Diganggu Jin Painem Akibat Perselisihan Tanah

 

Takut dan cemas, memang pangkal bencana, untuk segala hal. Terutama yang berkaitan dengan dunia jin. Saat takut dan cemas itu, seringkali orang lupa dari dzikir sedangkan jiwanya sendiri sedang mengalami tekanan. Bila demikian keadaannya, maka jin akan dengan mudah menguasainya. Sehingga ia menjadi bulan bulanan jin. Seperti yang diungkapkan Purwanti, seorang ibu muda beranak satu yang menceritakan pengalamannya kepada Majalah Ghoib di Kebon Manggis. Berikut petikan kisahnya.

Derita saya bermula dari niat baik orangtua yang ingin melihat anaknya hidup dengan tenang dan punya rumah. Meski rumah itu tidak seberapa luas dan hanya berdinding bambu. Ya, layaknya rumah di desa. Meski saya sendiri tinggal di sebuah tempat dikawasan Jakarta Selatan.

Namun, saat hati sedikit senang melihat keakraban keluarga dan tetangga yang berdatangan membantu. Rela bermandi keringat dan kepanasan itu datanglah pak Ngaru yang masih tetangga sendiri.

Dengan tanpa diduga pak Ngaru marah besar la mencak-mencak dan “Braak” tangannya menggebrak meja dengan kencang. “Kamu membeli tanah ini hanya untuk dua puluh tahun saja, tidak untuk selamanya,” kata pak Ngaru lantang sambil mengepalkan tangannya. Terus terang saya was-was juga. Saya takut akan terjadi perkelahian antara bapak dan pak Ngaru. Kekhawatiran saya -alhamdulilah- tidak sampai terjadi, karena bapak masih bisa menahan diri dan tidak emosional. Bapak menanggapi sikap kasar pak Ngaru dengan tenang.

Perselisihan antara bapak dan pak Ngaru terus berlanjut. Hingga akhirnya aparat kelurahan bertindak tegas dengan memanggil bapak dan pak Ngaru ke balai desa. Di sini, di hadapan kepala desa bapak mengaku bahwa ia telah membeli tanah itu pada tahun 1955. Meski saat ditanya bukti sertifikat bapak tidak bisa menunjukkannya. Sebenarnya ini lumrah saja dan sudah menjadi rahasia umum bahwa transaksi jual beli tanah saat itu tanpa ada bukti sertifikat. Kecerobohan ini dimanfaatkan Pak Ngaru dengan baik. Apalagi saksi jual beli itu sudah meninggal semua. Tentu, sebagai pihak yang telah membayar tanah ini bapak tidak mau mengalah terlebih di atas sebidang tanah itu telah berdiri rumah anaknya.

Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa. Tidak ada peristiwa besar yang terjadi. Namun, menginjak bulan yang ketiga bapak sakit mendadak. Gejalanya pun aneh. Saat istirahat makan siang, setelah sedari pagi memperbaiki rumah kakak. Tiba-tiba bapak jungkir balik tidak karuan. Mengerang kesakitan. Katanya, perutnya seperti ditusuk-tusuk benda tajam. Saya sampai menangis melihat bapak diperlakukan sedemikian rupa. Akhirnya kita bawa bapak ke rumah sakit.

Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, seorang bapak yang sangat perhatian terhadap anak-anaknya itu pun menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit. “Saya sudah tidak kuat melanjutkan sejarah keluarga. Peliharalah persaudaraan dan jangan ada yang bertengkar,” wasiat bapak yang terakhir kepada anak-anaknya. Terus terang, sakit mendadak yang membawa kematian ini menyebabkan seluruh anggota keluarga mengaitkannya dengan pak Ngaru, sosok yang dikenal sebagai dukun.

Saya, sebagai anak tersayang merasa cemas. Perasaan takut ini selalu menghantui saya siang malam. Terlebih setelah saya mencium bau menyan dan kembang di malam hari. Sementara anggota keluarga yang lain tidak ada yang menciumnya.

Pada malam ke empat puluh kematian bapak, saya terbangun tengah malam. Saya takut, “Kok, ada bau kemenyan dan kembang?” pikir saya. “Jangan-jangan pak Ngaru mengirim santet malam ini,” saya semakin kalut. Karena pada hari ke tujuh kematian bapak, kakak saya kesurupan jin. “Mbah Ngaru sedang mempersiapkan ilmunya untuk nyantet rumah ini. Tolong berhati- hatilah,” saya masih teringat kata-kata jin itu yang terus terngiang di telinga hingga akhirnya saya pun kesurupan. Kata suami saya, saya kerasukan jin Painem.

