Lahir Selamat Tanpa Nujuh Bulan (Mitoni)

Katanya, upacara mitoni atau nujuh bulan dapat menjaga jabang bayi yang masih dalam kandungan sang ibu. Katanya, agar jabang bayi dan ibunya tidak mengalami gangguan dari hal-hal yang tidak diinginkan dan bisa selamat sampai persalinan nanti.

Bagi sebagian masyarakat yang lain, mitoni dikenal juga dengan istilah rujakan. Karena rujak, menjadi menu wajib yang harus tersedia. Jadi tidak perlu heran bila sewaktu-waktu anda mendengar seorang tetangga bertanya, “Bu, kapan rujakan ?” ketika ada anggota keluarga anda yang lagi hamil. Yang berarti kapan ritual nujuh bulan diadakan.

Upacara nujuh bulan ini cukup merata di Indonesia. Dengan ritual yang sedikit berbeda pada setiap daerah. Misalnya ada yang memandikan si ibu hamil tujuh kali, setiap selesal mandi harus ganti kemben (kain kebaya) kemudian dimandikan lagi oleh orang yang berbeda dengan orang yang pertama. Bisa dibayangkan betapa lelahnya si ibu itu.

Kemudian untuk mengetahui apakah jabang bayi itu laki-laki atau perempuan, tidak perlu datang ke dokter kemudian di USG. Tidak perlu itu. Tapi si ibu hamil itu cukup hanya dengan duduk sepert duduk antara dua sujud. Kemudian si ibu menggelindingkan telur di atas pangkuannya. Nah, bila telur itu pecah, berarti bayi yang dikandungnya itu adalah perempuan. Dan bila telurnya tidak pecah, berarti akan terlahir anak laki-laki. Nah di sini masalahnya, bagaimana kalau telur itu hanya retak saja. Berarti, anaknya tidak laki-laki dan tidak juga perempuan, banci dong. Wah bisa gawat.

Bagi sebagian masyarakat di daerah lain, untuk mengetahui apakah janin itu laki-laki atau perempuan tidak harus dengan telur. Tetapi dengan memecahkan buah kelapa. Bila buah kelapa itu langsung terbelah berarti akan lahir laki-laki dan bila goloknya melenceng berarti janinnya itu perempuan. Ada-ada saja.

Lanjutan ritual itu, si suami harus memasukkan dua buah kelapa gading yang telah digambari Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra. Yang melambangkan si bayi akan lahir elok rupawan dan memiliki sifat-sifat luhur. Itu bagi masyarakat yang masih kental tradisi kejawennya. Tapi bagi sebagian masyarakat lain, pengharapan ini dilambangkan dengan bacaan surat Yusuf dan surat Maryam.

Sebenarnya sih, sah-sah saja mengharap lahirnya anak yang cantik atau tampan. Tapi bila pengharapan itu dilambangkan dengan sesuatu yang bertentangan dengan aqidah, pasti akan melahirkan masalah tersendiri.

Sungguh sangat naif, bila ritual yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit ini sama sekali tidak bersumber dari ajaran islam. Tidak perlu terkejut, apalagi marah. Taruhlah contohnya bacaan surat Yusuf atau Maryam di atas. Apakah pernah tertulis dalam hadits? Tidak. Itulah jawaban yang jujur. Ataukah memang ada sahabat yang pernah melakukannya? Juga tidak ada. Lalu, darimana? Kita masih beruntung, bila masih ada ruang untuk pertanyaan ini. Karena jawabannya akan dengan jelas menunjukkan bahwa ritual mitoni atau nujuh bulan ini berasal dari keyakinan nenek moyang. Keyakinan yang jelas tidak benar. Alih-alih berharap, malah melecehkan Al-Quran. Karena surat Yusuf dan Maryam tidak digunakan untuk mitoni, Salah satu ajaran Islam yang berkaitan dengan kelahiran anak adalah aqiqah. Sayangnya, justru aqiqah tidak banyak diamalkan oleh masyarakat.

Keselamatan ibu dan bayi tidak ditentukan sama sekali oleh ritual mitoni. Tetapi kuatkan tawakkal yang digambarkan dengan ungkapan doa yang tulus terutama dari sang suami.

Maka, selalu berhati-hatilah terhadap segala hal yang sumbernya adalah katanya…

 

Ghoib, Edisi No. 13 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Bambu Kuning Menangkal Kolor Ijo?

Kolor ljo. Sebuah nama yang menjadi buah bibir masyarakat sejak awal Ramadhan lalu. Kolor ijo menjadi momok tersendiri bagi mereka, la bagaikan hantu gentayangan. Menakutkan setiap warga pinggiran Jakarta. Kali ini yang dicari si kolor ijo bukanlah emas permata, atau barang berharga lainnya.

Kolor ijo yang katanya selalu meminta korban perempuan dalam setiap aksinya itu tidak lagi perduli siapa korbannya. Gadis atau janda sama saja. Sehingga seorang penjual gerabah keliling yang telah berumur enam puluhan tahunpun ketakutan luar biasa, la harus buru-buru pulang ke kampungnya di Kranggan, bila tidak ingin menjadi korban berikutnya.

Isu korban kolor ijo pun terus bertambah. Menjalar dari kec Setu di Bekasi ke pinggiran Jakarta Timur, di Lubang Buaya terus bergerak ke Cimanggis, Ciputat dan berita terbaru kolor ijo telah merambah wilayah Depok.

Itulah mengapa, sejak tiga bulan lalu banyak pintu dan angin-angin rumah warga dipalangi dengan bambu kuning. Katanya, agar jin yang katanya suka memperkosa itu tidak masuk rumah. Akibatnya, tidak sedikit pohon bambu kuning yang menjadi sasaran para warga yang memang lagi ketakutan. Misalnya kebun bapak Kasan yang tinggal di kawasan Depok yang tidak lewat dari serbuan massa. Yang lebih kasihan, seorang ibu di Cilangkap yang belum lama menanam bambu kuning. Bambu itu baru berupa dua batang yang masih kecil. Eh, masyarakat tetap tidak perduli. Langsung saja bambu itu disikat habis.

Sungguh kasihan. Kalaulah benar kolor ijo merupakan jin atau manusia yang berkolaborasi dengan jin. Demi keuntungan sesaat. Atau apapun dalihnya. Apakah memang bambu kuning layak menjadi solusi tersendiri? Sulit menerimanya. Terlebih bukti di lapangan berbicara lain, seorang ibu yang memasang bambu kuning di rumahnya mengaku masih disatroni si kolor ijo.

Yang jelas, dalam pandangan Islam, pemakaian bambu kuning sebagai penangkal jin telah menyalahi aqidah. la telah masuk wilayah terlarang. “Barangsiapa menggantungkan jimat-jimat maka dia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad). Dan tidak satu pun riwayat shahih yang memberitahukan bahwa bambu kuning mempunyai kekuatan menolak kehadiran jin.

Seseorang boleh saja ketakutan pada gangguan jin, karena memang sudah menjadi tabiat mereka menggoda dan mengganggu manusia. Tapi sudah selayaknya hal itu disikapi dengan benar. Penyikapan yang tidak bertentangan dengan syar’i. Bukankah hadits riwayat Abu Hurairah yang mengisahkan bagaimana ia menangkap seorang jin yang ketahuan mencuri. Kemudian si jin tersebut mengajarkan kepada Abu Hurairah bagaimana manusia menjaga diri dari gangguan jin. Hanya dengan membaca ayat Kursi. Jadi, yang jelas tidak perlu menggantungkan bambu kuning.

Jimat bambu kuning seharusnya juga tidak perlu ada di rumah setiap muslim. Karena sudah cukup baginya membaca surat Al-Baqarah setiap hari. Bacaan yang tidak hanya menangkal datangnya jin tapi jauh lebih dahsyat karena jin akan lari dari rumah itu. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya syetan akan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al-Baqarah.”

Dan, jangan lupa ketika menutup pintu mengucap basmalah. “… Dan tutuplah pintu pintu dengan menyebut nama Allah, karena syetan tidak bisa membuka pintu yang tertutup.” (HR. bukhari dan Muslim).

Karena itu, bentengi aqidah dari hal-hal yang berbau katanya.

 

 

Ghoib, Edisi No. 12 Th 2/ 1424 H/2004 M

Foto Bertiga Bisa Kualat?

Katanya, foto bertiga bisa mendatangkan bencana, apalagi yang saat itu pas berada di tengah. “Wah, bisa gawat! Dialah nanti yang mati duluan,” kata peramal katanya ini. Sial benar. Jadinya, nggak bebas dong foto bertiga. Lalu gimana kalau saat itu mereka bertiga adalah teman akrab. Dan, momen itu merupakan pertemuan mereka yang terakhir. Yaa dengan terpaksa, mereka harus foto berdua-duaan. Akhirnya harus jeprat-jepret tiga kall, padahal sebenarnya bisa satu kali. Kasihaaan sekali, selain boros mereka harus gigit jari, dan hilanglah kesempatan emas foto bersama dengan sia- sia. Yang lebih kacau lagi kalau filmnya tinggal satu.

Dalam kondisi seperti ini, tidak jarang orangtua yang mewanti-wanti anaknya agar tidak foto bertiga. Seperti yang dialami Andika, remaja ABG yang siang tadi baru pulang dari jalan-jalan bersama teman-temannya. Malam harinya dia ditanya ayahnya, “Kemana saja kamu jalan-jalan?”

“Ke Bedugul Pak, foto-foto,” jawab Andika sambil menonton Meteor Garden II di televisi swasta.

“Bagus, untuk kenang-kenangan bersama teman-teman. Tapi kamu tidak foto bertiga kan? Bahaya!” tutur ayahnya.

Belum lagi kalau sepasang suami istri ingin foto bersama anak semata wayangnya. Apa yang harus dilakukan? melupakan keinginannya, atau rela dibayang-bayangi kekhawatiran akan meninggalnya salah seorang dari mereka? kasihan. Bingung harus pilih yang mana.

Anehnya, kepercayaan ini berkembang luas di berbagai daerah, baik di Jawa maupun Bali. Padahal kalau diselidiki lebih jauh, ternyata sumber dari larangan ini berasal dari kepercayaan non islam yang mengeramatkan angka tiga. Seperti kepercayaan tentang Kahyangan Tiga, Padma Tiga, termasuk sanggah kemulan yang juga ber-rong tiga.

Sebagai angka keramat, angka tiga biasanya digunakan untuk urusan sakral. Kendati tiga adalah angka mukjizat, ajaib, tapi jika dihubungkan ke manusia, biasanya angka tiga malah dipandang berakibat buruk karena memoda-moda angka yang suci untuk Tuhan. Misalnya, dilarang matatah bertiga (ganjil), tak boleh mengendarai sepeda motor bertiga. Selain pasti ditilang pak polisi, juga nggak enak berdesak. desakkan. Atau bisa juga merusak sepeda motor. Wajar saja, kelebihan beban.

Dalam pandangan islam, tentu tidak ada hubungan antara foto bertiga dengan kematian. Siapapun boleh saja foto bersama dengan orang lain tanpa harus menghindari jumlah tiga. Tanpa harus takut mendapat bencana. Tapi jangan coba-coba foto dengan mengumbar aurat. Karena jelas ini terlarang baik oleh etika ataupun norma agama. Sendiri, berdua atau bertiga sama saja hukumnya dalam agama, tidak boleh. Bencananya bukan hanya di dunia tapi jauh lebih berat dari itu, bencana siksa dalam kehidupan akhirat.

Terlebih bila kepercayaan ini secara nyata berdasarkan pada keyakinan yang bersumber dari agama non islam, atau sekedar warisan nenek moyang. Maka sudah sewajarnya bila kita mensikapi dengan lebih keras. bahkan menolaknya mentah-mentah. Sehingga kita tidak termasuk dalam golongan orang yang tercantum dalam firman Allah, “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yan telah diturunkan Allah,” mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti opa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang itu tidak mengetahui suetu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. al-Baqarah: 170)

Nah, bila kebetulan teman kita ada yang pernah foto bertiga. Lalu tak lama kemudian ada yang meninggal. Bukan berarti itu karena kutukan. Tapi karena memang kontraknya di dunia sudah habis. Alias sudah tiba ajalnya. Karena itu jangan kotori aqidah kita dari hal-hal yang berbau katanya. Bisa gawat. Dan tetap waspada terhadap segala hal yang bersumber dari katanya.

 

Ghoib, Edisi 11 Th. 2/ 1424 H/ 2004 M

HUBUNGI ADMIN