Jakarta, pertengahan Desember 2007. Seorang Bapak sengaja mendatangi Majalah Al-lman, siang itu (14112). Rencana kedatangannya ke Majalah Al-lman, sebenarnya telah ia jadwalkan sejak satu bulan yang lalu. Kesibukannya yang sangat padat, membuatnya kesulitan mencari waktu yang tepat untuk sekadar berdiskusi dan menyerahkan sebuah benda yang telah dipercayaianya memiliki kesaktian selama puluhan Iahun. Alhamdulillah… Pak! Akhirnya saya bisa bersilaturahim ke Majalah Al-lman hari ini, tegasnya bersemangat.
Dari raut wajahnya yang teduh, terlihat kegembiraan yang begitu mendalam ketika ia berjumpa dengan Majalah Al-lman, Selama belum menyerahkan benda ini, ada perasaan bersalah yang selalu menggelayuti pikiran saya, ujarnya membuka kisah.
Sejak kecil, ia sudah terbiasa membantu ayahnya berjualan daging di sebuah pasar di pinggiran Jakarta. la tumbuh menjadi seorang anak yang terbiasa dengan senjata tajam, dan ahli dalam menjagal (memotong) kambing atau sapi. Semua pengalamannya itu, langsung diajarkan oleh ayahnya secara otodidak di lapangan.
Agenda tahunan kami adalah menjual hewan kurban sekaligus menjadi jagalnya, tambahnya lagi. Dari hasil usahanya tersebut, ia dan ayahnya menunaikan sunnah berkurban setiap tahunnya. Beranjak dewasa, ayahnya tutup usia. Sebelum kembali kehadiran Allah, sang ayah mewariskan sebuah benda yang harus selalu dipakainya selama ia menjadi pedagang daging, dan menjadi seorang jagal. Kata Ayah saya; Benda ini merupakan warisan dari kakek buyutnya. Benda ini memiliki kesaktian yang luan biasa, jika selalu dipakai dalam memotong daging, urainya panjang lebar,
Sekitar tiga bulan yang lalu, ia diberi hadiah oleh seorang pelanggan dagingnya di pasar. Hadiah itu berupa Majalah Al-lman, yang sama sekali belum pernah dibacanya. Subhnallah, saya segera tersadar setelah membaca seluruh isi dari majalah itu. Saya baru tahu, kalau apa yang saya lakukan selama ini adalah tindakan keliru. Makanya sekarang saya serahkan benda ini kepada Majalah Al-lman.
Terserah mau diapain tegasnya. la kemudian meminta doa kepada Majalah Al-lman, agar bisa tetap istiqomah dalam menjalankan bisnisnya tanpa sesuatu hal yang dimurkai oleh Allah. Oke….Deh Bapak!.
BENTUK JIMAT
Jimat yang diserahkannya ini berbentuk sebuah golok yang kepalanya berbentuk kotak. Rangkanya terbuat dari besi, seperti golok pada umumnya. Bagian mata golok, terbuat dari baja yang sangat tajam. Tidak ada tulisan rajah, atau simbol-simbol yang biasa dipakai dukun dalam golok ini. Semuanya nampak alami.
KESAKTIAN JIMAT
Jimat golok ini diyakini bisa mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda bila dipakai untuK memotong daging yang akan diperdagangkan. Saat memotong hewan kurban, jimat golok ini harus digunakan untuk memotong bagian-bagian tulangnya. Hal itu berfungsi untuk membuat para pelanggan atau para pemesan hewan kurban, selalu condong kepadanya. Bukan yang lain. Lebih dari itu, golok ini setiap menjelang hari raya ldulAdha harus dimandikan dengan air kembang yang telah dijampi-jampi oleh seorang dukun, agar kesaktiannya tidak pudar. Mandi kembang? Kayak pengantin aja! Dasar dukun!
BONGKAR JIMAT
Mencari rezeki memang sudah menjadi kewajiban umat manusia, kalau kehidupannya mau bahagia. Kerja keras, disertai kesungguhan menjadi kunci kesuksesan. Namun, dalam perjalanan mencari nafkah itu, kita sering tergelincir kepada cara-cara yang sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai lslam. Naifnya, tidak sedikit dari kaum muslimin yang tidak mengetahui kalau menggunakan jimat dalam usaha yang digelutinya itu adalah tindakan yang keliru. Padahal Para sahabat dan tabi’in saja sangat membenci penggunaan jimat-jimat.
