Hijrah Menuju Perubahan dan Perbaikan

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berhijrah, kemudian mereka Seijihad di jalan Allah, maka merekalah yang mengharapkan rahmat Allah. Dan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-Baqarah: 218)

AYAT iniĀ  merupakan ayat pertama yang berbicara tentang hijrah menurut susunannya dalam mushaf. Dalam konteks tafsir ijmail (global), penafsiran ayat ini bisa berbunyi, “orang-orang yang mampu membersihkan jiwa mereka dari kotoran dan najis syirik dengan keimanan yang tulus (shodiq). membersihkan fisik mereka dengan berhijrah meninggalkan negeri yang penuh dengan kemusyrikan dan kekufuran, serta membersihkan harta dan jiwa mereka dengan mengorbankan harta dan nyawa mereka dalam rangka berjuang (beijihad) di jalan Allah swt. Mereka yang memiliki sifat seperti inilah yang memang layak dan berhak mendapat rahmat Allah swt.

Dalam seluruh ayat yang berbicara tentang hijrah, ternyata tiga hal inilah yang selalu disebut secara berdampingan. Hijrah selalu diapit dengan iman di awalnya dan jihad di akhirnya. Tentunya susunan yang demikian tepat bukan sebuah kebetulan atau semata-mata untuk memenuhi keserasian dan keindahan bahasa Al-Qur’an, tetapi lebih dari itu, Allah menginginkan agar kita lebih banyak memetik hikmah dan pelajaran darinya.

Iman merupakan landasan setiap perbuatan seseorang, termasuk dalam melakukan hijrah. Sehingga tidak terjadi seperti hijrahnya Imru’ul Qays yang berhijrah karena hendak menyusul seorang wanita yang ingin di nikahi, sampai kisahnya diabadikan dalam hadits Rasulullah saw. Dan ia mendapatkan sesuai dengan niat dan motivasinya. Sedangkan perjuangan (jihad) merupakan tuntutan dan pengorbanan yang akan dialami oleh seorang yang berhijrah, baik harta ataupun nyawa sekalipun. Tidak ada hijrah tanpa pengorbanan dan perjuangan dan tidak ada hijrah tanpa dilandas dengan iman.

Terkait dengan hadits Imru’ul Qays di atas, ternyata hadits tentang hijrah ditempatkan di urutan awal bersama hadits yang berbicara tentang niat. “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang di niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan RasulNya, maka (pahala) hijrahnya akan di dapatkan. Namun barangsiapa yang berhijrah karena dunia yang ingin di raih atau karena wanita yang ingin di nikahi. maka dia akan mendapatkan (balasan) sesuai dengan niat hijrahnya”. Betapa penting arti sebuah hijrah dalam kehidupan seorang muslim yang inginkan perubahan dan perbaikan, sampai dia ditempatkan bersama hadits tentang niat.

Ayat lain yang berbicara tentang hijrah adalah ayat 100 dari surah An-Nisa’, “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di maka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan RasulNya, kemudian kematian menimpanya (sebelum dia sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Ayat ini termasuk dalam kategori ayat iarghib, ayat yang memberi khabar gembira dan motivasi untuk berhijrah. Berdasarkan sebab nuzulnya, motivasi dan perintah hijrah dalam ayat ini justru disahut oleh seorang yang papa dan dalam keadaan sakit, seorang lelaki yang bernama Danirah bin Al-Qays. Demi mendengar perintah berhijrah, dia tidak memperhatikan kondisi dirinya. la segera meminta kepada anak-anaknya untuk menandunya agar bisa berhijrah ke Madinah. Namun ia akhirnya meninggal dunia dalam perjalanan hijrah dan menerima balasan yang begitu besar sesuai dengan janji Allah swt.

Bahkan dalam surah At-Taubah ayat 20-22, Allah memberi khabar gembira bagi mereka yang bisa memenuhi tiga hal, yaitu iman, hijrah dan jihad, bahwa bagi merka tiga keutamaan; rahmat Allah, ridhoNya dan surga na’im yang penuh dengan kenikmatan. “orang-orang yang berikrar dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmatNya, keridhoan dan surgaNya. Mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar”.

Abu l-layyan menjelaskan dalam kitab tafsirnya bahwa tiga keutamaan dan balasan yang besar itu layak diraih oleh mereka yang mampu berhijrah dengan dilandasi iman dan dibuktikan dengan perjuangan dengan harta dan jiwa raga. Balasan yang disediakan dalam ayat ini diawali dengan rahmat Allah karena rahmat merupakan nikmat yang paling luas sebagai balasan atas keirilanan yang jujur. Kemudian diteruskan dengan ridho Allah sebagai puncak dari ihsan Allah kepada hambaNya yang mau berjihad, serta diakhiri dengan surga na’ini sebagai balasan dari kelelahan dan keberatan berhijrah meninggalkan negeri yang segala yang dicintainya.

Bahkan balasan yang ketiga menurut Al-Alusi yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan yang kekal adalah balasan yang sangat tepat diraih oleh mereka yang berhijrah karena dalam melakukan hijrah, seseorang pasti akan menempuh perjalanan yang melelahkan, padahal perjalanan adalah bagian dari azab. Surah yang paling banyak menyebut tentang hijrah adalah surah Al-Anfal. Bahkan pembicaraan tentang hijrah berada pada empat ayat yang terakhir, yaitu ayat 72-74 setelah surah ini diawali dengan pembicaraan tentang masalah harta rampasan perang. Betapa hijrah memang menuntut perjuangan dan pengorbanan seperti layaknya seseorang yang ingin mendapatkan harta warisan, ia peroleh setelah menempuh perjuangan yang cukup berat.

Dalam ketiga ayat pertama dalam surah Al- Anfal ini, Allah membagikan manusia berdasarkan klasifikasi hijrah kepada tiga kelompok; Muhajirin (orang-orang yang berhijrah, Anshor (orang-orang yang memberi pertolongan kepada orang yang berhijrah) dan orang yang tidak berhijrah. Kemudian di akhir surah Al-Anfal, Allah menyebutkan golongan keempat, yaitu orang yang berhijrah setelah periode hijrah yang pertama. Namun mereka tetap mendapatkan balasan seperti layaknya orang-orang yang berhijrah lebih dahulu.

Mencermati susunan ayat-ayat ini. ternyata orang-orang yang berhijrah (muhajirin) adalah kelonipok yang pertama kali Allah sebutkan sebelum tiga kelompok berikutnya. Karenal mereka (Muhajirin) merupakan cikal bakal dan pondasi awal terbentuknya masyarakat muslim dan mereka berhijrah untuk mempertahankan agama yang mereka yakini demi kejayaan dan kebangkitan Islam di masa yang akan datang. Dan ternyata dari mereka lahir generasi yang meninggalkan se jarah yang baik untuk umat sepanjang zaman.

Dalam konteks sekarang, setelah Rasulullah menyebutkan bahwa tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah, tetapi jihad dan mati, maka yang bisa kita upayakan dan harus senantiasa diusahakan adalah berhijrah dalam konteks ma’nawiyah untuk melakukan perubahan dan perbaikan internal yang nantinya diharapkan dapat memberikan kebaikan dan perbaikan secara eksternal “Sholih Wa Mushlih”. Sungguh bangsa kita sangat mendambakan hadirnya komunitas yang siap berhijrah melakukan perbaikan dan perubahan menuju kejayaan Islam yang dicita-citakan..
Oleh : DR. Atabik Luthfi, MA
Dosen STAIN Cirebon dan Ketua PW IKADI DKI Jakarta
Ghoib, Edisi No. 58 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN