Tidak ada masalah kecuali pasti ada solusinya. Terkadang hanya waktu yang menguji kesabaran kita untuk terus mencarinya dalam koridor syariat. Maka, tidak ada kamus putus asa dalam hidup orang beriman. Terus mencari solusi hingga mendapatkannya atau menghadap-Nya dengan dosa yang telah diampuni.
Sesungguhnya Allah tidak menimpakan suatu penyakit kecuali pasti ada obatnya. Dan itulah yang diberitakan oleh Yang telah menguji manusia dengan penyakit melalui sabda rasul-Nya, “Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan obatnya.” (HR. Bukhari no 5354). Dalam riwayat Imam Muslim pun diriwayatkan semakna dengan redaksi yang berbeda, “Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu mengenai penyakit maka sembuh dengan izin Allah azza wajalla.” (Hadits no.2204).
Untuk itulah Imam Bukhari mempertegas hadits ini dengan judul babnya, “Bab: Tidaklah Allah Menurunkan Penyakit Kecuali Pasti Menurunkan Obatnya Dalam penjelasan shahih Muslim bab untuk hadits di atas adalah, “Bab: Setiap Penyakit Ada Obatnya dag Keutamaan Berobat”.
Kesaksian kita kali ini, paling tidak menjadi penguat akan dalil-dalil di atas. Zulaihah seorang ibu yang sangat tersiksa dengan penyakit kepalanya, semakin tersiksa setelah mengetahui hasil kajian medis dokternya. Kanker otak. Penyakit ganas, orang yang mengidapnya dinyatakan tidak akan bertahan lebih dari empat tahun. Tentu saja, menghitung mundur menghadapi kematian bukanlah hal yang mudah bagi siapa pun.
Usaha Ibu Zulaihah mencari kesembuhan memang sempat menemui lorong salah. Sebuah dampak negatif dari kepanikan dalam menghadapi musibah duniawi. Sampai Allah menghendaki Ibu Zulaihah mencoba ruqyah yang diketahuinya dari Majalah Ghoib.
Dan sungguh dua pelajaran berharga kita dapatkan setelah ternyata Allah menghendaki kesembuhan, dan empat tahun limit kematian itu pun berlalu. Pelajaran pertama adalah, bahwa keilmuwan manusia sangat terbatas. Dan umur tetap saja menjadi rahasia Allah. Seperti yang dikatakan dokter sendiri setelah memvonis empat tahun untuk sisa usia Ibu Zulaihah, “… Tapi saya tidak mastikan lho bu.” Untuk itulah, vonis terburuk tentang suatu penyakit yang merupakan hasil kajian ilmu manusia hari ini tetap bukan merupakan vonis terakhir. Karena empat tahun bagi Ibu Zulaihah yang diperkirakan akhir dari usianya ternyata justru merupakan awal dari kesehatannya.
Pelajaran kedua adalah bahwa doa mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat. Walaupun terkadang doa adalah merupakan ‘pelarian terakhir’ bagi kebanyakan orang. Seharusnya, doa adalah bagian dari kehidupan mukmin yang tidak terpisahkan.
Al-Qur’an Juga Obat Penyakit Fisik
Dunia pengobatan hari ini sangat beragam. Dari medis kedokteran hingga rempah-rempah atau pijat. Orang yang sedang sakit biasanya mencoba semua pengobatan tersebut dengan harapan yang penting sembuh.
Dan sudah seharusnya, kita kembali kepada pengobatan dengan al-Qur’an. Sebagai suatu bentuk pengobatan yang didukung oleh wahyu yang tidak mungkin salah dan bukan hanya berdasar pada pengalaman dan hasil observasi. Tentu dengan catatan, harus murni dan tidak dicampuri dengan kesyirikan.
Allah berfirman tentang keberadaan al- Qur’an sebagai obat, “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian” (QS. Al-Israa: 82).
Imam Qurthubi menukil penjelasan ulama mengenai kata syifa’ (obat) dari al Qur’an, Pertama, al-Qur’an sebagai obat untuk hati dengan menghilangkan kebodohan dan keraguan, membuka penutup hati agar bisa memahami mukjizat dan hal-hal yang menunjukkan eksistensi Allah ta’ala.
Kedua, al-Qur’an sebagai obat dari penyakit-penyakit lahiriah dengan ruqyah, taawwudz dan sebagainya.” (al-Jami li ahkamil qur’an 10/205).
Jadi al-Qur’an adalah merupakan obat yang menyentuh sesuatu yang abstrak yaitu untuk membenahi hati dan yang bersifat nyata bagi penyakit fisik.
Seorang pakar tafsir abad ini lebih mempertegas lagi, “Syifa yang berasal dari al-Qur’an bersifat umum, baik untuk obat hati dari keraguan dan kebodohan, pemikiran rusak dan niat buruk. Dan juga untuk obat badan dari berbagai penyakitnya.” (Syekh Abdurahman as-Sa’di dalam Taisirul Karimil Rahman 3/128)
Dalam pembukaan tafsir al-Fatihah, Imam Ibnu Katsir berkata, “(Al-Fatihah) disebut juga as-Syifa (obat) sebagaimana yang diriwayatkan oleh ad-Darimi dari Abu Said marfu”, “Fatihah adalah obat dari segala racun.”
Dan ruqyah yang telah dijalani oleh ibu Zulaihah beberapa kali adalah merupakan gabungan doa dan wirid yang berasal dari al-Qur’an dan hadits nabi. Adapun hakekat doa adalah, “Bermunajat kepada Allah ta’ala dengan tujuan untuk mendatangkan manfaat atau menghilangkan bahaya dan bala. Doa adalah merupakan sebab untuk itu semua. Sebagaimana tameng berguna untuk membentengi diri dari panah, air sebagai sebab untuk tumbuhnya tumbuhan. Doa adalah senjata bagi orang beriman. (Al-Qodhi Abu Bakar bin al-Arabi dalam kitabnya Maraqi Zalaf)
Dan Ibnu Qayyim mengajarkan cara berdoa yang bisa mempunyai kekuatan dahsyat untuk menghilangkan penyakit apa saja, “Jika seorang hamba mengumpulkan antara doa dan hati yang hadir, kemudian menjumpai waktu mustajab doa, khusyu dalam hati, rendah hati di hadapan Rabb, menghadap kiblat, dalam keadaan suci, mengangkat kedua tangannya kepada Allah, memulai dengan memuji-Nya kemudian bershalawat kepada Rasulullah, selanjutnya bertaubat dan beristighfar, memohon dengan penuh rengekan, rasa takut dan harapan, bertawassul dengan nama dan sifat- Nya, memberikan shadaqah, maka doa yang seperti ini hampir tak tertolak. Terutama jika doa yang dibaca adalah doa-doa yang diajarkan oleh nabi. Karena doa nabi adalah doa yang cepat dikabulkan, karena mengandung asma Allah yang agung.” (Al- Jawabul Kafi halaman 19).
Sudah saatnya kita kembali menyandarkan diri kepada Allah untuk mengalahkan semua problematika hidup yang semakin komplek..
Ghoib, Edisi No. 31 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M