Sering kita menjumpai ungkapan: Gunung yang kokoh menjulang, tertancap kuat ke bumi. Ungkapan ini tidaklah salah. Karena itulah yang kita saksikan. Gunung-gunung yang ada di sekitar kita, begitu kokohnya dan kuatnya berdiri tidak bergeser dari tempatnya walau badai dan topan datang mengamuk.
Namun, itu semua adalah pandangan mata manusia yang sangat terbatas dan lemah. Semua alam semesta ini tunduk pada peraturan dan undang-undang yang telah Allah gariskan. Hanya manusia dan jin saja yang sebagian besarnya membangkang terhadap undang-undang Allah.
Gunung adalah salah satu makhluk Allah yang tidak berani keluar dari peraturan Allah yang telah menciptakannya. Dalam al-Qur’an, Allah telah memberitahukan kepada kita tentang gunung. “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal dia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (an-Naml: 88)
Pernyataan wahyu tentang gunung yang berjalan seperti awan bisa jadi ditentang oleh sebagian orang bodoh yang melihat masalah ini sekilas. Hal ini merupakan gambaran kecil, bahwa apa saja yang tidak bisa kita cerna dari ayat al- Qur’an bukan berarti ayatnya yang harus diganti atau direvisi. Tetapi otak kita yang harus direvisi dan masalahnya yang harus dikaji. Ternyata, perjalanan gunung ini bisa dicerna oleh ilmu pengetahuan modern belakangan.
Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua- benua pada permukaan bumi menyatu pada masa- masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi. Dan penemuan Wegener ini, baru dipahami oleh para ahli geologi 50 tahun setelah Wegener mati.
Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan- daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Berikut penjelasan para ilmuwan tentang peristiwa alam yang menakjubkan ini:
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km. terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan- lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan I hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera At- lantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Sci- ence, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachu- setts, 1985, s. 30)
Jadi, pergerakan gunung yang diungkap al- Qur’an belasan abad yang silam itu baru abad yang lalu bisa ditemukan penjabarannya secara ilmiah. Ini menunjukkan betapa kehebatan manusia sebesar apapun tetaplah sebatas kehebatan makhluk dan bukan Pencipta. Pada sisi yang lain, ini semakin mempertebal keyakinan kita terhadap al-Qur’an yang jelas-jelas bukan perkataan manusia. Karena masalah pengetahuan modern ini, belum bisa dicerna ketika zaman Rasul dan para shahabat hidup.
Bahkan dalam masalah kata-kata, betapa Allah mengungkapkannya dengan detail dan sangat bermakna. Dalam ayat tersebut di atas, perjalanan gunung diibaratkan seperti perjalanan awan yang mengapung. Perumpamaan. ini bukan sekedar perumpamaan kering yang tidak bermakna. Karena kini, ilmuwan modern juga menggunakan istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s. 12-13).