Hudzaifah pernah melihat seorang laki-laki yang menggantungkan benang sebagai jimat, lalu Hudzaifah membacakan ayat yang terdapat dalam surat Yunus ayat 106, “Dan jangan engkau seru sesuatu dari selain Allah apa yang tidak memberi manfaat maupun madharat kepada kamu ….. ltu baru sebuah benang. Bagaimana kalau jimat itu berbentuk sebuah golok, yang selalu dimandikan air kembang setiap tahunnya oleh seorang dukun. Apalagi, golok tersebut diyakini memiliki kesaktian. Sangat menyesatkan. Lebih dari itu, pelaksanaan ibadah yang kita lakukan seperti memotong hewan qurban, uangnya harus kita dapatkan dengan cara-cara yang halal.
Dalam pelaksanaan qurban itu sendiri minimal memiliki dua makna:
Pertama, makna sosial. Untuk membangun makna ini Rasulullah menegaskan dalam sebuah hadisnya., “…Barang siapa yang memiliki kesempatan rezeki untuk berqurban, kemudian ia tidak melakukannya, maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami'” Dengan ini, Nabi ingin mendidik umatnya agar memiliki kepekaan terhadap sesamanya. Dengan berqurban berarti kita telah menumbuhkan solidaritas sosial.
Adapaun makna kedua, bahwa apa yang diqurbankan tidak boleh berbentuk manusia itu sendiri, tetapi sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia. Semacam rakus, ambisi yang tak terkendali, menindas, menyerang, termasuk menggadaikan aqidah dengan menyimpan jimat serta memohon bantuan dari seorang dukun yang lelas jelas adalah seorang penipu.
Warisan berharga yang harus ditinggalkan oleh orangtua kepada anaknya adalah nilai keimanan. Bukan warisan berupa jimat. Karena dengan keimanan yang ternanam tersebut, maka sang anak akan manpu menepis semua godaan yang datang. Makanya tidak salah, kalau satu-satunya manusia yang bukan nabi, bukan pula Rasul tapi kisah hidupnya diabadikan dalam al-Qur’an adalah Lukman al-Hakim. Kenapa, tak lain, karena hidupnya penuh hikmah.
Suatu hari ia pernah menasehati anaknya tentang hidup. “Anakku, sepanjang hidupku aku berpegang pada delapan wasiat para nabi. Kalimat itu adalah: Jika kau beribadah pada Allah, jagalah pikiranmu baik-baik. Jika kau berada di rumah orang lain, maka jagalah pandanganmu. Jika kau berada di tengah-tengah majelis, jagalah lidahmu. Jika kau hadir dalam jamuan makan, jagalah perangaimu. lngatlah Allah selalu. lngatlah maut yang akan menjemputmu lupakan budi baik yang kau kerjakan pada orang lain. Lupakan semua kesalahan orang lain terhadapmu.
Cobaan hidup dapat kita rasakan dalam berbagai bentuk, seperti: terkena penyakit, ditinggalkan orang yang dikasihi, rnaupun musibah. Ujian pun dapat hadir berupa harta kekayaan yang melimpah. Tragisnya, terkecuali pelbagai penderitaan, kita seringkali merasa kekayaan dan kesenangan bukan cobaan, sehingga tergelincir lupa diri. Tak ayal, telah menjadi ‘kodrat’ manusia, ketika hidupnya senang melupakan Allah dan bersikap sebaliknya ketika mengalami kesengsaraan. Semua itu menyebabkan Nabi Muhammad bersabda; “Sesungguhnya bagi setiap umat ada ujian dan ujian bagi umatku ialah harta kekayaan” (HR Turmudzi).
Semoga kita semua, dapat tetap bersikap istoqomah dalam keiujuran dan menjauhi segala hal yang dilarang oleh Allah, dalam mendapatkan rezeki. Amin.
Al-iman bil gghoib edisi: 97/4/2008