Gejolak Alam Bukan Kebetulan

Gunung meletus, bumi bergoyang atau tanah mengering dan tandus, laut meluap (tsunami), langit mengguyurkan air hujan dengan derasnya, semua itu tidak terjadi dengan sendirinya. Setiap perubahan yang terjadi pada alam sekitar kita itu ada yang mengaturnya. Karena jagat raya beserta semua isinya ini ada pemiliknya. Pemilik tersebut itulah yang telah menciptakan alam raya ini dan mengaturnya. Dialah yang menahan gunung-gunung supaya tidak meletus dan Dia pula yang memerintahkan gunung untuk memuntahkan isi perutnya. Dialah yang menghamparkan bumi dan menggerakkannya secara teratur, dan Dia pula yang meng guncang bumi dan menggetarkannya. Dialah yang telah menundukkan laut agar bisa dipakai sarana pelayaran, dan Dia pula yang membesarkan gelombang laut atau menghentakkan airnya Dialah yang menjadikan langit tampak biru dan indah, dan Dia pula yang memerintahkan langit agar mengguyur bumi dengan airnya Dialah Allah yang Maha Esa dan Maha Perkasa.

Sangat beragam tanggapan dan komentar tokoh masyarakat seputar bencana alam yang akhir-akhir ini sering terjadi di negeri kita tercinta ini. Ada yang mengomentari dari ilmu geografi dan geofisika atau dari sisi ilmu meteorologi. Ada yang menanggapinya dengan ilmu syetan dan perdukunan. Dan ada juga yang menanggapinya dari sisi keagamaan dan keimanan. Serta ada juga yang menanggapinya dengan kacamatanya yang berbau liberal dan radikal, mereka mengatakan, “Itu merupakan bencana yang lumrah dan biasa terjadi di negara manapun, bisa menimpa orang-orang kafir atau orang orang mukmin. Dan tidak ada hubungannya dengan agama seseorang, tidak ada kaitannya dengan ketaatan dan kemaksiatan seseorang, tidak ada kolerasinya dengan keistiqamahan atau penyimpangan seseorang Mengapa sih bencana yang ada selalu dikait- kaitkan dengan agama? Ini bukan masalah agama, tapi masalah tata lingkungan yang tidak tepat dan manusia yang hidupnya suka merusak lingkungannya sendiri, yang akhirnya menimbulkan bencana alam.”

Bagi yang punya kecondongan pada ilmu alam, mereka selalu mengaitkan kejadian atau bencana yang ada dengan fenomena alam itu sendiri. Mereka berusaha mencari dalil untuk menguatkan komentarnya dengan merujuk pada hasil penelitian atau pengamatan seorang ilmuan. Sepert saat mengomentari tentang terjadinya gempa yang bertubi-tubi dan silih berganti di beberapa daerah. Ada peneliti barat yang bernama Ricard Gross (seorang peneliti NASA jet Propulsion Laboratory di Pasadena, California Amerika Serikat) yang mengatakan bahwa gempa di lepas pantai barat Aceh pada hari Ahad, 26 Desember 2004 telah membuat rotasi bumi bertambah cepat sekitar 3 mikrodetik (1 mikrodetik sepersejuta detik). Dan juga menambah kemiringan bumi 2.54 sentimeter dari sumbunya. Ini berarti siang bertambah pendek menjadi 3 mikrodetik. Percepatan rotasi terjadi ketika sebuah lempeng tektonik yang sangat luas yang berada di bawah Samudera Indonesia ditekan ke bawah oleh tepi lempeng yang lain. “Itu akan membuat bumi menjadi lebih padat dan berputar lebih cepat,” kata Gross

Sedangkan Syamsul Rizal (Kasubdit Pengawasan Gunung Api Wilayah Timur Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) meyakini bahwa meningkatnya beberapa status gunung api di wilayah barat Indonesia merupakan efek domino dari gempa yang terjadi di Nias. “Logikanya adalah karena efek domino gemps Nias,” kata Syamsul.

Dan bagi orang yang otaknya sudah tercemari oleh limbah syetan selalu mengaitkan bencana atau kejadian lainnya dengan klenik dan mistik. Ada yang mengatakan bangsa Indonesia perlu diruwat, ada yang mengatakan buminya butuh tumbal dan ada yang mengatakan sesajennya kurang.

Sebetulnya kajian ilmiah yang rasional tidak bertantangan dengan kajian keislaman atau keimanan. Islam tidak menafikan hasil penelitian ilmiah seputar gejala alam dan dampak yang diakibatkan oleh perubahan tersebut. Hanya saja jangan berhendi sampai disitu. Karena alam tidak akan berubah dengan sendirinya, tapi ada yang mengaturnya, yaitu Allah jalla jalahu. Lempengan bumi sudah ada sejak dahulu kala, tapi kenapa baru bergeser sekarang? Siapa yang menggesernya? Gempa yang terjadi di dasar lautan sering menimbulkan gelombang Tsunami. Tapi besar kecilnya gelombang tersebut siapa yang menentukannya? Air yang lembut dan lunak bisa mengandung kekuatan yang mampu menyapu gedung dan bangunan beton yang kokoh. Siapa yang memberi kekuatan air tersebut? Gempa yang sering terjadi dengan kekuatan skala richter yang berbeda-beda. Siapa yang menentukan perbedaan tersebut? Jawabannya tiada lain dan tiada bukan, hanyalah Allah yang Maha Perkasa.

Sebagaian masyarakat awam menanggapi bencana secara dingin, “Bencana alam seperti ini bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, kenapa mesti diributkan? Dan sebagian lain menanggapinya dengan penuh ketakutan, “Kemana kita akan berlindung dan mencari keselamatan kalau bencana seperti itu menimpa kita”? Ada juga yang pasrah pasif. “Memang sudah saatnya terjadi seperti itu, mau diapakan lagi?” Dan ada juga yang menanggapinya dengan nada protes, “Apa salah kami wahai Tuhan? Kenapa kami yang Engkau adzab, sedangkan mereka Engkau biarkan? Engkau Tuhan yang tidak adil! Dan ada juga yang ketakutan lalu introspeksi diri, “Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, selamatkanlah kami dari murka-Mu.”

Bencana dan nikmat itu sudah menjadi sunnatullah, sebagaimana yang telah ditegas kan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 155-157. Apa yang terjadi di Dunia ini tidak ada yang kebetulan atau berjalan dengan sendirinya. Semua telah diatur oleh Allah. Apa yang terjadi di bumi atau bergerak di langit, Allahlah yang menjalankannya. Al-Qur’an bertutur kepada kita, “Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.” (QS. al-Kahfi: 47).

Kalau bencana itu sudah menjadi ketentuan yang tidak bisa dielakkan dan dihindari. Maka sekarang yang dapat kita lakukan adalah menyikapi bencana tersebut. Agar apa yang terjadi di sekitar kita tidak merubah haluan kita untuk mendekatkan diri kepada Allah dan beribadah kepada-Nya. Dari bencana itu kita belajar, dari bencana itu kita introspeksi diri, dari bencana itu kita mendekatkan diri kepada Allah.

Seorang ulama yang bernama Ibnu Zaid berkata, “Allah senantiasa menguji hamba-hamba-Nya dengan apa yang mereka sukai dan dengan apa yang mereka benci. Dengan hal-hal yang mereka sukai, Allah menguji seberapa besar rasa syukur mereka. Dan dengan hal-hal yang mereka benci, Allah menguji seberapa kuat mereka bersabar.” (Tafsir Ibnu Jarir: 17/25). Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita atas kesabaran kita dalam menghadapi berbagai macam bencana Dan semoga kita bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan kita, sehingga hidup kita akan menjadi lebih baik setelah terjadinya bencana yang ada.

 

 

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 40 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN