Pada masa kekhalifahan Umar bin Khatthab ra., beliau mengangkat salah seorang Gubernur untuk ditempatkan di wilayah Himsa. Dengan segala pertimbangan dan hasil musyawarah maka terpilihlah Said bin Amir sebagai gubernur. Said bin Amir merupakan sosok pemimpin yang baik. Dia dikenal sebagai mukmin yang amanah, berani, penuh tanggung jawab, serta peka dan peduli terhadap kesulitan dan penderitaan orang lain. Dia juga memiliki sifat tawadhu (rendah hati) dan tidak silau dengan kemewahan dunia. Sifat-sifat inilah yang membuat khalifah memilihnya.
Selang beberapa waktu berlalu, Khalifah Umar memanggil beberapa orang penduduk kota Himsa untuk menanyakan situasi terakhir kota itu, maka datanglah beberapa orang utusan menemui khalifah. Setelah bertanya panjang lebar, Khalifah Umar meminta para utusan itu untuk menuliskan nama-nama penduduk Himsa yang tergolong fakir miskin untuk selanjutnya akan diberikan santunan dari kas baitul maal negara. Utusan itupun menuliskan dan memberikannya kepada khalifah. Saat dibaca seketika mata Umar bin Khaththab tertuju pada nama Said bin Amir. Beliau dan segera bertanya, “Siapa Said bin Amir ini?” pun kaget Utusan itu menjawab, “Dia adalah gubernur kami.” Umar semakin kaget,”Gubernur kalian faqir?” Mereka menjawab, “Ya, demi Allah apa yang kami sampaikan benar.” Demi mendengar kabar itu Khalifah Umar langsung menangis, betapa Said bin Amir yang mengabdikan dirinya untuk rakyat sampai melupakannya mencari nafkah untuk diri dan keluarganya. Sewaktu para utusan itu akan kembali ke Himsa, Khalifah mengirim salam dan menitipkan uang sebesar 1000 dinar untuk Gubernur Said.
Tatkala para utusan menemui gubernur dan menyampaikan amanah khalifah, Said langsung terperanjat dan spontan mengucapkan, Innalillahi wa inna ilahi rajiun. Seakan dia tertimpa suatu musibah yang besar. Istrinya yang mendengar ucapan Said langsung bertanya, “Ada apa wahai suamiku, apa yang terjadi, apakah Khalifah wafat?” Said menjawab, “Lebih berbahaya dari itu, kemewahan dunia telah menghampiriku yang akan merusak kehidupan akhiratku.” Istrinya berkata,” Kalau begitu jauhilah urusan dunia itu.” Istrinya belum tahu kalau suaminya baru saja mendapat santunan dari khalifah. Akhirnya Said meminta istrinya untuk membantu membagi-bagikan uang dari khalifah kepada para kaum faqir dan miskin.
Gubernur Diadili Khalifah di Depan Massa
Beberapa tahun kemudian Khalifah Umar berkunjung ke Himsa untuk melihat langsung kondisi penduduk kota Himsa. Setibanya di sana Khalifah mengumpulkan para penduduk dan berdialog langsung. Tidak lupa Khalifah menanyakan penilaian mereka terhadap Gubernur Said. Para penduduk banyak memuji gubernurnya dengan beberapa sifat terpujinya. Namun mereka sedikit mengeluhkan beberapa hal dan kesempatan ini dimanfaatkan baik oleh mereka untuk mengadukannya langsung kepada khalifah. Gubernur Said pun dipanggil untuk mempertanggungjawabkan langsung keluhan rakyatnya.
Beberapa saat kemudian terjadilah dialog di antara mereka.
“Apa yang kalian keluhkan terhadap gubernur?” tanya khalifah memulai dialog.
“Kami mengeluhkan tiga sikap beliau yang kami tidak senangi.” jawab mereka.
“Silakan sampaikan keluhan pertama.”
“Setiap harinya gubernur kami tidak keluar dari rumah menemui kami kecuali matahari sudah tinggi.”
“Apa tanggapan Anda terhadap keluhan mereka?” tanya Umar kepada Said.
“Demi Allah, sesungguhnya saya tidak suka alasan ini saya sampaikan. Ketahuilah, di rumah kami tidak ada pembantu sehingga saya bersama keluarga mengolah adonan dan saya menunggu sampai mengembang lalu saya buat roti untuk makan keluarga. Baru setelah itu saya berangkat kerja. “papar sang Gubernur sambil tertunduk.
“Apa lagi yang kalian keluhkan ?” tanya Umar.
“Gubernur kami tidak pernah mau menemui kami di malam hari.”jawab mereka.
“Apa alasan Anda wahai gubernur?”
“Demi Allah, sekali lagi saya berat untuk mengungkapkan hal ini, khawatir akan mengurangi keikhlasan saya. Saya sudah menyediakan waktu untuk mereka di siang hari, dan saya ingin waktu malam saya jadikan untuk Allah dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya.”
“Sekarang sampaikan keluhan kalian yang lain!” pinta Khalifah.
“Yang terakhir, dalam setiap bulan ada satu hari yang gubernur tidak mau menemui salah seorang pun di antara kami.”
“Untuk hal ini apa alasan Anda?” tanya Umar.
“Untuk hal ini saya mohon maaf, sebagaimana saya sebutkan tadi, saya tidak punya pembantu yang mencucikan pakaian saya. Saya pun tidak punya baju yang pantas selain apa yang saya pakai ini. Maka dalam sebulan saya sempatkan diri sehari untuk mencuci baju saya ini lalu mengeringkannya. untuk saya pakai lagi menemui mereka.” jawab gubernur dengan tenang.
Suasana menjadi hening, sebagian orang tidak kuasa menahan linangan air matanya. Tak terkecuali Khalifah Umar yang tak berdaya membendung tangisnya. Sudah sejauh itukah pengabdian sejati seorang gubernur kepada rakyatnya sebagai amanat yang kelak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah azza wa jalla.
Khalifah Umar akhirnya menyampaikan, “Wahai sekalian penduduk Himsa, kalian sudah dengar alasan-alasan gubernur terhadap apa yang kalian keluhkan selama ini. Ternyata apa yang kita sangkakan selama ini tidak benar adanya. Kita patut bersyukur ada pemimpin seperti Said bin Amir.”
Ghoib, Edisi No. 13 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M