Inilah kisah seorang pemuda Betawi yang mempunyal semangat tinggi untuk mempelajari agama. Seperti layaknya Betawi di masa lalu yang masih kental dengan keislamannya. Demikian juga dengan Firmasyah. Berpindah dari satu guru ke guru yang lain, dari satu kyai ke kyai yang lain, dari satu habib ke habib yang lain.
Tapi apa daya, niat baik itu tidak sampai kepada tujuan yang baik. Persis seperti yang dinyatakan oleh Abdullah bin Mas’ud, “Betapa banyak orang yang berniat untuk menuju kebenaran tetapi tidak sampal kepada kebenaran itu.”
Untuk itulah, ukuran kebaikan tidak bisa dilihat dengan perasaan belaka. Tetapi diukur dengan firman Allah dan sabda Nabi-Nya. Islam memang tidak pernah mematikan perasaan, tetapi Islam juga tidak pernah menuhankan perasaan. Sehingga perasaan tetap diberikan haknya sebatas kapasitasnya. Jika sudah sampai pada garis penentuan kebenaran dan kebatilan, maka perasaan harus tunduk di bawah kendali syariat Islam. Walaupun perasaan mengatakan bahwa sesuatu yang dilakukan adalah baik, tetapi tanyakan kembali apakah Islam mengatakannya sebagai kebaikan.
Jin mempunyai beragam trik untuk menyesatkan manusia. Permusuhan yang memang tidak pernah akan berakhir. Pada kasus Firmasyah pun sama, jin mencoba untuk menipu dan mengela- buhi banyak orang. Mereka bersembunyi di balik sesuatu yang kesan pertamanya sangat Islami. Bayangkan kalau shalawat, fatihah dan dzikir tertentu dibaca. Tentu akan banyak yang protes, ketika dikatakan bahwa di balik semua bacaan baik itu terdapat jin yang bersembunyi.
Tetapi fakta dari kisah Firmasyah seakan kembali membuka mata aqidah kita. Bahwa sesungguhnya pernyataan Abdullah bin Mas’ud benar, “Kita diperintahkan untuk mengikuti (perintah Nabi) dan bukan untuk berbuat bid’ah (mengada-ada ajaran sendiri).”
Wirid Bid’ah Mendatangkan Jin
Sebagai layaknya orang yang haus ilmu, Firmansyah terus memperdalam ilmu apa saja yang bernuansakan Islam. Mulai dari kirim Al-Fatihah kepada Rasulullah, para wali dan para orang tua dengan tujuan tawassul. Kemudian shalawat 100 kali dan membaca ya lathif sebanyak 100 kali juga kemudian tawassul ini dilengkapi dengan tawassul kepada haibah Umar untuk diberi kekuatannya.
Mungkin, bisa saja tidak semua orang mau mengikuti ajaran para dukun yang memerintahkan melakukan ritual kembang, minyak telon, ayam cemani dan sebagainya. Tetapi banyak yang ter- gelincir ketika syetan menggunakan cara yang dikemas seakan Islami. Seperti kasus di atas.
Kemudian jin terus mencoba untuk semakin meyakinkan Firmansyah atau siapa pun. Bahwa apa yang dilakukannya, benar-benar Islami. Pada saat selesai ritual, dia mempunyai kemampuan mengobati orang lain. Bukankah menolong orang lain suatu kebaikan? Sungguh tipuan maut. Karena pengobatan dengan cara bekerjasama dengan jin adalah kesesatan sebagaimana surat Al-Jin: 6.
Ketika ada yang dia juga mampu melihat siapa pencurinya. Benar-benar syetan menyesatkan. Karena saat Firmansyah kehilangan yang besar yaitu motornya ternyata dia tidak dapat menemukan siapa pencurinya.
Belum lagi ilmu syetan yang dilabeli dengan ilmu karamah. Kita pernah membahas panjang lebar pada edisi sebelum ini bahwa karamah tidak bisa dipelajari. Kelebihan yang didapat dengan dipelajari adalah ilmu sihir.
Jelas saja ilmu yang dikira baik itu ternyata menyesatkan. Karena diperoleh dengan cara yang tidak benar. Pada shalawat sangat dianjurkan demikian juga membaca Al-Fatihah atau membaca nama Allah ya Lathif ya Jabbar. Tetapi itu semua hanyalah pembuka yang digunakan oleh jin untuk menjerat orang, agar nampak Islami. Dan berikutnya diembel-embeli dengan sesuatu yang tidak dibenarkan dalam aqidah Islam. Di antaranya adalah dengan membaca wirid di atas dalam jumlah tertentu dan diyakini bisa mendatangkan kelebihan.
Syarat-syarat tambahan itu adalah tambahan dari jin. Lihatlah buktinya, ketika dibaca nama Allah ya Lathif yang muncul jin Abdul Lathif. Kemudian ketika dibaca ya Jabbar, jin Abdul Jabbar mengatakan bahwa itu adalah namanya. Dusta besar! Karena Jabbar adalah nama Allah dan bukan nama pendusta itu.
Kemudian meminta dengan haibah (kewibawaan) Umar termasuk sesuatu yang terlarang. Umar sendiri mencontohkan ketika hendak melaksanakan sholat Istisqo’di zamannya, dia tidak memintanya dengan haibah Rasulullah. Padahal siapa pun tahu bahwa Umar pernah hidup bersama dengan Rasulullah manusia terbaik itu. Tetapi Umar meminta orang shalih di zamannya untuk berdoa, yaitu paman Nabi Abbas bin Abdul Muthalib. Kalau meminta dengan jah atau haibah Rasulullah tidak dilakukan oleh Umar. Maka bagaimana kita meminta dengan haibah selain Rasulullah. Tentu ini tidak dibenarkan.
Jadi, banyak kesesatan yang diselipkan oleh jin di tengah-tengah shalawat, bacaan fatihah dan asmaul husna. Sehingga banyak sekali yang tertipu dalam jeratan jin yang satu ini.
Dalam kasus ini, Firmasyah tidak sendirian. Tetapi Firmansyah termasuk yang beruntung. Jin yang banyak bersarang di tubuhnya telah keluar. Lebih dari itu, Firmansyah merasa bahwa dirinya telah menemukan jalan kebenaran. Dengan meninggalkan semua bid’ah yang telah menjerumuskan. Tekad untuk membenahi aqidah tumbuh kuat di hatinya. Ini jauh lebih mahal dari semua kehidupan kita.
Untuk itu berhati-hatilah, karena ternyata salah satu hikmah yang bisa kita ambil dari kisah Firmasyah adalah bahwa bid’ah yang sesat itu dijadikan kendaraan jin untuk menyesatkan dan menyakiti kita. Maka jauhilah bid’ah dan hidupkanlah sunnah.
Ghoib, Edisi No. 12 Th. 2/ 1424 H/ 2004 M