Dipecat Dari Jabatan, justru Karena Terlalu Hebat

Di puncak kejayaannya sebagai pakar strategi perang sekaligus panglima perang tiba-tiba Khalifah Umar bin Khatab mengirimkan surat pemecatan kepadanya sebagai Panglima Perang Yarmuk. Ada apa dibalik pemecatannya?

Bumi Mu’tah membara. Suara dentingan pedang dan ringkikan kuda berbaur dengan erangan dan teriakan ratusan ribu laskar tempur. Saat itu sedang berkecamuk peperangan dahsyat antara kaum muslimin dengan bangsa Romawi. Peperangan yang jumlah personel dan peralatan perang yang sangat tidak seimbang. Kekuatan 3000 pasukan kaum muslimin harus menghadapi lebih dari 100 ribu pasukan Romawi dengan peralatan perang lengkap dibantu 100 ribu pasukan dari 4 kabilah Arab musyrikin yang dikerahkan oleh Syurahbil bin Amer. Tapi dengan perbandingan kekuatan 60 kali lipat lebih sama sekali tidak menggentarkan semangat kaum muslimin.

Pasukan muslimin yang dipimpin Zaid bin Haritsah maju dan menerjang lautan pasukan musuh sampai akhirnya Zaid gugur. Kemudian Jafar bin Abu Thalib mengambil alih panji peperangan yang akhirnya juga gugur tepotong dua. Lalu sesuai petunjuk Rasulullah panji peperangan selanjutnya diambil alih Abdullah bin Rawahah yang akhirnya bernasib sama, gugur sebagai syahid. Kemudian kaum muslimin menyepakati Khalid bin Walid sebagai panglima perang. Sebagai seorang ahli di medan perang Khalid kemudian menggempur musuh dan berhasil memukul mundur.

Strategi yang diterapkan Khalid adalah dengan diperintahkan pasukannya yang terdiri dari pasukan tengah, pasukan kanan dan pasukan kiri untuk berputar. Yang berada di depan memacu kudanya ke belakang diikuti yang dibelakangnya. Begitulah putaran besar itu dilakukan pasukan Khalid. Pasukan Romawi melihat bahwa pasukan Islam selalu bertambah terus datang dari belakang, padahal yang ada hanyalah perputaran. Inilah yang membuat takut pasukan Romawi, mereka pun panik mundur kocar-kacir, tapi di saat itu pasukan muslimin malah tidak mengejar dan diperintahkan oleh Khalid untuk kembali ke Madinah.

Sebelum kaum Muslimin mendengar kabar gugurnya tiga orang panglima perang mereka, Rasulullah saw menyampaikan berita syahidnya Zaid, Ja’far, dan Abdullah bin Rawahah kepada mereka. Kemudian bersabda: “Zaid memegang panji lalu gugur. Panji itu diambil Ja’far iapun gugur. Panji itu diambil Ibnu Rawahah, iapun gugur pula.” Saat itu beliau meneteskan air mata seraya melanjutkan sabdanya: Akhirnya panji itu diambil oleh “Pedang Allah” (Khalid bin Walid) dan akhirnya Allah mengaruniakan kemenangan kepada mereka (kaum Muslimin)”.

Sejak saat itulah Khalid bin Walid mendapat gelar Saifullah (Si Pedang Allah) karena kehebatannya dalam memainkan pedang dalam peperangan. Perang Mu’tah ini merupakan peperangan pertama yang diikutinya. Dalam perang ini saja sampai sembilan bilah pedang patah di tangannya hingga yang tertinggal hanya sebilah pedang kecil dari Yaman.

Khalid, sebelum masuk Islam merupakan musuh kaum muslimin dalam perang Uhud dan sempat mengacaubalaukan dan menyerang balik pasukan pemanah muslimin yang tidak patuh pada perintah Rasulullah dan tergiur rampasan perang. Sehingga banyak jatuh korban dan Rasul sendiri terluka dan giginya patah.

Namun sejak keislamannya tahun ke 7 hijrah, kehidupannya berbalik mencintai Islam dan mati- matian membelanya. Keislamanyapun disambut baik oleh Rasululah saw dengan sabdanya, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah kepadamu. Sungguh aku melihat pada dirimu kecerdasan. Aku berharap kepada Allah agar tidaklah Dia mengarahkanmu kecuali kepada kebaikan.”

Keberanian dan kecintaannya kepada Islam dibuktikan dengan keikutsertaannya di hampir setiap peperangan baik berupa ghazwah maupun sariyah. Semangatnya pun tetap membara baik dia sebagai panglima perang maupun sebagai pasukan biasa. Kerinduannya untuk gugur sebagai syahid fisabilillah mendorongnya untuk selalu berada di barisan terdepan dalam setiap peperangan. Kemahirannya dalam strategi perang membuatnya sering diangkat menjadi panglima perang. Taktiknya kerap didengar diikuti karena terbukti jitu Tidak heran jika banyak kaum muslimin yang me ngaguminya bahkan mengidolakannya. Dialah satu-satunya panglima yang tidak pernah kalah dalam lebih dari 90 kali peperangan yang dipimpinnya.

Keikutsertaan Khalid dalam peperangan bukan hanya di masa Rasulullah hidup saja. Di masa para khalifah pun semangatnya tetap membara. Sampai suatu ketika di masa Khalifah Abu bakar As-Shiddiq, khalifah mengirim pasukan muslimin untuk berperang melawan bangsa Romawi, Khalifah mengangkat Abu Ubaidah sebagai panglima perang. Sesampainya di daerah Yarmuk di wilayah. Syam, kaum muslimin mengirim kabar kepada khalifah bahwa pasukan musuh sangat banyak. Kemudian Abu Bakar menulis surat kepada Khalid bin Walid yang waktu itu sedang memimpin pasukan di Iraq bersama Mutsanna bin Haritsah. Khalifah memerintahkan Khalid agar berangkat menuju Syam dengan membawa separuh pasukan yang bertugas di Iraq untuk membantu pasukan Abu Ubaidah dan menunjuk Mutsanna sebagai gantinya memimpin pasukan di Iraq. Kepada Khalid bin Walid Abu Bakar juga memerintahkan agar memimpin pasukan di Syam menggantikan Abu Ubaidah setibanya di negeri itu.

 

Cermin Untuk Para Pejabat

Khalid pun berangkat dan bergabung dengan pasukan Abu Ubaidah. Kepada Abu Ubaidah, Khalid bin Walid menulis surat yang isinya antara lain:

“Amma badu, baru saja aku menerima surat dari Khalifah. Beliau memerintahkan aku untuk bergerak menuju Syam dan memimpin pasukannya. Demi Allah, aku tidak pernah meminta hal tersebut dan tidak pula menginginkannya. Tetaplah engkau pada posisimu sebagaimana sedia kala, kami tidak akan menolak perintahmu, tidak akan menentangmu dan tidak akan memutuskan perkara tanpa kehadiran dirimu.”

Setelah membaca surat Khalid, Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah melimpahkan keberkahan atas keputusan Khalifah Rasulullah dan mendukung apa yang dilakukan oleh Khalid,”

Sebelumnya Abu Bakar ra telah menulis kepada Abu Ubaidah yang isinya:

“Amma Ba’du, sesungguhnya aku telah mengangkat Khalid untuk memerangi musuh di Syam. Oleh karena itu, janganlah engkau menentangnya. Dengar dan taatilah dia! Wahai saudaraku, sesungguhnya aku mengutusnya kepadamu bukan karena dia lebih baik darimu, tetapi hanya karena aku berkeyakinan bahwa dia memiliki kecerdikan dalam berperang di tempat yang sangat kritis ini. Semoga Allah Menghendaki kebaikan bagi kami dan kamu. Wassalam.”

Akhirnya terjadilah pertempuran sengit antara kaum muslimin dengan pasukan Romawi yang akhirnya dimenangkan oleh kaum muslimin dengan gemilang. Tak terbilang pasukan Romawi yang berhasil dibunuh, begitu pula yang dijadikan tawanan.

Tanpa diketahui kaum muslimin, di tengah berkecamuknya pertempuran ini Khalid bin Walid mendapat surat yang memberitahukan bahwa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq telah wafat dan digantikan Umar bin Khattab. Surat itu sekaligus menyatakan agar Khalid menyerahkan kembali tampuk kepemimpinan kepada Abu Ubaidah. Berita ini oleh Khalid dirahasiakan dulu agar tidak terjadi keguncangan di kalangan pasukan. Begitu pula ketika kabar ini sampai ke telinga Abu Ubaidah, ia juga merahasiakannya karena pertimbangan yang sama.

Tak sedikit pun ada rasa dengki ataupun rasa sombong di antara mereka. Yang ada dipikiran mereka adalah bahwa mereka sedang berjuang di jalan Allah tanpa melihat apa posisi dan kedudukannya. Yang ada dalam hati mereka bukan jabatan, tetapi karya nyata dan perjuangan. Sehingga ketika dia dipecat, tidak sedikit pun semangat untuk berjuang turun.

Para ulama sepakat bahwa alasan Khalifah Umar mengganti Khalid sebagai panglima adalah untuk menyelamatkan Khalid dan kaum muslimin dari jerat kultus individu yang mulai muncul di hati mereka. Tentara Islam mulai berkata, “Kita tidak akan kalah selama panglimanya adalah Khalid.”

Kerinduan Khalid bin Walid untuk mengakhiri hidupnya di medan pertempuran sebagai syahid tidak kesampaian. Beliau sedih karena menjelang ajal menjemput beliau terbaring lemah di atas tempat tidurnya. Di punggungnya terlihat tidak kurang dari tujuh puluh bekas goresan pedang. Kepergiannya merupakan duka seluruh umat Islam. Dialah sosok pahlawan sejati. Pahlawan sejati yang tidak gila kehormatan atau penghargaan. Pejabat tulus yang sulit sekali dijumpai hari ini di negeri ini. Seperti mencari mutiara di tengah hamparan padang pasir.

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 14 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN