Hadirnya Seorang Munafik

إِنَّهُ سَيَأْتِيْكُمْ إِنْسَانٌ يَنْظُرُ إِلَيْكُمْ بِعَيْنَيْ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَتَاكُمْ فَلَا تُكَلِّمُوهُ . رواه أحمد

“Akan datang kepada kalian seseorang yang melihat kepada kalian dengan dua mata syaitan. Untuk itu, jika ia mendatangi kalian, maka Janganlah kalian menegurnya.”

 

Tingkatan hadits:

Hadits ini disahihkan oleh Al Hakim, dan juga telah diisyaratkan mengenai kesahihannya oleh Al Haitsami. Hadits tersebut di atas sebenarnya diriwayatkan dengan sanad serta matan yang cukup panjang.

 

Kenyataan dari yang diramalkan:

Telah menjadi kenyataan apa yang diramalkan oleh Rasulullah. Yaitu, bahwasanya para sahabat tidak menunggu terlalu lama ketika muncul di hadapan mereka seorang laki-laki yang biru dan buta sebelah matanya. Lalu orang itu dipanggil oleh Rasulullah seraya berkata kepadanya: “Atas dasar apa engkau bersama teman-temanmu mencaci diriku?” Orang itu menjawab: “Biarkan aku membawa mereka kepadamu. Kemudian ia pergi dan kembali lagi dengan mengajak teman-temannya. Lalu mereka bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka tidak mengatakan apa-apa. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menurunkan ayat yang berbunyi.

“(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu, dan mereka menyangka bahwa sesungguhnva mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. (Al Mujaadilah, 18).

Pada perkembangannya perilaku “dua mata syetan” atau yang sering kita kenal dengan “karakter bunglon alias munafiq”. Sekarang sudah menjadi karakter kebanyakan orang. Padahal Rasulullah telah memberikan penjelasan kepada kita, tentang tanda-tanda orang yang berkarakter munafiq ini, yaitu apabila berkata ia dusta, apabila ia berjanji dipungkirinya, dan apabila ia dipercaya ia berkhianat. Kasus di jaman Nabi seperti yang dijelaskan di atas, tentang kolusi orang-orang munafiq untuk berbohong kepada Nabi, ternyata oleh generasi sekarang kasus seperti di atas sedang digandrungi.

Dalam semua sisi kehidupan, apakah itu cara berbisnis, memutuskan perkara hukum. memperoleh jabatan, serta seribu satu sisi lainnya. Kita saksikan persekongkolan jahat, terjadi di mana-mana. Aksi tipu-menipu, bayar upeti atau jatah preman kepada pejabat tertentu untuk membacking kemaksiatan. Nyaris tak dapat tersentuh hukum, karena semua pihak juga telah berkolusi dalam kebatilan.

Sekarang kita telah hidup, di jaman yang telah Rasulullah nubuwwatkan. Semoga kita terlepas dari karakter munafiq yang telah membuat wajah negeri kita, dikelilingi para koruptor yang masih bebas bergentayangan.
Ghoib, Edisi No. 39 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Salam Hanya Akan Diucapkan kepada Orang yang Telah Dikenal

إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُسَلِّمَ الرَّجُلُ عَلَى الرَّجُلِ لا يُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِلَّا الْمَعْرِفَة. (رواه أحمد)

“Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat, seseorang akan memberikan salam kepada orang lain yang tidak diucapkannya kecuali karena sudah dikenalnya.”

 

Tingkatan Hadits

Hadits ini dengan sejumlah jalurnya adalah hasan, sebab sanad-sanadnya satu dengan yang lain saling menguatkan.

 

Kenyataan dari yang Dinubuwwatkan

Benar apa yang diramalkan Rasulullah, di mana orang-orang Islam pada hari ini, telah menjadi lupa, atau sengaja melupakan salam. Sebuah bentuk penghormatan yang bernilai tinggi, yang dapat mewariskan kasih sayang. Kini kaum muslimin kembali tidak mengucapkan salam kepada orang lain (sesama muslim), kecuali di antara mereka telah terlebih dahulu saling mengenal. Sering sekali seorang muslim yang melintasi saudaranya sesama muslim, akan tetapi tidak mengucapkan salam kepadanya, hanya karena ia tidak pernah mengenalnya atau tidak terjalin hubungan persaudaraan di antara mereka. Dengan demikian, berarti sikap tersebut berseberangan dengan perintah Rasulullah, yang memerintahkan kita untuk menyebarkan salam kepada setiap muslim.

Yang lebih parah lagi, bila perintah menyebarkan salam kepada sesama kaum muslimin sudah menjadi aktivitas ibadah yang sangat asing. Jangankan memberi salam kepada seorang muslim yang tidak dikenalnya. Mengucapkan salam untuk orang yang telah dikenalnya atau yang terikat tali persaudaraan saja, rasanya sudah enggan dan merasa malu. Kaum muslimin telah mereduksi kebudayaan barat, yang katanya lebih gaul, seperti: Hallo, tos atau salam peace, selamat pagi dan sebagainya. Padahal jelas-jelas, budaya tersebut tidak memiliki makna cinta, dengan mendoakan keselamatan bagi saudaranya seperti yang tercantum pada makna “Assalamu ‘alaikum”. Dalam sebuah hadist shahih yang diriwayatkan oleh Imam Tirmudzi, dari Abi Yusuf Abdullah bin Salam ra, Rasulullah bersabda: “Wahai Manusia, sebarkanlah salam, berilah makanan, sambunglah tali silaturahmi, dan sholatlah ketika manusia sedang lelap tidur, niscaya kamu akan masuk surga dengan selamat.”

Salam merupakan lambang “kecintaan” terhadap saudara kita sesama muslim. Dengan salam, persaudaraan sesama kaum muslimin semakin bersemai. Tatapan kosong serta berburuk sangka, kepada orang yang baru kita kenal di jalan, akan segera mencair, manakala kita mengucapkan salam dengan tulus kepadanya. Namun, lebih dari itu, di jaman yang semakin modern ini. Di mana batas-batas teritorial sudah semakin global. Suara-suara Sunnah Rasulullah, seperti mengucapkan salam, sudah semakin nampak redup. Negeri kita, yang sejatinya adalah hamparan gugusan pulau yang diberkahi, dengan kekayaan alam yang sangat melimpah. Sekarang rakyatnya harus hidup dalam suasana yang “prihatin”. Mungkin keberkahan itu akan kembali kita rasakan. Manakala Sunnah Rasulullah, seperti saling menebarkan salam, kembali kita amalkan. Wallahu a’lam..

 

 

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 37 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Malapetaka yang Bakal Ditimbulkan oleh Orang yang Mengingkari Hadits

“Hampir ada seseorang yang sedang bersandar di atas sofanya, lalu diriwayatkan kepadanya suatu hadits di antara haditsku, akan tatapi ia mengatakan bahwa di antara kita dan kalian terdapat kitab Allah Azza wa Jalla, maka apa yang kita dapatkan padanya dari yang halal, niscaya kita juga menghalalkannya, dan apa yang kita dapatkan padanya dari yang haram, niscaya kita juga mengharamkannya. Ingat, apa yang diharamkan oleh Rasulullah adalah seperti apa yang diharamkan Allah.”

 

Tingkatan Hadits

Hadits ini shahih. Di mana semua rijalnya, sebagaimana yang terdapat pada sanad Tirmidzi dalam hadits Abu Raafi Radhiyallahu Anhu, terpercaya dan setingkat dengan rijal shahih.

 

Kenyataan dari yang Dinubuwwatkan

Berkata Al Azhim Aabadi, “Telah nampak dengan jelas mu’jizat Rasulullah, dan telah pula terbukti apa yang pernah Rasulullah kabarkan. Terutama setelah munculnya seseorang dari Punjab, masih termasuk wilayah India, yang menyebut dirinya pengikut al Qur’an, padahal jauh sekali perbedaan antara dirinya dan pengikut al Qur’an yang sejati. Malah sebaliknya, justru dirinya itu termasuk dalam jajaran kaum atheis dan murtad.

Sebenarnya ia adalah orang shalih, akan tetapi karena ulah syetan yang telah menyesatkan, memperdaya serta menjauhkan dirinya dari jalan yang lurus, sehinga ia berani berbicara tentang sesuatu yang tidak layak diucapkan oleh penganut Islam. Bahkan pembicarannya telah sampai kepada tahap penghinaan terhadap Rasulullah dan menolak hadits-hadits shahih secara keseluruhan.

la berkata, “Semua itu dusta dan perbuatan mengada-ada terhadap Allah. Yang harus diamalkan itu cuma al Qur’an semata, tanpa perlu ada hadits-hadits Nabi shalallahu alaihi wasallam, sekalipun tingkatannya shahih dan mutawatir. Karenanya, siapa pun yang mengamalkan selain al Qur’an, maka ia termasuk dalam firman Allah yang berbunyi, “Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang- orang kafir.”

Walaupun akhirnya para ulama pada masa itu, telah memberikan fatwa tentang kekafiran dan keingkarannya, serta menganggap dirinya telah keluar dari lingkungan agama Islam. Namun pada perkembangannya, faham “Ingkaru Sunnah” seperti ini, banyak memperoleh pengikut setia termasuk di Indonesia. Padahal Rasulullah, telah mengabarkan kepada kita, bahwa beliau meninggalkan dua perkara, yang menjadi pedoman selama kita hidup di dunia ini, dan kita akan memperoleh keselamatan, apabila kita mengamalkan isi kandungan al Qur’an dan sunnahnya.

Jadi, apapun alasan yang telah disampaikan para pengikut faham “Ingkaru Sunnah”, untuk tidak mengamalkan Sunnah Rasulullah, sungguh merupakan bentuk kebodohan yang hanya mengikuti tipu daya syetan. Kita telah hidup, pada jaman yang telah dikabarkan oleh Rasulullah. dalam hadits ini.

 

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 36 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Gugurnya Beberapa Shahabat Sebagai Syahid

اهْدَأَ فَمَا عَلَيْكَ إِلَّا نَبِيٌّ أَوْ صَدِيقٌ أَوْ شَهِيدٌ

(رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

“Tenanglah, tidak ada orang di atasmu kecuali Nabi, Ash Shidiiq dan Asy Syhuhada.”

 

Tingkatan Hadits:

Hadits ini Shahih, sebagaimana dikeluarkan oleh Imam Muslim di dalam kitab shahihnya.

 

Kenyataan dari yang dinubuwwatkan:

Kenyataannya memang demikian terjadi, seperti yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika memberitahukan akan gugurnya beberapa orang shahabat sebagai syuhada melalui ucapannya tersebut. Yang dimaksud dengan Nabi adalah Rasulullah sendiri. Yang dimaksud dengan Ash Shiddiq adalah Abu Bakar, Dan syuhada selain keduanya, yaitu Umar, Utsman, Ali, Thalhah dan Zubeir, dimana mereka semua telah dikaruniai kematian sebahai syuhada, seperti yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Imam An Nawawi Rahimahullah Ta’ala berkata, “Bahwa di dalam hadits terkandung mu’jizat Rasulullah. Di antaranya adalah pemberitahuan Nabi, bahwa mereka itu adalah para syuhada. Dan kenyataannya memang demikian, bahwa mereka semua meninggal sebagai syadid selain Nabi shallallhu alaihi wasallam dan Abu Bakar. Umar, Utsman, Ali, Thalhah dan Zubeir semuanya terbunuh dalam keadaan teraniaya. Tiga orang menjadi korban pembunuhan terencana, sementara Zubeir terbunuh setelah memutuskan menarik diri dari kancah peperangan melawan Ali radhiyallahu anhu. Demikian pula halnya dengan Thalhah. Dan sudah merupakan ketetapan, bahwa orang yang meninggal akibat aniaya adalah mati dalam keadaan syahid. Maksudnya ialah, syahid akhirat dan mendapatkan pahala syuhada. Adapun di dunia tetap dilakukan seperti jenazah yang lain, yaitu dimandikan dan dishalatkan.”

Penderitaan dan penganiayaan merupakan sunnatullah yang berlaku bagi hamba-hamba-Nya. Maka sunnnatullah ini pun tidak akan pernah berubah, sekalipun terhadap para Nabi dan orang-orang pilihan-Nya. Oleh sebab itu Rasulullah dan para shahabatnya juga mengalami penganiayaan sebagaimana semua Nabi dan Rasul sebelumnya, hingga mereka mendapatkan kebahagiaan dengan derajat tinggi di sisi Allah, mendapatkan gelar para syuhada.

Karena itu, setiap muslim pun bisa mendapatkan gelar syuhada, ketika ia semakin dekat untuk mencapai tujuan yang diperintahkan Allah, untuk menegakkan dakwah dan membangun peradaban Islam. Manakala ia semakin berat menghadapi penganiayaan, atau mati syahid di tengah perjuangannya. Semoga kita mendapatkan gelar syuhada dari setiap amal kebajikan yang kita lakukan, sehingga derajat kita bisa mengikuti jejak para shahabat mulia.

 

 

 

Ghoib, Edsi No. 35 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Serbuan Umat Lain Terhadap Kaum Muslimin

يوشك الأمم أن تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأكلةُ إلى فصعتها فَقَالَ قَائِلٌ أَوَ مِنْ قَلَّة نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَلم يَوْمَئِد كثيرٍ وَلَكِنَّكُمْ غُنَاء كَعَتَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ الله مِن صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْدِهُنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ الله وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

“Hampir saja bangsa-bangsa lain akan datang memperebutkan kalian, laksana hidangan yang diserbu pada nampannya. Lalu ada shahabat yang bertanya: “Tergolong sedikitkah jumlah kami saat itu, wahai Rasulullah? Rasul menjawab: “Bahkan saat itu kalian sangat banyak, akan tetapi laksana buih yang dibawa arus. Sungguh Allah akan mencabut dari hati musuh-musuh Islam rasa segan kepada kalian, dan sunguh Allah akan melemparkan ke dalam hati kalian “Wahn”. Ada shahabat yang bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, apa itu Wahn? Rasul menjawab: “Cinta dunia dan benci kematian.

 

Tingkatan Hadits

Hadits ini berstatus hasan. Dimana Rijalnya pada sanad Ahmad dalam hadits Tsauban Radhiyallahu Anhu semuanya terpercaya, kecuali Marzuq Abu ‘abdillah Al Hamshi, ia adalah benar.

 

Kenyataan dari yang ‘diramalkan’

Demikian sesungguhnya realita yang terjadi, persis seperti yang telah ‘diramalkan’ oleh Rasulullah Alaihish shalatu was salam. Kita pun dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri tentang bukti kebenaran darı nubuwwat yang terkandung pada hadits tersebut. Kita juga dapat menyaksikan nasib tragis yang dialami oleh umat Islam seiring dengan datangnya serbuan, penjarahan dan penindasan yang dilakukan bangsa bangsa lain terhadap mereka. Sampai saat ini negara muslim yang kaya akan minyak yakni Iraq, masih bergejolak setelah sekian lama diluluh lantakkan oleh pasukan penjajah. Sehingga kehidupan masyarakat di sana tidak menentu nasibnya, sementara struktur pemerintahan yang akan dibentuk merupakan “pemerintahan boneka” yang akan membela kepentingan para negara penjajah tersebut.

Nasib bangsa Palestina pun sampai hari ini, masih sangat memprihatinkan. Kekerasan dan pengusiran terhadap kaum muslimin terus berlanjut, seiring dengan perjanjian yang terus dilanggar oleh bangsa penjajah Zionis Israel. Seharusnya duka mereka adalah duka kita. Apapun yang dilakukan oleh bangsa-bangsa penjajah tersebut merupakan sebuah tindakan yang telah menginjak-nginjak harga diri kaum musilmin sedunia.

Padahal jumlah kita banyak. Namun semua itu tinggallah menjadi harapan yang semu. Jumlah kaum muslimin yang sangat banyak ini, ternyata tidak menggentarkan orang-orang kafir untuk menjajah, menindas dan mengeksploitasi kekayaan negara-negara kaum muslimin. Mereka telah semakin berani mencampuri urusan dalam negeri, negara-negara kaum muslimin di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena kebanyakan kaum muslimin, lebih mementingkan dirinya sendiri. Mereka lebih suka menumpuk harta sebanyak-banyaknya dengan berbagai macam cara, untuk bekal hidup di masa depan. Tanpa memikirkan bagaimana persiapan menghadapi kematian yang akan menimpa mereka. Karena mereka memang merasa takut, untuk memikirkan peristiwa yang akan melenyapkan seluruh kenikmatan kehidupan mereka selama di dunia fana ini..

Ghoib, Edisi No. 33 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M
HUBUNGI ADMIN