ketika pernikahan sekian lama belum juga dikarunial keturunan. Seseorang rela untuk mengeluarkan berapa pun biaya untuk berobat di negeri manapun, asalkan dikarunia keturunan. Dengan sangat sabar, apapun dilakukan untuk bisa mendengar tangis, darah daging sendiri. Terbayangkan oleh kita kesabaran Nabi Zakariyya yang tidak putus berdoa hingga beliau tua dan rambut telah beruban hanya untuk meminta seorang anak. Mari kita dengar munajat beliau, “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku (pelanjut) sepeninggalku, sedang isteriku adalah orang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Yaqub dan jadikanlah ia ya Tuhanku seorang yang diridhai.” (QS. Maryam: 4-6).

Anak memang bukan segalanya. Tetapi serasa kurang lengkap hidup berkeluarga tanpa anak yang merupakan harapan dan penerus sepeninggal orangtua.

Sungguh suatu hal yang sangat menyedihkan jika sepasang suami istri divonis mandul oleh medis. Maka ketika kemandulan tersebut disebabkan oleh sihir, sungguh orang yang mengirim sihir tersebut sangat tidak berperasaan. Telah melukai hati dan harapan sebuah rumah tangga. Telah membuat sedih panjang yang entah bagaimana menghilangkannya.

Karena ternyata sebagian kemandulan disebabkan oleh ulah sihir. Seperti yang dialami oleh Irwan. Yang diganggu adalah Irwan sendiri. Sebenarnya tidak ada masalah pada hubungan biologis suami istri. Tetapi sudah satu tahun menanti istrinya belum kunjung hamil juga.

Memang mereka belum memeriksakan diri ke dokter. Sehingga belum diketahui secara medis apa penyebab dari tak kunjung hamilnya istri. Ketika akhirnya hamil, berarti secara kesehatan masing-masing pasangan tidak ada masalah. Bisa jadi medis hanya akan mengeluarkan nasehat-nasehat agar lebih banyak istirahat, tidak terlalu lelah dan karena memang sebatas itulah dunia medis.

Ternyata masalahnya tidak hanya sekadar itu. Ada sisi ghoib yang ikut mengacaukan keadaan. Saat diruqyah terungkap bahwa ada jin yang berada di saluran reproduksi suami menghalangi produktifitas sperma.

Hal ini didukung oleh kelakar dukun yang pernah dia datangi, bahwa penyakit anehnya sejak dulu bisa menyebabkan tidak punya keturunan ketika menikah. Nampaknya hanya sekadar kelakar, tetapi bisa jadi ini adalah sinyal bahwa ada jin yang memang sejak itu sudah berada dalam saluran reproduksinya. Dan dukun bisa mengetahui keberadaan jin dengan ilmu sihirnya.

Bukti yang lebih kuat lagi adalah pengakuan jin bahwa pengirimnya adalah teman kantornya sendiri. Pengakuan jin itu telah dikonfirmasi. Hasilnya, sang teman mengakui. Walaupun sebenarnya tidak berniat sampai memandulkan. Karena hanya kasus persaingan job. Dan dia hanya membaca wirid, tidak lebih. Entah dari siapa wirid yang dibacanya, ternyata berdampak kepada Irwan, dengan membuat mandul Irwan selama tiga belas bulan.

Untuk itulah, iseng dalam urusan ini harus dijauhi, karena ini adalah masalah penting yaitu aqidah muslim dan keselamatan orang. Juga masalah wirid yang tidak jelas kajian syariatnya, juga harus dijauhi jika tidak mau mendatangkan jin yang hanya akan menyengsarakan dirinya atau orang di sekelilingnya.

Adapun kasus sihir kemandulan yang terjadi pada Irwan pernah lebih fenomenal lagi pernah terjadi zaman Rasulullah. Sumber pelakunya dari dulu sampai sekarang sebenarnya sama, yaitu Yahudi. Merekalah sumber sihir di masa lalu. Dan mereka jugalah sebenarnya biang kerusakan dan sihir pada hari ini dengan data yang ada di lapangan.

Sebagaimana yang diceritakan oleh Asma binti Abu Bakar ketika hamil Abdullah bin Zubair, dia berkata, “Aku keluar (hijrah) saat menjelang kelahiran, sebelum sampai Madinah aku mampir di Quba’ dan aku melahirkan di Quba’. Kemudian aku membawanya ke Rasulullah dan meletakkannya di pangkuannya. Beliau meminta sebiji kurma, kemudian mengunyahnya dan meludahkannya di mulut bayi, maka yang pertama masuk ke tenggorakan bayiku adalah ludah Rasulullah kemudian mentahniknya (memasukkan jarinya setelah diolesi dengan kurma ke langit-langit mulut bayi sambil berdoa untuk bayi) dengan kurma kemudian mendoakannya dengan keberkahan. Dan ini merupakan bayi pertama dalam Islam, untuk orang muhajirin di Madinah. Orang-orang Madinah sangat gembira mendengar kelahirannya dikarekan dulu pernah ada yang berkata kepada mereka: Yahudi menyihir kalian, sehingga kalian tidak akan pernah punya anak.” (HR. Bukhari no. hadits 3909 dan Muslim no, hadits 5469)

Sihir kemandulan bisa banyak terjadi di negeri kita ini. Mengingat dunia perdukunan dan syirik sangat menggejala dan meluas di sini. Maka banyaklah meminta perlindungan Allah dan dekatkan diri kepada-Nya. Karena tentu akan sangat banyak musuhnya bagi orang yang berusaha menegakkan aqidah di bumi pertiwi ini.

 

 

 

Ghoib Edisi 34 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Mulanya Hanya Pacaran

Sebenarnya kata: awalnya hanya pacaran kurang pas. Karena tidak ada kata hanya untuk setiap dosa yang dilakukan. Setiap dosa pasti sangat negatif bagi pelakunya. Sehingga tidak ada kata hanya yang berarti meremehkan. Tetapi kata ini muncul melihat anggapan kebanyakan masyarakat yang meremehkan sekali dosa pacaran ini. Orangtua ingin anaknya yang telah mulai dewasa agar segera menggandeng pacarnya ke rumah. Anak muda dianggap telah menyalahi pakem kepemudaan jika tidak berpacaran.

Inilah yang dulu pernah dikatakan oleh shahabat Ibnu Mas’ud, “Kalian meremehkan dosa yang kalian lakukan padahal dulu kami di zaman nabi menganggapnya sebagai suatu dosa yang sangat menghancurkan.”

Kasus Meilawati menjadi pelajaran bagi anak-anak muda kita dan orangtua yang mempunyal anak yang mulai menginjak dewasa. Karena kesengsaraan dan penderitaan Meilawati berawal dari dosa yang sangat disepelekan oleh muslim hari Ini: pacaran.

Pada permasalahan kesaksian kali ini, pacaran adalah percikan api kecil pertama. Tetapi berujung pada sihir yang menyengsarakan berupa sakit kulit berkepanjangan.

Pacaran akan kelihatan besar jika kita pandang dari sisi pelanggaran syariat Allah. Ketika Islam telah memberikan rambu- rambu jelas dan pemisahan antara lawan jenis, ini adalah langkah preventif Islam yang luar biasa agar tidak terjadi kerusakan demi kerusakan setelahnya.

Dan terbukti, pacaran yang merajalela di dunia muda-mudi bahkan pada sebagian orangtua, telah melahirkan kemaksiatan- kemaksiatan lainnya. Dari pacaran, lahirlah berdua-duaan dengan bukan mahramnya, saling berbuat zina dari zina mata, tangan hingga zina yang sesungguhnya. Akhirnya anak lahir di luar nikah. Pergaulan bebas pun mulai dianggap biasa, yang akhirnya menyemburkan penyakit yang belum dijumpai obatnya. Sudah berapa dosa yang lahir dari sebuah kata sederhana: pacaran.

Persis seperti yang disebutkan oleh Nabi tentang dosa dusta, “Jauhilah oleh kalian dusta, sesungguhnya dusta itu menunjuki kalian kepada dosa-dosa yang lain. Dan dosa- dosa itu menuntun kalian menuju neraka.”

Jadi awalnya adalah dusta dan ujungnya adalah neraka. Seperti itulah pacaran, jika tidak segera bertaubat. Bisa membuat di dunia sengsara sebelum di akhirat nanti menanggung dosa.

Seiring dengan perjalanan waktu kemaksiatan pun semakin canggih. Termasuk pacaran, kini telah memanfaatkan teknologi canggih dan sarana kemudahan lainnya yang telah Allah anugerahkan kepada manusia. Tinggal angkat gagang telepon dan suara pacar yang dirindukan pun bisa langsung dinikmati. Berapa pun pulsa dihabiskan tidak lagi menjadi permasalahan. Padahal satu rupiah yang kita punya akan berhadapan dengandua pertanyaan di akhirat kelak: dari mana didapat dan dipergunakan untuk apa.

Seharusnya anugerah Allah berupa teknologi itu dimanfaatkan untuk mempermudah kita beribadah. Karena memang Allah menciptakan alam semesta ini untuk sarana ibadah dan bukan malah untuk maksiat, agar Allah tidak murka.

 

Syetan Bersama Orang Berpacaran

Dalam sebuah hadits nabi Rasul bersabda, “Tidaklah seseorang di antara kalian berdua-dua dengan wanita kecuali yang ketiganya adalah syetan.” (HR. Ibnu Hibban, Tirmidzi dan Baihaqi).

Sebenarnya peringatan nabi di atas sudah sangat sering sekali didengar oleh para kawula muda dan orangtua. Tapi entah mengapa, hal itu seperti angin lalu saja. Bahkan. sebagian menjadikannya sebagai bahan olok-olokan dengan teman-temannya yang ketahuan sedang berduaan, padahal dia sendiri juga sering melakukannya.

Syetan yang selalu menyertai laki dan perempuan yang sedang berpacaran bermakna bahwa syetan tersebut meniupkan syahwat keduanya hingga menjerumuskannya kepada zina. Sebagaimana yang dijelaskan dalam kita tuhfatul ahwadzi penjelasan dari Sunan Tirmidzi.

Penjelasan senada juga disebutkan oleh Imam al-Munawi, “Arti bahwa syetan yang ketiganya adalah dengan bisikan dan meniupkan syahwat, menghilangkan rasa malu, meremehkan kemaksiatan hingga mendorong keduanya untuk melakukan zina atau hal-hal lain yang menjurus kepada zina. Dan larangan berdua-duaan di sini bersifat haram.”

Untuk itulah, saking pentingnya masalah ini, dalam sebuah riwayat Imam Hakim dalam kitabnya mustadrak, disebutkan bahwa nabi mengatakan larangan ini sebanyak tiga kali.

Selain makna tersebut, kebersamaan syetan juga berarti seperti kisah dalam kasus Meilawati. Di mana, karena cinta yang kandas maka sang mantan kekasih didorong syetan untuk melakukan hal yang sangat tidak terpuji. Yaitu dengan mengirim sihir agar merusak fisik mantan pasangannya dan dengan sihir yang menghalangi jodoh.

Dan akhirnya kita baca sendiri kisahnya. Betapa kemudian syetan selalu memanfaatkan setiap kesempatan untuk menjerumuskan anak cucu Adam dan menciptakan permusuhan sesama mereka.

Memang masalah pacaran adalah hal yang sudah dianggap biasa saja. Tetapi kisah Meilawati kembali membuka pandangan kita bahwa pacaran tidak bisa lagi dianggap remeh. Memang tidak mudah mencabut sesuatu yang sudah mendarah daging. Tetapi mari renungi kisah saudari kita pada kesaksian agar kita tidak terjatuh pada kesengsaraan akibat menabrak rambu- rambu Allah.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 33 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Surat al-Baqarah, Jurus Ampuh Melawan Sihir

Orang jujur sulit ditemukan. Di zaman seperti sekarang. Dengan gaya hidup hedonisme yang berkembang liar. Banyak orang belum puas dan cukup dengan apa yang dimilikinya. Hingga hak dan wewenang orang lain juga diserobotnya. Semua itu sekadar untuk memenuhi nafsu serakahnya.

Seperti kesaksian kali ini. Apa yang dialami Jarwoto adalah sesuatu yang lumrah dan sering kita dengar. Persaingan yang tidak sehat dalam dunia kerja. Padahal secara materi sebenarnya gaji mereka lebih dari cukup. Itu kalau mau jujur.

Daryono bukanlah seorang pegawai rendahan. Tapi nafsu serakah telah menguasai dirinya. Apa yang ada dalam genggaman terasa masih belum cukup. la masih menyerobot hak orang lain. Karena di sana, tersimpan uang jutaan rupiah.

“Apa di situ ada wewenang Bapak?” teguran Jarwoto yang merasa dilangkahi wewenangnya belum menyadarkannya. Sebaliknya teguran itu dianggap sebagai bentuk perlawanan.

