Neraka dengan segala pernak-perniknya adalah siksa yang tidak berbatas. Setiap detik dilalui dengan penuh kepedihan. Tidak ada kata istirahat. Tidak ada kata maaf. Mau makan memang diperbolehkan, tapi makanannya adalah buah berduri dari pohon Zaqum yang berbentuk seperti kepala syetan yang mengerikan. Mau minum juga tidak dilarang, tapi minuman itu adalah darah dan nanah.
Demikian pula dengan tarikan nafas. Tarikan nafas berat yang ditahan di dada biasanya mampu mengurangi beban himpitan yang ada. Tapi tarikan nafas seperti itu harus dilupakan di neraka, karena tarikan nafas seperti apapun pada hakekatnya merupakan akumulasi siksa demi siksa. Tarikan nafas yang bukan menjadi solusi, tapi tarikan nafas yang menjadi akibat dari siksa beruntun yang tiada henti.
Allah menggambarkan tarikan nafas penghuni neraka dalam firman-Nya, “Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih)” (QS. Huud: 106)
Allah menggunakan lafadz Zafir dan Syahiq dalam menggambarkan tarikan nafas penghuni neraka. Padahal kata zafir atau syahiq digunakan dalam suatu keadaan yang tidak seperti biasanya, seperti dikatakan Az-Zajjaj, “Zafir adalah erangan yang sangat keras dan merupakan suara yang keras sekali. Sedangkan syahiq adalah adalah nafas yang panjang sekali atau mengembalikan nafas ke dalam dada”
Logika yang bisa dibangun adalah bila tarikan nafas seseorang sampai menimbulkan suara yang sangat keras maka hal ini menunjukkan betapa berat beban yang menghimpitnya. la ingin melepaskan beban itu dengan erangan dan lenguhan yang keras. Tapi usaha itu sia-sia belaka. Tidak ada manfaatnya sama sekali.
Ada pula yang menafsirkan Zafir dengan pengertian yang lain ketika dikatakan bahwa zafir adalah menarik nafas berulang-ulang di dalam dada karena sangat takut hingga otot-ototnya membesar.
Sungguh tak terperikan. Betapa berat siksa itu sehingga hanya dengan tarikan nafas saja, otot-otot pun membesar. Hal ini tidak lain hanyalah menunjukkan kesusahan mereka yang sangat hebat dan kesedihan mereka serta menyerupakan keadaan mereka dengan orang yang hatinya diliputi rasa panas dan mengurung jiwanya di situ.
Lalu seberapa lama mereka berada di sana? Dan selalu terengah-engah? Semuanya kembali kepada kehendak Allah. Ada yang dikehendaki kekal di neraka lantaran beratnya dosa yang mereka genggam dan ada pula yang menikmati siksa dalam hitungan waktu tertentu kemudian dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.
Hal ini dapat diketahui melalui lanjutan ayat di atas “Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain), sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki” (QS. Huud: 107)
Dalam menafsirkan firman Allah yang artinya, ‘Selama ada langit dan bumi’, Ibnu Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan langit dan bumi di dalam ayat ini adalah jenis langit dan bumi. Dengan kata lain bukan langit dan bumi yang kita saksikan di dunia ini. Imam Hasan al-Bashri berkata, “Langit bukan langit ini, dan bumi bukan bumi ini. Itu adalah langit dan bumi yang kekal abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/459)