Peristiwa longsor hebat yang belum pernah terjadi sebelumnya ternyata dihubung-hubungkan dengan mistis dan kepercayaan masyarakat desa Kidang Pananjung. Bahkan sebuah media di ibukota menulis tentang mistik di sekitar tempat itu secara berseri. Berikut hasil penelusuran kami kepada para warga langsung dari bukit Walahir.
Negeri ini benar-benar negeri mistis. Bencana longsor yang sebenarnya adalah peritiwa alam yang bisa saja terjadi di mana pun. dikait-kaitkan juga dengan masalah-masalah mistis. Termasuk longsor kampung Walahir yang menyebabkan kerugian material yang tidak sedikit.
Sejak sebelum peristiwa naas malam Kamis itu, warga yang juga didukung oleh kepala desanya mengaku telah menerima sinyal bencana itu. Sinyal itu berupa munculnya tujuh sinar pelangi yang membentang di atas bukit asal longsoran tanah, di mana terdapat beberapa kuburan keramat. Sinar itu muncul pada hari Rabu sehari sebelum malamnya longsor itu terjadi. Hanya dalam waktu 5 menit, kemudian sinar itu sirna kembali.
Sebenarnya pelangi bukanlah hal yang aneh. Itu hal yang biasa terlihat ketika hujan mulai mengguyur perbukitan di sekitar kampung Walahir. Tetapi dasar masyarakat mistis, apalagi hal itu diamini oleh kadesnya, maka munculnya pelangi dimaknai secara mistis. “Tujuh sinar itu sebenarnya kajian alamnya biasa, tetapi masyarakat mempunyai kepercayaan,” kata Kades desa Kidang Pananjung, li Setia Permana kepada kami.
Tujuh sinar katumbiri itu menurut mereka adalah merupakan sinyal peringatan dari para karuhun (leluhur) yang dimakamkan di atas bukit itu bahwa akan terjadi bencana, walaupun tidak jelas kapan terjadinya. Sekaligus sebagai peringatan kepada para warga agar jangan jauh-jauh dari rumah. Mistis seputar pelangi ini semakin kental, karena biasanya warga melihat pelangi di atas bukit yang lain. “Sewaktu gerimis sebelum longsor pelangi itu kelihatan. Biasanya tidak di daerah itu, tetapi waktu itu kelihatan di sana,” lanjut Kades.
Selain itu, sebagian warga menghubungkan kejadian longsor tersebut dengan keberadaan beberapa makam keramat di Gedugan. Masyarakat Walahir yang dulu sering memberikan sesajen di makam itu, kini sudah banyak yang lupa kepada para leluhur itu. Sehingga para leluhur itu murka.
Suasana mistis bukan hanya menghantui kehidupan masyarakat setempat. Sebagian tim SAR yang melakukan evakuasi korban yang tertimbun longsor, juga melakukan hal yang mistis untuk mengangkat korban. Seperti yang diakui oleh Teguh, salah seorang tim SAR, ketika mereka mencari sisa tiga mayat yang belum juga diketemukan. “Saya dengar pihak tim SAR dari aparat, mereka telah berkonsultasi kepada orang pinter untuk menemukan keberadaan tiga mayat. Bahkan katanya mereka mau membawa langsung orang pinter itu. Tetapi saya tidak tahu, jadi dibawa atau tidak,” kata Teguh malam itu di bukit Walahir. Dan ternyata tempat yang ditunjukkan oleh orang pinter itu salah.
Ada juga seorang perempuan yang bermimpi bahwa saudaranya yang belum diketemukan ketika itu ada di bawah pohon kelapa. Dia sangat meyakini mimpinya itu, karena biasanya mimpi tentang orang mati benar adanya. Maka dengan sangat yakin dia meminta tim SAR untuk membongkar tanah di bawah. pohon kelapa. Ternyata, lagi-lagi dia tertipu oleh keyakinannya sendiri. Mayat tidak diketemukan di tempat yang ditunjuk dalam mimpinya, tetapi jauh terlempar ke tempat lain.
Banyak Budaya Walahir yang Harus Segera Dihilangkan
Terlepas dari mitos yang memang tidak berdalil di atas, sebenarnya masyarakat Walahir sedang diperingatkan Allah. Menurut pantauan kami di kampung Walahir adalah kampung dengan penduduk 100% muslim tetapi pemahaman mereka tentang Islam masih belum memadai. Masih banyak hal-hal yang dilarang dalam Islam mereka lakukan.
Di antara budaya itu adalah budaya tumpengan untuk syukuran panen. Sebelum panen biasanya mereka mendatangi makam-makam keramat itu untuk syukuran di sana. Sampai detik ini tradisi ini masih jalan. Walupun sudah berkurang. Kini tinggal 50% saja warga Walahir yang masih melakukan ritual tersebut. Mereka menganggap hal ritual kuburan ini adalah ritual biasa. “Ini sudah turun temurun dan jadi budaya,” kata Kades.
Selain itu, ada juga isu-isu seputar pesugihan yang digandrungi warga Walahir. Dalam keremangan malam kami masih bisa melihat rumah-rumah penduduk yang kelihatan bagus-bagus. Ketika dikonfirmasikan kepada Kepala Desa tentang mata pencaharian penduduknya, ia mengatakan, “Masyarakat kami menanam singkong lalu mereka membuat peuyeum (tape singkong khas Bandung).” Masih lanjutnya, “75% masyarakat sini pekerjaannya itu. Kalau bulan puasa mereka bisa mengirim tidak kurang dari 4-5 mobil. Kalau hari biasa paling hanya 1 mobil. Dan ada juga yang jualan musiman. Jual ternak kambing dan ayam. Kalau kerbau sudah kurang.”
Namun menurut Darwin, salah seorang warga setempat, masyarakat Walahir ini dikenal dengan masyarakat pencari pesugihan. “Lihat saja, di rumah mereka ada gambar-gambar atau patung berbentuk binatang. Biasanya diletakkan di dalam rumah atau di luar rumah. Dan itu menunjukkan jenis pesugihan yang mereka punyai.”
Dunia perdukunan rupanya cukup digemari di tempat ini. Sehingga di antara 15 korban longsor ada dua dukun terkenal di kalangan mereka. Menurut pengakauan warga, Andri (70) yang lebih akrab dipanggil Aki Andri, mayat ke-12 yang ditemukan adalah dukun santet terkenal. Sedangkan mayat terakhir yang ditemukan, menurut pengakuan sebagian warga juga seorang dukun tenar yang dikenal sampai Soreang.
Selain itu, adalagi kebiasaan berjudi yang biasanya dengan adu kambing. Biasanya, mereka mengadakan adu kambing setiap hari minggu. Tetapi sebelum kejadian longsor, mereka ramai-ramai mengadu kambing pada siang hari Rabu di lokasi longsor, sebelum malamnya mereka diurug oleh lumpur. Seperti yang dituturkan Rahmat kepada kami di sebuah tenda, adu kambing Rabu siang itu melibatkan puluhan kambing dengan taruhan hingga jutaan rupiah. Acara itu dibuka dengan pencak silat sambil membakar dupa. Kambing yang mati langsung dipotong kemudian dimasak. Sore harinya mereka kembali ke tempat itu untuk berpesta makan-makan merayakan kemenangan.
Kambing di kampung Walahir ini memang jenis kambing yang bagus. Daerah ini dikenal sebagai penghasil kambing aduan. Sehingga harga kambing seperti tidak wajar. Seekor kambing harganya berkisar antara 3 juta sampai 10 juta. Begitulah sepenggal kisah mengenaskan di balik musibah Walahir. Suasana yang jauh dari keislaman itu, berdampak pada tidak terperhatikannya masjid. “Padahal masjid di sini banyak,” kata Wawan pemuda yang sering adzan di masjid itu. “Bahkan ada masjid yang besar, tetapi sudah beberapa lama lampu yang rusak tidak diganti,” tambahnya lagi.
Perhatian masyarakat Walahir lebih banyak tersedot kepada materi. Sebelum Subuh mereka telah keluar ke ladang masing- masing. Tidak ada yang peduli dengan sholat. Dan tidak satu pun tokoh agama di tempat itu. Kalau ada yang datang ke Walahir dengan menggunakan atribut baju koko dan kopiah hitam langsung dipanggil ustadz dan disuruh menjadi imam. Ini menunjukkan betapa masyarakat Walahir yang diberi peringatan Allah dengan longsor itu sangat membutuhkan mereka yang mengajarkan Islam di tengah-tengah mereka. Semoga mereka segera sadar. Agar kerugian materi ini tidak diperparah dengan kerugian hilangnya identitas keislaman.
Ghoib, Edisi No. 17 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M