Daryono makin gelap mata, melalui buah melon dan wafer tango Daryono mencedarai teman kerjanya. Sungguh sadis, bila syetan telah menguasai jiwa orang-orang yang tamak. Akibatnya bisa disaksikan Jarwoto harus menjalani rawat inap hingga berminggu-minggu. Keanehan-keanehan dalam rumah tangganya pun terus berlanjut.

Dalam kisah Jarwoto ada dua pelajaran yang bisa diambil. Pertama, menyadari bahwa sakit adalah bagian dari skenario Allah untuk menguji keimanan hamba-Nya. Untuk menghapus sebagian dosanya. “Tidak satu pun yang menimpa muslim berupa capek, sakit, susah, sedih, gangguan, gundah, sampai duri yang menusuknya, kecuali Allah pasti menghapuskan dosa-dosanya.” (HR Bukhari)

Tapi jangan sampai salah langkah. Alih- alih menghapus dosa, tapi justru menambah daftar dosa baru. Seperti yang dilakukan oleh kakak dan istri Jarwoto dengan mendatangi dukun adalah suatu kesalahan. Karena ia telah terjatuh kepada kemusyrikan. Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, “Barangsiapa datang kepada seorang dukun, kemudian dia bertanya sesuatu maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari.”

Jarwoto akhirnya menyerah, ia yang tadinya masih tidak percaya dengan perdukunan akhirnya terjatuh juga. Hanya Karena tidak mau mengecewakan kakaknya, ia rela menelan racun. Air yang telah diberi jampi-jampi itu pada hakekatnya bukanlah madu, tapi racun yang mengerıkan. Ini adalah kesalahan fatal yang tidak seharusnya terjadi. Keselamatan aqidah jauh lebih utama dari sekadar keselamatan fisik.

Perjalanan hidup Jarwoto selanjutnya semakin kelam. Kegagalan dukun dan medis dalam mendiagnosa penyakit membawanya kepada pengembaraan baru. Ia masuk ke perguruan Rama yang secara nyata bertentangan dengan Islam. Semua agama sama yang dikembangkan aliran ini adalah sesuatu yang fatal. Beruntunglah Jarwoto segera tersadar dari kesalahannya dan melepaskan diri.

Yang kedua, sebenarnya Jarwoto bukan sakit biasa. Kisah seputar mimpinya yang hampir disembelih dengan gergaji oleh seorang dukun perempuan, merupakan indikasi yang kuat bahwa Jarwoto terkena gangguan jin. Karena mimpi buruk berasal dari syetan. Seperti diriwayatkan Bukhari dalam kitab shahihnya “Mimpi yang baik itu datangnya dari Allah, sedangkan mimpi buruk itu dari syetan.”

Bukan berarti setiap orang yang bermimpi buruk dapat dipastikan terkena guna-guna. Ini baru diagnosa awal. Selanjutnya, perlu diperhatikan kejadian- kejadian lain yang menimpa seseorang. Seperti yang dialami Jarwoto, ia mengalami sesak nafas setiap dijenguk oleh Daryono. Satu hal yang tidak terjadi bila dikunjungi orang lain.

Ibarat seorang dokter, bila sumber penyakit sudah ditemukan, tinggal mencari obatnya. Untuk kasus Jarwoto sebenarnya tidak diperlukan biaya hingga jutaan rupiah. Karena penyakitnya bisa disembuhkan dengan tanpa biaya. Tidak juga dengan mendatangi dukun atau paranormal kondang.

Sihir itu bisa dibatalkan dengan ruqyah syar’iyah. Seperti dengan bacaan surat al- Baqarah misalnya. “Jangan biarkan rumah- rumah kalian seperti kuburan. Karena sesungguhnya rumah yang di dalamnya dibacakan surat al-Baqarah, maka syetan akan lari dari rumah itu.” (HR. Muslim).

Syetan yang berada di dalam rumah sudah lari. Berarti syetan atau jin kiriman tukang sihir juga tidak akan berani masuk. Mereka ketakutan dan tidak bisa menembus pagar ghaib surat al-Baqarah. Bila kita membaca surat al-Baqarah dengan benar dan dengan niatan yang tulus, maka jaminan itu akan kita dapatkan. “…. Bacalah surat al-Baqarah, karena dengan membacanya terlimpah keberkahan, meninggalkan bacaan surat al-Baqarah adalah suatu kerugian dan tukang sihir tidak akan bisa melawannya.” (HR. Ahmad)

Begitulah seharusnya seseorang melawan sihir. Bukan dengan meminta bantuan paranormal, atau tempat-tempat yang dianggap keramat. Tapi bila memang sibuk dan tidak bisa membaca keseluruhan surat al-Baqarah, maka janganlah lewatkan untuk membaca minimal sepuluh ayat.

Seperti yang tersebut dalam atsar dari Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Ad- Darimi, “Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat dari surat al-Baqarah, maka syetan tidak akan memasuki rumah tersebut pada malam itu. Empat ayat di awal surat al-Baqarah, ayat kursi dan dua ayat sesudah ayat kursi serta tiga ayat terakhir dari surat al-Baqarah.”

Kisah Jarwoto menjadi cermin tersendiri, bagaimana ia melawan serangan sihir seorang dukun yang mencoba membunuhnya melalui jarak jauh. la menggagalkan upaya mbah dukun yang ingin membunuhnya. Kekuatan sihir itu menjadi lemah ketika Jarwoto melantunkan surat al-Baqarah di tengah malam.
Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Kalahkan Permasalahan dengan Al-Qur’an dan Doa

Tidak ada masalah kecuali pasti  ada solusinya. Terkadang hanya waktu yang menguji kesabaran kita untuk terus mencarinya dalam koridor syariat. Maka, tidak ada kamus putus asa dalam hidup orang beriman. Terus mencari solusi hingga mendapatkannya atau menghadap-Nya dengan dosa yang telah diampuni.
Sesungguhnya Allah tidak menimpakan suatu penyakit kecuali pasti ada obatnya. Dan itulah yang diberitakan oleh Yang telah menguji manusia dengan penyakit melalui sabda rasul-Nya, “Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan obatnya.” (HR. Bukhari no 5354). Dalam riwayat Imam Muslim pun diriwayatkan semakna dengan redaksi yang berbeda, “Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu mengenai penyakit maka sembuh dengan izin Allah azza wajalla.” (Hadits no.2204).
Untuk itulah Imam Bukhari mempertegas hadits ini dengan judul babnya, “Bab: Tidaklah Allah Menurunkan Penyakit Kecuali Pasti Menurunkan Obatnya Dalam penjelasan shahih Muslim bab untuk hadits di atas adalah, “Bab: Setiap Penyakit Ada Obatnya dag Keutamaan Berobat”.
Kesaksian kita kali ini, paling tidak menjadi penguat akan dalil-dalil di atas. Zulaihah seorang ibu yang sangat tersiksa dengan penyakit kepalanya, semakin tersiksa setelah mengetahui hasil kajian medis dokternya. Kanker otak. Penyakit ganas, orang yang mengidapnya dinyatakan tidak akan bertahan lebih dari empat tahun. Tentu saja, menghitung mundur menghadapi kematian bukanlah hal yang mudah bagi siapa pun.
Usaha Ibu Zulaihah mencari kesembuhan memang sempat menemui lorong salah. Sebuah dampak negatif dari kepanikan dalam menghadapi musibah duniawi. Sampai Allah menghendaki Ibu Zulaihah mencoba ruqyah yang diketahuinya dari Majalah Ghoib.
Dan sungguh dua pelajaran berharga kita dapatkan setelah ternyata Allah menghendaki kesembuhan, dan empat tahun limit kematian itu pun berlalu. Pelajaran pertama adalah, bahwa keilmuwan manusia sangat terbatas. Dan umur tetap saja menjadi rahasia Allah. Seperti yang dikatakan dokter sendiri setelah memvonis empat tahun untuk sisa usia Ibu Zulaihah, “… Tapi saya tidak mastikan lho bu.” Untuk itulah, vonis terburuk tentang suatu penyakit yang merupakan hasil kajian ilmu manusia hari ini tetap bukan merupakan vonis terakhir. Karena empat tahun bagi Ibu Zulaihah yang diperkirakan akhir dari usianya ternyata justru merupakan awal dari kesehatannya.
Pelajaran kedua adalah bahwa doa mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat. Walaupun terkadang doa adalah merupakan ‘pelarian terakhir’ bagi kebanyakan orang. Seharusnya, doa adalah bagian dari kehidupan mukmin yang tidak terpisahkan.
Al-Qur’an Juga Obat Penyakit Fisik
Dunia pengobatan hari ini sangat beragam. Dari medis kedokteran hingga rempah-rempah atau pijat. Orang yang sedang sakit biasanya mencoba semua pengobatan tersebut dengan harapan yang penting sembuh.
Dan sudah seharusnya, kita kembali kepada pengobatan dengan al-Qur’an. Sebagai suatu bentuk pengobatan yang didukung oleh wahyu yang tidak mungkin salah dan bukan hanya berdasar pada pengalaman dan hasil observasi. Tentu dengan catatan, harus murni dan tidak dicampuri dengan kesyirikan.
Allah berfirman tentang keberadaan al- Qur’an sebagai obat, “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian” (QS. Al-Israa: 82).
Imam Qurthubi menukil penjelasan ulama mengenai kata syifa’ (obat) dari al Qur’an, Pertama, al-Qur’an sebagai obat untuk hati dengan menghilangkan kebodohan dan keraguan, membuka penutup hati agar bisa memahami mukjizat dan hal-hal yang menunjukkan eksistensi Allah ta’ala.
Kedua, al-Qur’an sebagai obat dari penyakit-penyakit lahiriah dengan ruqyah, taawwudz dan sebagainya.” (al-Jami li ahkamil qur’an 10/205).
Jadi al-Qur’an adalah merupakan obat yang menyentuh sesuatu yang abstrak yaitu untuk membenahi hati dan yang bersifat nyata bagi penyakit fisik.
Seorang pakar tafsir abad ini lebih mempertegas lagi, “Syifa yang berasal dari al-Qur’an bersifat umum, baik untuk obat hati dari keraguan dan kebodohan, pemikiran rusak dan niat buruk. Dan juga untuk obat badan dari berbagai penyakitnya.” (Syekh Abdurahman as-Sa’di dalam Taisirul Karimil Rahman 3/128)
Dalam pembukaan tafsir al-Fatihah, Imam Ibnu Katsir berkata, “(Al-Fatihah) disebut juga as-Syifa (obat) sebagaimana yang diriwayatkan oleh ad-Darimi dari Abu Said marfu”, “Fatihah adalah obat dari segala racun.”
Dan ruqyah yang telah dijalani oleh ibu Zulaihah beberapa kali adalah merupakan gabungan doa dan wirid yang berasal dari al-Qur’an dan hadits nabi. Adapun hakekat doa adalah, “Bermunajat kepada Allah ta’ala dengan tujuan untuk mendatangkan manfaat atau menghilangkan bahaya dan bala. Doa adalah merupakan sebab untuk itu semua. Sebagaimana tameng berguna untuk membentengi diri dari panah, air sebagai sebab untuk tumbuhnya tumbuhan. Doa adalah senjata bagi orang beriman. (Al-Qodhi Abu Bakar bin al-Arabi dalam kitabnya Maraqi Zalaf)
Dan Ibnu Qayyim mengajarkan cara berdoa yang bisa mempunyai kekuatan dahsyat untuk menghilangkan penyakit apa saja, “Jika seorang hamba mengumpulkan antara doa dan hati yang hadir, kemudian menjumpai waktu mustajab doa, khusyu dalam hati, rendah hati di hadapan Rabb, menghadap kiblat, dalam keadaan suci, mengangkat kedua tangannya kepada Allah, memulai dengan memuji-Nya kemudian bershalawat kepada Rasulullah, selanjutnya bertaubat dan beristighfar, memohon dengan penuh rengekan, rasa takut dan harapan, bertawassul dengan nama dan sifat- Nya, memberikan shadaqah, maka doa yang seperti ini hampir tak tertolak. Terutama jika doa yang dibaca adalah doa-doa yang diajarkan oleh nabi. Karena doa nabi adalah doa yang cepat dikabulkan, karena mengandung asma Allah yang agung.” (Al- Jawabul Kafi halaman 19).
Sudah saatnya kita kembali menyandarkan diri kepada Allah untuk mengalahkan semua problematika hidup yang semakin komplek..
Ghoib, Edisi No. 31 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Belajar dari Nabi Ibrahim

Kesaksian kali ini menengok sisi lain dari kehidupan ini. Episode kelabu anak manusia yang katanya bermoral dan berbudaya. Tapi ternyata lebih kejam dari binatang. Seorang wanita nyaris menjadi tumbal majikannya. Elis, nama gadis yang malang itu. la nyaris menjadi korban orang yang selama ini dianggapnya telah banyak berjasa. Tapi ternyata tak ubahnya musang berbulu domba.

Kebaikannya itu hanyalah sebuah cara untuk mengelabuhi orang-orang yang mau diincar menjadi sasaran empuknya. Karena sang korban tidak akan curiga. Mengapa kebaikannya nampak terlalu berlebihan. Bukankah selama ini kebaikan demi kebaikan telah diterimanya? Tidak ada alasan untuk berpikiran macam-macam.

Elis memang bukan orang yang pertama. Kronologis kematian orang-orang di lingkaran keluarga Bu Kirani menjadi catatan tersendiri. Dimulai dengan kematian suaminya, disusul oleh orangtuanya, lalu anak pertamanya. Di antara mereka bertiga masih disisipi orang lain. Dia masih bibi Elis sendiri yang menurut penuturan Elis sempat bekerja setahun di rumah Bu Kirani. Mungkin masih ada korban lainnya yang tidak diketahui Elis.

Kisah mencari pesugihan dengan mengorbankan keluarga terdekat bukan lagi berita aneh di negeri ini. Sudah banyak peristiwa beredar dari mulut ke mulut. Apakah itu pesugihan kera maupun babi ngepet. Yang jelas dalam setiap episode kisah mereka tidak sepi dari yang namanya tumbal. Orang yang dikorbankan sebagai barter untuk memperlancar bantuan jin kepada mereka, para pencari pesugihan.

Tidak peduli yang mau diambil itu masih sedarah atau orang lain. Bagi orang yang telah tertutup mata hatinya, yang penting tujuan mereka terpenuhi. “Cintamu kepada sesuatu membuatmu buta dan tuli,” begitulah Rasulullah menjelaskan kepada umatnya bahaya cinta yang tidak berlandaskan pada kemurnian tujuan. Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud dari Abu Darda

Tuduhan Elis kepada Bu Kirani sebenarnya berlandaskan kepada bukti kuat yang tidak terbantahkan. Karena ia berasal dari pengakuan Alan yang masih adik kandung Bu Kirani. Dalam kacamata hukum Islam, pengakuan semacam ini menjadi bukti yang kuat. Karena Alan tidak akan asal bicara, la tentu mengetahui dengan baik rencana Bu Kirani yang ingin menyelamatkan anaknya yang terakhir dari keharusan menjadi tumbal. Setidaknya untuk saat itu. Perhatikanlah bagaimana Alan mengungkapkan kesaksiannya.”Lis, kamu mau dibikin tumbal?” katanya. Tidak cukup sekali Alan mengungkapkannya. la kembali mengulangi pengakuannya dengan tingkat yang lebih jelas, la bahkan menyebut aktor utama di balik semua itu. “Lis, kamu jangan sampai dzikir-dzikir. Pokoknya aku kasih tahu, yang membikin kamu begini itu adalah Bu Kirani.”

Bu Kirani hanyalah manusia biasa yang rakus pada dunia. la bukan seorang nabi. Tidak pula seorang rasul. Sehingga setiap perintahnya merupakan bagian dari wahyu. Kasusnya jelas berbeda dengan kisah Nabi Ibrahim yang diperintahkan Allah untuk menyembelih anaknya, Nabi Ismail.

Meski Nabi Ibrahim mendapatkan perintah tersebut melalui mimpi, tapi mimpi seorang nabi itu haq (benar) adanya. Perintah itu juga wajib dipatuhi. Seandainya saat itu Nabi Ismail tidak diganti Allah dengan kambing, dan darah pun mengucur dari lehernya karena ketajaman pedang Nabi Ibrahim, tetap saja hal itu tidak disebut sebagai tumbal Karena Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah.

Sebaliknya kepatuhan Nabi Ibrahim menjadi bukti ketinggian imannya. Menjadi bukti bahwa la memang layak menyandang gelar sebagai kholilulloh. Sebagai kekasih Allah.

Kisah Nabi Ibrahim tidak bisa dibandingkan dengan kisah Bu Kirani. Karena dia hanyalah manusia biasa. Perintahnya tidak wajib dipatuhi. Kehendaknya bukan jaminan atas kebenaran tingkah lakunya. Karena pintu kenabian sudah tertutup saat Rasulullah diangkat sebagai nabi dan rasul terakhir.

Praktis tidak ada orang lain, yang berhak mencabut nyawa orang lain tanpa alasan yang dibenarkan agama. Termasuk Bu Kirani. Persembahan Nabi Ibrahim yang berupa kambing sebagai ganti dari Nabi Ismail diterima Allah. Tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah.

Tapi persembahan Bu Kirani dengan mengorbankan orang-orang terdekatnya telah mengantarkannya ke gerbang neraka. karena ia telah berkorban kepada selain Allah. Tumbal itu sejatinya ditujukan kepada jin yang akan setia menggelontorkan kekayaan kepadanya -atas idzin Allah-.

Kembali menengok pada sejarah. Sesungguhnya kisah orang yang masuk neraka karena seekor lalat dan yang lainnya masuk surga karena lalat merupakan payung hukum yang jelas atas perjalanan hidup Bu Kirani bila ia tidak bertaubat sebelum meninggal. Simaklah hadits berikut ini.

Thariq bin Syihab meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Seorang laki-laki masuk neraka disebabkan seekor lalat. Sahabat bertanya, ‘Bagaimana itu terjadi ya Rasulullah?’ ‘Dua orang lelaki melewati suatu kaum yang memiliki sebuah patung. Tak seorangpun boleh melewati patung itu kecuali setelah mempersembahkan sesuatu kepadanya. Maka mereka (penduduk kaum itu) berkata kepada salah seorang dari keduanya, ‘Berkorbanlah!!’ ‘aku tidak memiliki apa-apa untuk dikorbankan’, jawab lelaki itu ‘Kurbankan walau seekor lalat’, tuntut mereka. Maka lelaki itu pun mengorbankan seekor lalat hingga penduduk kaum itu membiarkannya lewat. Lelaki itupun masuk neraka. mereka berkata kepada orang kedua, ‘Berkorbanlah!’ ‘Aku tidak akan mengorbankan apapun kepada selain Allah’ kata lelaki itu. Penduduk kampung itu kemudian membunuhnya dan ia pun masuk surga.” (HR. Imam Ahmad Bab Zuhud. Abu Naim al-Asfahani dalam Hilyatul auliya 1/203)

Hati-hatilah dengan tipuan dunia. Jangan letakkan di hatimu sehingga menguasai jiwamu. Dan kamu pun berubah menjadi musang berbulu domba..
Ghoib, Edisi No. 64 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Iblis Dikutuk Karena Dengki

Dari judul kesaksian kita kali ini, sudah dapat dibayangkan, betapa tersiksanya Vera. Seorang mahasiswi yang dikenal sebagai gadis yang enerjik dan aktif. Meski bukan aktif di kegiatan sekolah, tapi tempat Vera biasa menambah uang saku cukup memberikan gambaran seperti apa vitalitasnya selama ini.

Sebagai seorang gadis yang bekerja port time SPG (Sales Promotion Girl), Vera dituntut untuk selalu ceria dan bertindak cepat, tanggap dan lugas dalam melayani pengunjung yang mampir ke stant yang dijaganya. Masalahnya, semua keceriaan itu mendadak berubah, tak lama setelah ia bertemu dengan salah seorang sepupunya sendiri. Gadis itu bernama Rina. Usianya tidak berbeda jauh dari Vera. Seharusnya hal ini menambah keakraban di antara mereka. Karena mereka satu darah, satu tingkat usia. Satu strata pendidikan.

Toh sekian persamaan itu tidak banyak bernilai. Pertemuan mereka di ajang pameran justru membuka luka lama. Tanpa banyak cincong. Rina langsung menunjukkan ketidak senangannya terhadap Vera yang sedari dulu belum berubah. “Ih…, udah badannya kurus, mukanya makin kelihatan lonjong aja.”

Kita pun mudah menebak, ada apa di balik itu semua. Ada nuansa kedengkian yang berasal dari kebencian dan tidak senang bila ada orang lain yang mengunggulinya. Nuansa hati itu tidak lagi bisa dipungkiri tatkala tercermin dalam tindakan nyata.

Masalahnya, bagi Vera pertemuan itu berujung pada perubahan perilaku yang dialaminya. Dimulai dari mimpi yang menyeramkan, suka bengong di tempat kerja sehingga mendapat teguran dari atasan, adanya beban yang bergelayut di punggungnya, sampai pada kesurupan.

Dari sini, metamorfosis kehidupan Vera dimulai. la tidak lagi seenerjik dulu. Sepulang kuliah langsung ngeloyor pulang ke rumah. Bukan untuk membantu kegiatan orangtuanya, tapi lebih banyak mengisinya dengan tidur dan tidur. Pakaian pun dibiarkannya menumpuk begitu saja. Masalahnya semakin rumit, tatkala ia berubah menjadi seorang pemarah Apapun kata orangtuanya, selalu ditentangnya. Sungguh kasihan.

Mengapa semua itu terjadi? Jawabannya adalah keterlibatan jin dalam diri Vera. Hal itu telah diketahui sejak Vera datang ke Ki Tirto sepulang darı membeli tiket. Masalahnya, jin yang merasuk ke dalam tubuh Vera ternyata tidak hanya satu. Ada jin lain yang terus keluar masuk. Katanya, disuruh masuk kembali oleh orang yang mengirimnya setelah dikeluarkan pada terapi ruqyah.

Vera memang tidak berani menuduh saudara sepupunya. Tapi perang dingin di antara mereka menjadi sinyal yang kuat. Terlebih bila gangguan demi gangguan dialaminya tak lama setelah Rina datang ke rumahnya.

Dalam bedah kali ini, kita menyoroti satu hal. Kalau memang benar Rina yang melakukannya, maka semua itu bermula dari sifat dengki yang menghinggapinya. Hal ini tidaklah mengherankan. Karena kedengkian merupakan satu dari delapan pintu utama masuknya syetan ke dalam hati.

Dalam kitab Tazkiyatun Nufus, Said Hawa mengatakan yang dimaksud dengan kedengkian adalah mengharapkan lenyapnya nikmat dari orang yang didengki. Hal ini dalam beberapa keadaannya merupakan salah satu dosa besar.

Kedengkian merupakan penyakit yang memba hayakan kehidupan bermasyarakat. Bahkan bisa menghancurkan sebuah kaum bila penyakit ini tersebar luas di tengah masyarakat. Karena kehidupan tidak dapat ditegakkan di atas kedengkian. Seperti yang telah menimpa Kaum Madyan.

Karena itu dalam beberapa hadits, Rasulullah memperingatkan umatnya agar membuang jauh jauh sifat dengki sedini mungkin. Jangan biarkan dia menguasai kerajaan hati hingga menghancurkannya.

“Telah menyebar di kalangan kalian penyakit umat-umat sebelum kalian. Kedengkian dan kebencian, la adalah pencukur, saya tidak mengatakan pencukur rambut tetapi pencukur yang mencukur agama. Demi yang diri Muhammad berada di tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai, maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang hal yang dapat menetapkan hal itu bagi kalian; sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Tirmidzi).

Sebarkanlah salam. Hilangkan perasaan benci dan dengki kepada orang yang mendapat limpahan kenikmatan dari Allah . Karena dengan itulah seseorang bisa merasakan manisnya surga. Seperti yang disampaikan Rasulullah kepada para sahabat “Dari lorong ini sekarang muncul kepada kalian seorang dari penghuni surga”. Tak lama kemudian muncul seorang dari kalangan Anshar. la menyeka air wudhu dan jenggotnya dan menjinjing sandalnya. Tiga hari Rasulullah mengucapkan kalimat yang sama. Dan lagi-lagi orang Anshar itu yang lewat.

Abdullah bin Amr bin Ash penasaran. la pun ngin mengetahui apa rahasia yang mengantarkannya ke surga, la pun minta izin untuk bermalam di rumahnya. Tiga hari Abdullah bin Amr bin Ash mengamati ibadah orang Anshar tersebut. Tidak ada, yang istimewa. la tidak bangun untuk shalat malam. Baru setelah Abdullah bin Amr pamit pulang dan mengatakan alasannya bermalam di sana, orang Anshar itu menjawab, “Tidak ada apa-apa kecuali yang kamu lihat, hanya saja aku tidak punya rasa benci dan dengki kepada salah seorang kaum muslimin yang dikaruniai Allah kebaikan.

“Itulah yang membuatmu mencapai tingkatan itu dan itulah yang tidak mampu kami Lakukan,” kata Abdullah bin Amr bin Ash. Ketiadaan rasa benci dan dengki dalam hati itulah yang menyelamatkannya dari api neraka.

Sebaliknya. Iblis menjadi makhluk yang paling terkutuk di jagad ini justru karena dengki yang merasuk ke dalam hatinya. Hal ini terungkap dalam dialog antara Iblis dan Nabi Nuh seperti dikisahkan Ibnu Umar dan disebutkan dalam kitab Talbis Bilis karya Ibnul jauzi serta Imam al-Ghazali dalam kitabnya yang terkenal Ihya Ulumuddin: 2:43

“Ketika nabi Nuh naik ke dalam perahu, ia melihat seorang lelaki tua yang belum dikenalnya di dalam perahu. Nuh berkata, Mengapa kamu naik? Saya masuk karena ingin menggoda hati sahabat-sahabatmu, sehingga hati mereka bersamaku sedang badan mereka bersamamu. Kemudian Nabi Nuh berkata, Keluarlah wahai musuh Allah. Iblis menjawab, Ada lima hal yang dengannya aku akan menggelincirkan manusia. Aku akan menyebutkan tiga di antaranya dan dua yang lainnya tidak.”

Allah kemudian memberikan wahyu kepada nabi Nuh, bahwa Nabi Nuh tidak membutuhkan yang tiga hal itu. Mintalah dia menyampaikan sisanya yang dua.” Iblis menjawab. ‘Dengan dua hal itu aku akan menggelincirkan manusia. Dengki dan tamak. Dengan kedengkian aku dilaknat dan dijadikan sebagai syetan yang terkutuk. Dan dengan ketamakan, Nabi Adam diperkenankan menikmati seluruh isi surga maka saya ingin merebutnya karena itu aku dikeluarkan dari surga”.

Iblis dikutuk lantaran dengki, haruskah kita mengikuti langkahnya? Tentu tidak. Karena itu buang kedengkian sedari awal.
Ghoib, Edisi No. 63 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Tertusuk Panah Iblis

Pandangan mata adalah anak panah Iblis yang beracun, kata Rasulullah dengan tegas. Jelas, masalah pandangan mata bukan masalah yang kecil. Penyebutannya sebagai panah Iblis menjadi bukti yang tidak terelakkan. Iblis sadar betul kekuatan pandangan mata hingga menjadikannya sebagai senjata utama.

Kesaksian edisi ini menjadi bukti yang kesekian. Farah, seorang ibu rumah tangga, menjadi korban panah beracun Iblis. Farah memang telah menikah. Sebagai seorang wanita yang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, Farah tidak bisa membatasi diri dalam komunitas perempuan.

Di sinilah awal derita itu bermula, seperti diakui Farah sendiri. Seiring dengan pertemuan demi pertemuan. Tatapan demi tatapan, syetan meluncurkan panah-panah asmaranya. Keberadaan Farah dan Bima yang masing-masing telah berkeluarga justru menjadi ladang emas bagi syetan. Ibarat pepatah, sekali mendayung dua, tiga pulau terlampaui. Sekali melepas anak panah dua keluarga tercerai berai. Itu harapan Iblis.

Berasal dari sebuah tatapan mengalir menjadi benih-benih kekaguman. Senyumnya yang menawan, pandangan matanya yang sejuk atau tutur katanya yang manis, semua itu terus terbayang. Mulanya, Farah menganggap itu hal yang biasa, seorang wanita kagum dengan lawan jenis atau sebaliknya.

Di sini, syetan mulai memegang kendali. Seperti yang dikatakan Ibnu Qayyim dalam kitabnya al-Jawabul Kafi liman Sa ala aniddawa isy Syofi pandangan mata sebagai penunjuk jalan dan utusan syahwat. Barang siapa yang membiarkan pandangan matanya, maka berarti dia merelakan dirinya terjerumus ke jurang kehancuran.

Karena itu, sedari awal seharusnya setiap muslim memegang teguh sabda Rasulullah “Janganlah kamu ikuti satu pandangan dengan pandangan yang lain, sebab pandangan yang pertama menjadi milikmu (halal) sedangkan pandangan yang kedua bukan milikmu (haram)” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi), Ini adalah jalan keluar terbaik sebelum terjerembab terlalu dalam.

Kenyataannya, di tengah masyarakat yang menganut faham pergaulan bebas. Budaya perselingkuhan semakin membudaya. Istilah ser for launch juga bukan lagi rahasia umum. Cinta lokasi, juga bukan berita asing di negeri ini. Semuanya bermula dari pandangan mata yang bebas tanpa batas. Tanpa ada keinginan untuk memalingkan diri atau justru menghindari kontak yang semakin jauh.

Namun, semua itu masih tidak bisa menutupi kegelisahan jiwa. Ketika pandangan mata melahirkan gejolak hati, gejolak hati akan menimbulkan kemauan. Kemudian kemauan itu semakin kuat sehingga menjadi keputusan yang kuat. Akhirnya timbullah perbuatan selama tidak ada penghalangnya.

Karena itu ada orang yang mengatakan. “Sabar dalam menahan pandangan mata adalah lebih mudah daripada sabar menahan bahaya yang terjadi sesudahnya. Farah telah merasakan akibatnya. Bertahun-tahun, ia hidup dalam bayangan cinta semu. Pada satu sisi, ia terikat dalam jalinan perkawinan dengan Roni. Tapi pada sisi lain, ia tidak menafikan gejolak perasaan yang muncul dalam hatinya.

la pun tidak lagi bisa mengendalikan bisikan hatinya. Bisikan yang sulit dikendalikan. Ibnu Qayyim dalam kitabnya of-Jowobul Kafi liman Sa’ala aniddawa isy Syafi mengatakan. “Bisikan hati adalah suatu hal yang sulit dikendalikan. Karena ia adalah pangkal dari kebaikan dan kejahatan. Dari bisikan hati timbul kehendak, cita-cita dan tekad bulat. Oleh karena itu barangsiapa mampu menjaga bisikan hatinya, ia akan dapat mengekang hawa nafsunya.”

Bisikan itu senantiasa mendekam dalam hati whingga menjelma menjadi sebuah angan-angan semu “Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, api bila didatanginya, dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. An- Nur: 39).

Bisikan hati itu tidak lagi terkendali. Hingga Farah harus cemburu kepada Bima. Padahal, ia bukan suaminya. Terlebih bila ia juga harus cemburu kepada Jeng Ike, istri Bima yang sesungguhnya.

Bayang-bayang cinta semu yang semuanya bermula dari pandangan mata. Tidak salah bila kita mengutip pepatah yang sangat terkenal “Dari mana datangnya lintah, dari sawah turun ke kali. Dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati.”

Karena itu jagalah mata, bila din ini ingin selamat. Kisah seorang sahabat yang menabrak tembok sangat menarik untuk dijadikan pelajaran.

Lantaran seorang wanita cantik yang menarik perhatiannya. hingga ia pun tidak lagi memperhatikan jalan di depannya. Tembok pun ditabrak. Tanpa ampun, hidungnya berdarah. Tapi sahabat tersebut tidak menyeka darahnya. la membiarkannya sampai bertemu Rasulullah dan mengakui kesalahannya.

Farah dan Bima memang tidak terjerumus lebih dalam. Cinta mereka hanya sebatas dalam bayang-bayang. Dan berakhir dengan perpindahan Bima ke Surabaya. Berakhir ketika mata tidak lagi dimanjakan dengan melihat orang yang mengisi sebagian dari hatinya. Sepuluh tahun kemudian, Farah baru menyadari bahwa selama ini ia hidup dalam permainan pelet Bima.

 

 

Ghoib, Edisi No. 62 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Syetan Menjanjikan Kemiskinan

“Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan. Sedangkan Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 268)

Hidup itu bagaikan roda yang berputar. Kadang di atas lain waktu di bawah. Itulah bagian dari sunatullah yang dilakoni manusia. Siapapun orangnya, tidak bisa mengelak dari suratan takdirnya. Tidak pula dengan Anton dan keluarganya.

Bisnis yang dirintis kakeknya dari tahun 1957 terus menanjak. Allah memberikan kemudahan bagi sang kakek menapaki dunia bisnis secara perlahan. Meski untuk meraih kesuksesan itu memerlukan perjuangan yang tidak ringan. Berjibaku dengan waktu dan pesaing bisnisnya.

Perlahan namun pasti, lima puluh buah tangki minyak tanah berhasil dikelolanya. Sang kakek mencapai puncak kejayaannya. Ibarat pohon makin tinggi, makin deras angin yang menerpanya. Kian banyak gangguan dari kiri dan kanan, dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Baik mereka yang mengambil keuntungan maupun mencari kesempatan untuk menjatuhkannya.

Roda pun bergulir, perlahan bisnis kakek Anton kolaps. Dari lima puluh tangki tinggal menyisakan sembilan buah. Di sinilah syetan bermain dan semakin mencengkeramkan kuku kukunya. Sang kakek yang selama ini lurus-lurus saja, mulai goyah. la yang tidak pernah memanfaatkan jasa perdukunan, akhirnya tidak kuasa mempertahankan keyakinannya. Bebas dari dunia perdukunan.

Kekhawatiran bila bisnisnya semakin hancur membuatnya pontang-panting. Ke sana kemari ia meminta jasa dukun dan ‘kyai’ atau bahkan berziarah ke makam-makam yang dikeramatkan. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 268 di atas benar-benar menakutkannya.

Di sinilah, kekuatan iman seseorang memegang peranan penting. Musibah yang datang beruntun dan di luar perkiraan tidak seharusnya membuat seseorang membabi buta. Dan menempuh segala cara untuk meraih kejayaannya kembali.

Sungguh indah sebuah hadits yang disampaikan Rasulullah. “Ajaban liamril mukmin,” tutur Rasulullah memulai sabdanya. “Sungguh mengherankan kehidupan seorang mukmin itu. Semua urusannya itu baik adanya dan hal ini tidak terjadi kecuali pada seorang mukmin. Bila ia mendapat kebaikan, maka ia bersyukur dan bila ditimpa kesusahan dia pun bersabar.” (HR. Muslim)

Begitulah sejatinya, kehidupan seorang mukmin. Pailit yang diderita bukan alasan untuk berlepas diri dari tali Allah dan meraih bantuan syetan. Karena pada hakekatnya kepahitan itu tidak terlepas dari suratan takdir yang memang harus diterima, bila Allah telah menentukannya.

“Rahmat apa saja yang diberikan Allah kepada manusia tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh-Nya tiada seorang pun yang sanggup melepaskan sesudah itu.” (QS. Fathir. 2)

Firman Allah ini seharusnya menjadi pegangan setiap orang beriman. Tidak pandang bulu, apakah dia seorang pengusaha yang sukses atau seorang pengemis jalanan. Semuanya sama di hadapan takdir.

Artinya, sikap yang ditempuh oleh kakek Anton dengan mendatangi dukun, atau berziarah ke makam-makam yang dikeramatkan tidak akan menyelesaikan masalah, bila Allah berkehendak lain. Bila Allah masih membatasi rizkinya sebatas yang Allah kucurkan saat itu.

Justru sebaliknya, seharusnya kepahitan yang dialami menjadi sarana introspeksi diri. Barangkali ada hak orang lain yang belum ditunaikannya. Atau setidaknya satu hal yang harus terpatri di dalam jiwa bahwa Allah sedang mengujinya dengan harta. Bila saat uang berlimpah, ia bisa selamat dari rongrongan akidah, sekarang Allah mengujinya dengan kebalikannya. Apakah tetap dengan keyakinannya.

Mendatangi seorang dukun tidak akan membuat order meningkat. Karena pada hakekatnya rizki seseorang telah ditentukan Allah sejak la berada dalam rahim seorang ibu.

“Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nuthfah, kemudian menjadi mudhghah selama itu juga. Kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya. Lalu diperintahkan untuk menuliskan empat perkara, rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya…” (HR Bukhari dan Muslim).

Ironisnya, keyakinan sang kakek itu diteruskan penerusnya. Anton yang sejak 1992 diberi kepercayaan terlibat pengelolaan bisnis menempuh langkah serupa. Terlibat dengan perdukunan. Bahkan sebelum bertemu dengan pihak pertamina pun ia merapal wiridan surat al-Ikhlas seribu kali. Bila kemudian, nampak ada kemudahan dan diyakini bahwa kemudahan itu berasal dari wiridan-wiridan yang dirapal, maka syetan semakin tertawa. la telah memenangkan pertarungan untuk kesekian kalinya. Padahal sejatinya, syetan tidak bisa berbuat banyak. “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya.” (QS. Al- Isra’: 30)

Masalahnya tidak semua kelapangan yang diterima seseorang merupakan bagian dari rahmat. Bisa jadi kelapangan itu adalah istidraj. Karena itu, “Terimalah semua yang telah Aku (Allah) berikan kepadamu dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al- A’raf: 144)

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 61 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

HUBUNGI ADMIN