Harus Permisi Jika Lewat Tempat Angker

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan bersamaan datangnya surat saya ini, saya berniat untuk berkonsultasi masalah kesyirikan pada majalah Ghoib. Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya sampaikan.

  • Hukum azimat/barang-barang yang bertuah bila kita gunakan, dengan keyakinan bahwa benda tersebut memiliki kekuatan ghoib dengan menafikan Allah itu syirik. Apakah benar kata teman-teman saya, bila kita menggunakan barang-barang tersebut bila diniati sebagai lantaran, itu tidak syirik. Diibaratkan seorang yang sakit berobat pada dokter. Dokter sebagai lantaran penyembuh penyakit, tapi hakekatnya pada Allah. Sebagai halnya benda-benda tersebut digunakan. sebagai lantaran tapi hakekatnya pada Allah.
  • Di daerah saya ada sebuah tempat yang dianggap sebagai tempat angker. Katanya, bila melewati tempat tersebut diharuskan untuk salam, ngebel (kendaraan) atau penghormatan lainnya. Bila hal itu diabaikan akan terjadi. sesuatau yang tidak diinginkan, bingung, tersesat, kecelakaan dan lain sebagainya. Apakah keyakinan itu benar?

Agus Suprapto, Kediri, Jatim

 

Wa’alakumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Saudaraku Agus Suprapto dan seluruh pencinta Majalah Ghoib yang semoga dilindungi oleh Allah dari kesyirikan, dalam pandangan Islam jimat itu mengandung makna keterkaitan hati dan tawakkal kepada selain Allah, dan membuka pintu bagi masuknya kepercayaan-kepercayaan yang rusak tentang berbagai hal yang pada akhirnya mengantarkan kepada syirik besar.

Manfaat dan mudharat itu ada di Tangan Allah, Dialah satu-satunya yang sanggup mendatangkan atau menolaknya, Allah berfirman, “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakkal orang- orang yang berserah diri.” (Az-Zumar: 38)

Saudara, memakai benda apa saja, dengan keyakinan bahwa ia adalah subyek atau faktor yang berpengaruh dalam mendatangkan manfaat atau menolak mudharat adalah musyrik dengan tingkat syirik besar. Jika ia percaya bahwa benda itu hanya menyertai/menjadi perantara datangnya manfaat atau mudharat, maka ia dinyatakan musyrik dengan tingkat syirik kecil. Seorang muslim tidak boleh menggantungkan hatinya kepada selain Allah dalam mendatangkan manfaat atau menolak mudharat. Hanya kepada Allah ia selalu bertawakkal (Lihat: Pengantar Studi Aqidah Islam, hal 189).

Orang yang memakai jimat walaupun niatnya sebagai lantaran dan hakekatnya Allah yang menyembuhkan, tetap saja syirik. Dan hal ini tidak bisa diqyaskan dengan dokter yang mengobati orang sakit karena dokter dalam melakukan tugasnya itu berbeda dengan jimat, dokter membantu pasien dengan ilmu kedokterannya, dalam hal ini pasien meminta bantuan kepada orang lain dan orang tersebut mampu memberikan bantuan itu secara nyata, jadi masuk pada bab tolong menolong sesama dan tidak merusak tawakkal seseorang. Namun jika pasien tersebut memiliki ketergantungan hati kepada dokter itu bahwa ia mampu mendatangkan manfaat atau madharat maka ini juga termasuk syirik kecil karena ia bergantung pada sebab-sebab yang tampak.

Sedangkan orang yang memakai jimat walaupun niatnya hanya sebagai lantaran dan Allah yang menentukan, hal ini tetap tidak dapat diterima karena pemakaian jimat dan pelarangannya terkait dengan keimanan kepada yang ghoib dan termasuk dalam bab tawakkal kepada selain Allah. Walaupun dengan alasan, niatnya tetap tawakkal kepada Allah, akan tetapi jika ia masih memakai benda-benda syirik itu siapapun juga jika ditanya, apakah orang tersebut memiliki kepercayaan kepada jimat itu? jawabannya tentu ya. Apabila dia tidak memiliki ketergantungan pada jimat itu pasti ia akan menanggalkannya. Untuk itu, jangan sampai diantara kita ada yang menyimpan benda-benda jimat itu karena alasan mengoleksinya. Sebab benda-benda itu penuh dengan kesyirikan apalagi biasanya benda-benda itu sudah menjadi tempat yang nyaman buat jin.

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menggantung wada’ah maka Allah tidak akan membuatnya tenang.” (HR. Ahmad). Wada’ah adalah semacam jamur yang diambil dari laut kemudian dikalungkan kepada anak-anak sebagai perlindungan, maka Rasulullah mendoakan agar pelakunya tidak memperoleh ketenangan dan ketenteraman. Dengan demikian, jelaslah bahwa perbuatan ini adalah sebentuk syirik kecil yang lebih besar daripada dosa besar yang paling besar.

Adapun mengenai permisi atau minta izin lewat di suatu tempat yang dianggap angker di masyarakat kita sampai saat ini masih juga ada yang mempercayainya dan melakukannya, perbuatan seperti ini telah terjadi semenjak belum diturunkannya Al-Qur’an atau pada zaman jahiliyah. Didalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Ikrimah berkata: Pada mulanya jin itu lari (takut) pada manusia sebagaimana manusia takut pada mereka atau lebih dari itu, maka ketika ada manusia yang memasuki lembah maka jin-jin yang ada di situ pada lari, lalu ketua rombongan itu memohon perlindungan kepada ketua penghuni (jin) di lembah itu. Kemudian jin berkata: Kita lihat mereka takut kepada kita seperti kita takut pada mereka lalu jin-jin itu mendekati manusia dan menimpakan kepada mereka ketakutan dan kegilaan.” (tafsir Ibnu Katsir, juz 4 hal. 450).

Nyata sekali bahwa perbuatan seperti yang ditanyakan oleh saudara Agus tergolong perbuatan syirik, syirik dalam takut dan tawakkal. Sebab ketika kita meminta permisi atau memberi aba- aba khusus di tempat itu berarti kita mengagungkan jin-jin (setan-setan) yang ada di situ. Maka dari itu marilah kita kembali kepada sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tatkala kita merasa merinding atau takut ketika melewati tempat-tempat yang sepi atau dianggap angker oleh sebagian masyarakat. Beliau telah mengajarkan kepada kita doa atau dzikir jika kita memasuki atau melewati tempat baru dan terkesan menakutkan dengan membaca:

“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan (makhluq) yang Dia ciptakan”. (HR. Muslim)

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ الله التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

Sungguh menenangkan dan menenteramkan jiwa kita kembali kepada ajaran Islam yang murni sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah, tidak ada rasa was-was atau khawatir yang berlebihan karena kita diperintahkan untuk bertawakkal atau menggantungkan nasib kita hanya kepada Allah ta’ala semata. Wallahu ‘alam.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 17 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN