Syetan adalah musuh. Itu keyakinan yang harus dibangun di awal. Karena dengan tegas dan lebih dari sekali dalam al-Qur’an, Allah mengingatkan kita, “Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Qs. Fathir: 6).
Sementara jin yang masuk ke dunia manusia adalah syetan. Karena syetan adalah sifat jahat dari makhluk apa saja termasuk jin. Dan tidak ada jin muslim yang shalih yang mau masuk ke dunia manusia. Karena Allah telah menciptakan garis pemisah yang jelas antara dunia manusia dan jin walaupun keduanya memiliki kewajiban yang sama yaitu untuk beribadah.
Jadi kalaupun ada jin yang masuk ke dunia manusia, maka jin itu adalah jin kafir yang memang membangkang terhadap perintah Allah. Atau jin muslim tapi fasik, yaitu yang banyak melakukan dosa. Termasuk hadir di dunia manusia adalah bentuk kedzaliman dan dosa. Atau jin munafik yang sebenarnya bukan muslim tapi mengaku-ngaku sebagai muslim.
Untuk itulah, kita sebagai manusia harus sangat berhati-hati terhadap informasi apapun yang berasal dari dunia jin. Karena sekali lagi mereka adalah musuh. Sementara Allah pun telah mengingatkan kita dalam ayat umum tentang masalah sikap mukmin terhadap informasi dari musuh, “Hai orang orang yang beriman, jika datang kepadamu (orang) fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.” (Qs. al-Hujurat: 6)
Informasi dari musuh sesama manusia akan sangat jeli kita cerna dengan penuh ketelitian kita gali dan berusaha sebisa mungkin mengambil jarak sejak awal agar tidak termakan oleh propagandanya. Demikian juga seharusnya kita bersikap terhadap informasi yang datang dari syetan. Ambillah jarak sejak awal, agar tidak dijerumuskan.
Apalagi jika kita baca lebih gamblang lagi tujuan syetan, “Sesungguhnya syetan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu…” (Qs. al-Maidah: 91).
Salah satu cara untuk menimbulkan permusuhan itu adalah dengan menebarkan berita bohong dan fitnah. Sayangnya, kita sering kali menjumpai masyarakat percaya terhadap semua ocehan jin melalui orang yang sedang kesurupan. Ketika syetan menyebutkan bahwa dia disuruh oleh tetangganya, maka mulailah terjadi permusuhan dan rasa mencurigai yang ujungnya adalah rasa saling benci dan saling memusuhi. Persis seperti yang disampaikan ayat di atas.
Di lapangan, tim ruqyah Majalah Ghoib sering menjumpai jin yang berdusta dengan ocehannya. Bahkan sampai pada tingkat fitnah yang melibatkan orang lain.
Dalil atau Fakta, Atau Abaikan
Memang, tidak semua hal yang disampaikan syetan itu salah. Hal ini telah sering kita sebutkan dalam kajian kita berdalilkan peristiwa yang dialami oleh Abu Hurairah, di mana akhir ceritanya adalah pembenaran Nabi terhadap hal yang disampaikan oleh jin yang datang kepada Abu Hurairah.
Pernyataan syetan bisa diterima asalkan ada satu di antara dua hal: Dalil atau Fakta. atau ada kedua-duanya. Tanpa salah satunya, maka ungkapan jin abaikan saja. Dan jangan pernah diambil hati apalagi mengusik dunia kita.
Dalil berguna untuk mengukur kebenaran ungkapan syetan jika berhubungan dengan urusan agama. Dan jika jin sudah bicara masalah agama, maka tidak mungkin diterima jika tidak ada dalilnya. Seperti pernyataan jin di kesaksian kita kali ini. “Sebaik-baik jin adalah seburuk-buruknya manusia. Itu tidak bisa dipungkiri.”
Dalam syariat Islam, kita mengetahui bahwa jin dan manusia sama-sama mempunyai tanggung jawab beribadah. Kemudian setelah itu, baik jin ataupun manusia terbagi menjadi dua. Taat atau Membangkang. Kemudian dipertegas lagi oleh kemungkinan orang berpeluang mendapatkan posisi sebagai makhluk mulia dengan ketaqwaannya. Maka jin yang shalih dan taqwa berarti telah memperoleh kemuliaan derajat di sisi Allah. Jadi tidak mungkin, jin yang shalih dan taqwa disamakan dengan manusia paling buruk. Karena manusia paling buruk adalah orang yang ingkar kepada Allah. Maka, tentu tidak sama antara ketaqwaan dan kekafiran.
Yang ada justru sebaliknya. Di mana syetan manusia lebih jahat daripada syetan jin, sebagaimana dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Dzar! Hendaklah kamu memohon perlindungan kepada Allah dari (kejahatan) syetan manusia dan syetan jin. Lalu Abu Dzar bertanya, “Ya Rasulullah, apakah ada syetan manusia? Rasulullah menjawab, “Ya, bahkan ia lebih jahat dari syetan-syetan jin.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).
Adapun fakta berguna untuk mengukur kebenaran ucapan jin yang berhubungan dengan masalah dunia. Seperti pengakuan jin terhadap salah satu peruqyah di mana dalam pengakuannya tersebut jin mengaku dikirim oleh sekelompok orang yang belajar sihir di sebuah tempat ibadah agama tertentu di ruangan bawah tanah. Berita seperti ini harus dicari kebenarannya dengan mengungkap fakta kebenaran dari berita tersebut. Atau ada jin yang mengaku dikirim oleh tetangga. Hal seperti ini tidak bisa diterima sampai ada fakta yang membenarkannya.
Dengan salah satu dari dua cermin tersebut yaitu dalil atau fakta, kita hadapkan semua ocehan jin. Jika sesuai dengan dalil, atau sejalan dengan fakta yang benar, baru kita terima. Seperti saat jin mengungkapkan dalam kesaksian ini bahwa praktik di bilangan Pasar Minggu menggunakan jin kemudian jin itu mengiyakan pengobatan di Majalah Ghoib, seharusnya masalah inipun didudukkan di hadapan syariat. Mana yang sesuai syariat itulah yang memang harus didatangi. Adapun berita jin, memang terkadang benar sebagaimana kisah Abu Hurairah di atas.
Sedangkan pernyataan yang berhubungan dengan dunia dan tidak ada faktanya, maka abaikan saja pernyataan jin itu. Seperti saat jin menyebut dalam kisah ini tentang anak kecil yang sakit, bahwa anak itu lari-lari lalu terjatuh dan kakinya menginjak anak jin, anak jin itu mati dan bapaknya marah. Masalah ini tidak bisa kita mungkin kita buktikan kebenarannya. Jadi abaikan saja dan tidak usah terlalu mengusik kenyamanan hidup kita. Banyak berlindung kepada Allah agar tidak diganggu oleh syetan. Dan jangan termakan oleh ocehan syetan.
Ghoib, Edisi No. 40 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M