Api itu panas. Pasti semua orang sudah tahu. Semakin lama, nyala api itu bertambah panas, juga tidak akan ada seorangpun yang meragukannya. Derajat panas api itu pun bertingkat-tingkat. Mulai yang sekedar berupa bara, hingga yang benar-benar menjadi api merah menyala. Membakar apa saja. Itupun sudah menjadi aksioma.
Itulah api dunia. Meski api itu hanya sepertujuh puluh bagian dari api neraka. Tapi ia sudah menakutkan siapa saja. Bandingkan dengan api neraka. Yang gambaran awal penciptaannya saja sudah membuat bulu kuduk merinding. Neraka jahannam itu dibakar selama ribuan tahun hingga berganti-ganti warna.
Dalam beberapa hadits disebutkan kisah awal penciptaan neraka jahannam. Di antaranya adalah hadits riwayat Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “… Kemudian neraka itu dibakar selama seribu tahun hingga berwarna merah. Kemudian dibakar lagi seribu tahun sehingga berubah warnanya menjadi putih. Setelah itu dibakar kembali selama seribu tahun hingga berwarna hitam. Neraka itu hitam pekat. Tidak pernah padam nyala dan baranya.” (HR. Tirmidzi).
Subhanallah. Jahannam yang telah dinyalakan itu terus berkobar selama seribu tahun. Hari demi hari derajat panasnya semakin meningkat hingga menjadi merah membara. Merah yang menjadi ciri khas api dunia. Meski warnanya sama dengan api dunia, jangan dibayangkan bahwa derajat panasnya juga sama. Tidak sama sekali.
Api yang sudah memerah itu, terus saja dibakar hingga seribu tahun lagi. Pembakaran yang melahirkan sifat dan warna baru. Ya, warna merah itu berubah menjadi putih. Bukan main, untuk berubah warna saja membutuhkan waktu seribu tahun. Ini bukanlah rentang waktu yang pendek. Perubahan warna yang jelas menunjukkan bahwa tingkat panasnya sudah dua kali lebih dahsyat daripada saat api itu berwarna merah.
Api yang sudah memutih itu, tidak berhenti sampai di situ. Dia masih dibakar hingga seribu tahun lagi. Sebuah evolusi perubahan warna yang akhirnya menjadikan jahannam itu berwarna hitam. Hitam pekat. Sebuah episode baru siksa penghuni neraka telah lama menanti. Api yang seharusnya memancarkan cahaya dan menerangi sekelilingnya itu tidak lagi berfungsi. Neraka hitam pekat.
Neraka yang telah menghitam itu tetap saja dinyalakan, setiap hari. Bila demikian, sungguh tak terbayang bagaimana panasnya neraka yang dipersiapkan untuk orang durjana itu. Bayangkan apa yang diceritakan malaikat Jibril kepada Rasulullah, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan hak. Seandainya neraka itu berlubang sebesar jarum, niscaya dapat membakar semua penduduk bumi karena panasnya.” (HR. Thabrani)
Lubang neraka yang sebesar jarum itu, ternyata memiliki pengaruh yang demikian dahsyat. Jauh melebihi kekuatan bom nuklir. Karena itu, tiada kata yang tersisa, selain neraka memang mengerikan.
Itulah, neraka yang menakutkan dan pekat tak bersinar. Bukan hanya kita, malaikat pun takut akan neraka. Sebagaimana yang terjadi pada malaikat Jibril dan Rasulullah. Keduanya pernah menangis, karena takut menjadi salah satu bahan bakarnya.
Tapi mengapa kita, manusia yang selalu berkubang dengan dosa. Manusia yang tidak terjamin masuk surga dan selamat dari siksa neraka yang menghitam. Tetap saja tertawa, bersenandung ria. Ironisnya kita sedikit menangis. Kalau tidak mau dikatakan tidak pernah mau menangis karena kengerian neraka. Cukuplah kiranya sindiran Rasulullah kepada shahabat Anshar menjadi. renungan tersendiri. “Apakah kalian tertawa-tawa sedangkan di belakang kalian ada neraka jahanam. Seandainya kalian tahu apa yang saya ketahui tentu kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Thabrani). Naudzu billah min dzalik.
Ghoib, Edisi No. 13 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M