Keesokan harinya, saya seperti orang linglung. Seakan ada kekuatan yang membuat saya tidak sadar, setiap main ke rumah mertua. “Mengapa saya tidak merawat mertua saya?” perasaan bersalah yang terus menghantui saya. Hingga malam harinya saya tidak sadar lagi.

Setelah peristiwa itu, saya di bawa berobat ke beberapa tempat. Dengan hasil yang sama. Jin Painem ini tetap tidak mau keluar. Katanya, ia mau melindungi saya dari gangguan pak Ngaru. Tapi saya tidak percaya itu. Kalau benar-benar mau melindungi, tentu dia tidak akan menyakiti saya. Kenyataannya, justru sebaliknya. Berhari- hari saya berada dalam keadaan antara sadar dan tidak. Setiap waktu shalat jin Painem keluar dari tubuh saya dan kembali lagi selesai shalat.

Keadaan yang demikian membuat saya pasrah dan kehilangan pegangan. Saya tidak perduli lagi mau dibawa berobat ke mana, Yang penting jin ini bisa dikeluarkan. Saat itu masih belum paham bahwa datang ke dukun itu salah besar. Akhirnya kakak membawa saya ke seorang dukun yang kebetulan masih satu desa dengan saya. Dukun itu mengatakan bahwa saya mau dipersembahkan untuk mencari pesugihan. Dan kalau ingin sembuh, semua hutang saya harus segera dilunasi. Tanpa berfikir jauh, suami saya akhirnya mencari pinjaman untuk melunasi hutang. Namun, hasilnya tetap mengecewakan. Jin Painem tidak mau keluar.

Kegagalan itu, tidak membuat suami saya patah arang. la terus mencari informasi kemana seharusnya saya berobat.  Hingga akhirnya ada kabar bahwa di Wonogiri ada orang pintar yang disebut Kyai yang bisa mengusir jin. Kesanalah akhirnya saya berobat. Setelah mengobati saya, pak Kyai berkata, “Kamu tidak apa-apa yang penting kamu terus menjadi anak buah saya, kamu saya jamin tidak akan apa-apa. Biarlah jin ini saya yang memelihara.”

la juga mengajari saya bacaan yang harus dibaca sehabis shalat shubuh dan isya’. Dan memberi jimat untuk membentengi rumah dari gangguan jin. Setelah berobat ke Wonogiri ini seolah-olah penyakit saya sudah sembuh, gangguan yang sering saya rasakan itu telah hilang. Dan saya kembali ke Jakarta membantu suami berjualan bubur ayam.

Saya menjalani kehidupan sehari-hari dengan tenang dan bahagia. Setelah sekian bulan pontang-panting mencari penyembuhan. Namun, ujian yang sama itu harus terulang kembali dan dengan intensitas yang jauh lebih dahsyat dari yang dulu.

Mertua yang tinggal di kampung meninggal. Hanya berselang setengah tahun dari kesembuhan saya. Saya sadar, kematian adalah suatu yang wajar. Namun perasaan bersalah karena tidak merawat mertua yang sudah tua itu kembali menggoncang jiwa. Hingga akhirnya jin Painem itu merasuk kembali. Saya kesurupan dan berbicara tidak karuan. Akhirnya teman-teman membawa saya ke seorang ustadz yang terbiasa menangani gangguan jin di Pancoran, Jakarta selatan. Ustadz itu sempat berkelakar, “Orang berjilbab kok masih kemasukan jin”. Saat di Pancoran itu saya sadar kembali. Namun, keesokan harinya jin itu merasuki saya lagi begitu seterusnya hingga terulang berkali-kali. Akhirnya ipar saya mengantarkan saya menemui kyai di Wonogiri. Saya heran, saat di Wonogiri sepertinya jin itu jinak dan tidak banyak mengganggu. Sehingga seminggu kemudian saya sudah merasa sehat dan memutuskan kembali ke Jakarta. Dan, seperti biasa membantu suami jualan bubur ayam. Saya juga rajin mengikuti kajian keislaman lagi sebagaimana dulu. Di pengajian ini saya bertemu dengan seorang remaja putri yang pemahaman keislamannya bagus. Akhirnya dia menjadi teman sekaligus pembimbing keislaman saya.

Pada suatu malam, sehabis maghrib saya menyempatkan diri bermain ke rumah teman pengajian saya, Nurjanah. Melihat wajahnya yang teduh, seakan saya menemukan telaga yang sejuk, hingga cerita demi cerita meluncur begitu saja. Mulai dari peristiwa meninggalnya bapak hingga cerita jin yang selalu datang dan pergi begitu saja dari tubuh saya. Nurjanah hanya diam termangu mendengarkan cerita itu.

Hingga minggu berikutnya ia menelpon ke rumah, “Islam melarang seseorang berhubungan dengan jin. Sebab madharatnya lebih besar dari manfaatnya. Hal ini termasuk syirik yang sangat berat resikonya. Dan, Allah tidak akan mengampuni dosa yang meninggal dalam keadaan menyekutukan-Nya,” demikian ceramah Nurjanah lewat telpon.

Jin Painem yang sudah agak lama tenang itu berontak kembali dan menjadikan saya sasaran kemarahannya. Saya tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba dada saya bergemuruh dan ingin melabrak Nurjanah. Gejolak dalam hati saya tidak bisa terhenti, bila belum melabraknya. Hingga keesokan harinya, setelah shubuh, seakan ada sesuatu yang mendorong saya menemui Nurjanah di rumahnya.

Di sini, jin itu menumpahkan kemarahannya, “Mengapa kamu mengusik ketenangan saya di tubuh ini?” suara jin Painem melalui mulut saya itu terdengar parau. Dengan tenang, Nurjanah mengajak dialog jin yang merasuk ke tubuh saya. “Dunia jin itu berbeda dengan dunia manusia. Meski pada hakekatnya antara jin dan manusia memiliki tugas yang sama, yaitu beribadah kepada Tuhan yang menciptakan manusia dan jin. Jadi, tidak selayaknya antara dua hamba yang berbeda alam ini saling mengganggu.” Dari dialog yang berlangsung cukup lama itu, akhirnya jin Painem mengakui kesalahannya dan tertarik dengan Islam. Dia minta dikeluarkan oleh seseorang yang berhati bersih dan beraqidah yang benar.

Nurjanah bangkit dan memanggil seorang ustadz yang kebetulan tinggal tidak jauh dari rumahnya. Dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, akhirnya jin Painem yang telah mengganggu saya berbulan-bulan itu dikeluarkan. Beberapa menit kemudian saya tersadar. Selanjutnya giliran saya mendapat taushiah dari pak ustadz. Ustadz itu melarang saya mengamalkan bacaan-bacaan dari Wonogiri yang selalu saya kerjakan selama ini. Saya kira waktu dikeluarkan ustadz, jin Painem itu benar-benar telah pergi. Tapi beberapa hari berikutnya dia datang lagi. Peristiwanya terjadi saat Nurjanah bermain ke rumah saya.

Pada suatu sore, sehabis shalat Ashar saya melihat Nurjanah datang dengan tergopoh- gopoh. Nafasnya memburu dan keringat dingin membasahi wajahnya. Dia tidak tahu apa yang terjadi, tapi dia memutuskan untuk membawa saya ke Mampang. Dia merasa ada sesuatu yang akan terjadi. Tak lama kemudian saya melihat tubuh Nurjanah menjadi kaku. Tubuhnya seperti terikat. Hingga beberapa saat lamanya. Sampai akhirnya dia normal kembali.

Setengah jam kemudian, saya dan Nurjanah naik taksi ke Mampang. Begitu sampai di Mampang, saya kesurupan kembali. Menurut jin Painem yang masih bersemayam di tubuh saya, katanya dia sedang disiksa dari jarak jauh oleh kyai Wonogiri yang pernah saya datangi. Saya berguling-guling di tanah, seperti orang sekarat. Kata Jin Painem melalui mulut saya, “Saya harus memilih kafir atau Islam. Bila milih Islam, maka saya akan terus disiksa. Dan, bila memilih kafir, maka saya akan dirawat dan diberi makan.”

“Walaupun kamu disiksa sampai mati tapi tetap dalam keislamanmu, insya Allah kamu akan syahid dan akan dijanjikan syurga, Insya Allah,” kata Nurjanah meneguhkan kekuatan jin Painem. “Bila saya pilih Islam, maka Purwanti akan dibuat gila,” ujar jin Painem mulai sedikit ragu. Tapi Nurjanah kembali menguatkannya, “Terman saya ini sakit atau sembuh karena Allah, gila juga karena Allah”. Akhirnya jin Painem tetap dalam keislamannya. Tak lama kemudian saya sadar kembali.

Setelah shalat saya pergi mencari makan malam di dekat sebuah masjid bersama dengan tiga orang teman. Pada saat makan di masjid itu terjadi lagi peristiwa aneh, jin Painem yang masih berada di tubuh saya datang lagi, “Makanan dan minuman saya bukan nasi dan air, tapi kembang. Dan saya tidak pernah membaca bismillah,” kata jin Painem itu.

“Sekarang jangan lagi makan kembang. Dan, kalau kamu makan harus membaca bismillah,” Nurjanah mencoba dialog dengan Painem. Ketika jin Painem yang masih menguasai diri saya itu membaca, “Bismi…” tubuh saya langsung terbanting ke lantai. Dan jin itu tidak bisa meneruskan bacaannya. Lalu dia disiksa lagi dari jarak jauh. Saya bergulingan di lantai kembali. Akhirnya seorang teman berusaha mencari bantuan. Kebetulan di Mampang itu ada beberapa orang ustadz sehingga tidak terlalu sulit mencari bantuan. Beberapa orang ustadz itu berusaha mengusir jin dari tubuh saya. Singkat cerita jin Painem yang sering di siksa itu akhirnya menyerah dan mau keluar dari diri saya.

Jin Kiriman, Pengganti Jin Painem

Saya tidak tahu bagaimana caranya. Yang jelas orang pintar di Wonogiri itu tahu bahwa saya sudah tidak mengamalkan bacaan yang diajarkannya, sehingga ia mengirimkan jin untuk menggantikan jin Painem yang telah keluar. Akhirnya saya kesurupan lagi, “Saya akan membuat orang ini gila, bila kamu menghalangi saya menyatu dengan tubuh orang ini,” kata jin saya mencoba berdialog dengan Nurjanah.

“Seandainya Purwanti gila, maka itu adalah kehendak Allah. Apapun yang dilakukan seseorang, siapapun dia, tidak akan terlaksana kecuali atas idzin Allah,” jawab Nurjanah dengan tidak kalah sengitnya.

Merasa argumentasinya selalu dipatahkan oleh Nurjanah, akhirnya tuntutan jin ini mulai melemah, “Kalau begitu saya minta tebusan senilai satu juta lima ratus ribu rupiah.”

Siapapun tentu tidak mau menuruti permintaan konyol dari jin ini. Karenanya jin itu terus mengancam, “Kalau kamu tidak memberi uang, maka keluargamu akan saya ganggu.” Ancaman itu kini bergeser kepada Nurjanah. “Saya sakit karena Allah. Keluarga mengalami musibah juga karena Allah, bukan karena jin,” balas Nurjanah menjawab ancaman itu. Akhirnya jinnya itu menyerah.

Setelah kerasukan jin pengganti Painem ini, keadaan jiwa saya menjadi labil. Saya menjadi linglung. Karena saya bisa mengingat dan memahami dialog jin yang ada dalam diri saya. Dan, akibatnya sangat buruk. Saya kesulitan membedakan apakah yang keluar dari mulut saya itu perkataan jin ataukah kata-kata saya sendiri. Sewaktu shalat dan berdoa misalnya. Tiba-tiba jin ini yang berdoa, “Ya Allah, keluarkanlah saya dari tubuh orang ini.” Saya tersentak dan kaget, ya Allah siapa sebenarnya yang shalat dan siapa yang berdoa.

Setelah sadar, saya dibawa kembali ke tempat kos Nurjanah yang dihuni beberapa orang. Saya menginap di sana dan berbincang-bincang dengan mereka. Di tengah-tengah perbincangan itu, saya merasakan sesuatu yang aneh telah terjadi pada diri saya. Saya bingung. Saya mulai kehilangan ingatan dan tidak lagi mengenal siapapun yang ada di sekeliling saya waktu itu. Teman- teman terus mencoba menyadarkan ingatan saya dengan berbagai cara. Ada yang mengatakan, “Mbak, pikiran mbak bisa hilang, tapi dihati mbak masih ada Allah. Tolong gunakan hatimu.” Antara sadar dan tidak saya menggunakan hati untuk berjalan.

Sepulang dari Mampang itu, keadaan saya makin mengenaskan. Badan rasanya lemah sekali. Sedemikian lemahnya hingga saya hanya terbaring di tempat tidur. Kepala saya juga sakit luar biasa. Melebihi rasa sakit yang pernah saya alami ketika mengalami kecelakaan hingga gegar otak. Tapi anehnya, setiap memasuki waktu shalat saya mempunyai tenaga kembali.

Saat-Saat selanjutnya terkadang saya bisa mengingat kembali diri saya namun pada saat yang lain tidak. Walau saya gila tapi hati saya milik Allah. Walaupun saya tidak punya pikiran tapi saya punya hati yang bersih dan hati ini milik Allah. Walau saya akan disiksa, walau saya akan meninggal. Kalau menggunakan pikiran saya sudah tidak ingat lagi siapa diri saya. Kurang lebih satu bulan saya tidak bisa mengingat siapa saya, dan keluarga saya. Saya seperti anak kecil.

Ruqyah di Majalah Ghoib

Ketika di Mampang, kebetulan ada seorang teman yang menceritakan bahwa di kantor Majalah Ghoib ada terapi ruqyah. Akhirnya, pada hari Kamis dengan ditemani suami, saya terapi di kantor Majalah Ghoib. Saya tidak tahu mengapa ketika sampai di sana hati saya tidak tenang, perasaan was-was dan ketakutan. Sehingga saya hanya diam saja. Namun, saat ada seseorang yang bertanya sesuatu, saya bisa bicara dengan cepat dan lancar. Padahal dalam keseharian saya terkesan seorang ibu yang pendiam. Saat ustadz Junaidi memutar kaset dan waktu dibacakan ayat-ayat ruqyah oleh ustadz Junaidi, saya semakin gelisah. Saya bangun, tidur, dan bangun lagi. “Buuk” tiba-tiba ustadz Junaidi memukul punggung saya. Saya langsung lemas dan tiduran. Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga tiba giliran saya. Saya langsung meronta- ronta. Badan saya terasa panas. Kemudian ustadz Junaidi memijit dengan kayu dan terjadilah dialog antara ustadz Junaidi dengan jin yang merasuk ke tubuh saya.

“Jin. Siapa kamu?” tanya ustadz Junaidi. “Saya adalah gurunya,” ujar jin itu. “Bohong! Nyawa orang tak bisa masuk ke orang lain,” bentak ustadz Junaidi lagi. Jin itu bandel dan tidak mau keluar. “Apa agamamu?” tanya ustadz Junaidi. “Nggak tahu” jin itu ternyata tidak beragama. “Jin darimana kamu?” tanya ustadz Junaidi lagi. “Dari gunung Kidul” jawabnya sambil merintih kesakitan. Selanjutnya ustadz Junaidi menyuruh jin itu untuk masuk Islam dan akhirnya jin itu mau masuk Islam. Kata suami saya yang berada di samping saya ketika itu, saya sempat berteriak-teriak, “Saya punya suami tetapi suami saya yang mana. Saya pernah mengaji tetapi mengaji di mana?”

“Hai jin, kenapa orang ini kamu buat lupa?” tanya ustadz Junaidi. “Ya, dia telah saya buat gegar otak. Dulu, dia saya bikin jatuh kemudian dia gegar otak” jawab jin.

“Sekarang bagaimana mengembalikannya?” lanjut ustadz Junaidi. “Pijat bagian belakangnya,” ujar jin itu.

Alhamdulillah, setelah dipijat dan dibacakan doa, kepala saya terasa ringan dan saya mengenali kembali suami dan orang-orang yang di sekeliling saya.

Menurut cerita suami saya, ketika ruqyah yang ini ada enam jin yang keluar dan semuanya masuk Islam. Ternyata jin Painem telah keluar saat ruqyah di Mampang itu dan tidak kembali lagi. Saya juga disarankan agar membakar wiridan dan semua jimat-jimat yang selama ini masih tersimpan di rumah. Setelah pembakaran jimat-jimat itu keadaan saya mulai membaik.

Kini, selain terapi ruqyah saya juga berobat ke bulan sabit merah yang terletak di Cililitan. Banyak saran dari dokter dan ustadz yang membantu saya menemukan kembali pikiran yang sempat hilang selama sebulan.

Alhamdulillah, kondisi saya sekarang mulai pulih, meskipun pikiran saya memang belum lagi normal seperti sedia kala. Tapi saya sadar bahwa semuanya itu membutuhkan proses. Meski demikian saya sangat bersyukur karena sudah bisa membantu suami jualan bubur dan merawat seorang anak saya yang berumur 4 tahun. Anak yang sedang membutuhkan perhatian orangtua, terutama seorang ibu, seperti saya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN