Kematian Disembelih Diantara Surga dan Neraka

Dalam beberapa riwayat disebutkan dengan jelas bahwa kematian pada akhirnya akan disembelih dalam bentuk seekor domba. Di antaranya adalah hadits riwayat Bukhari dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Jika penghuni surga masuk surga dan penghuni neraka masuk neraka, maka didatangkan kematian hingga diletakkan di antara surga dan neraka, kemudian disembelih. Lalu seorang penyeru berseru, ‘Hai penghuni surga, tiada kematian. Hai penghuni neraka tiada kematian. Maka penghuni surga semakin bertambah kegembiraannya dan penghuni neraka semakin bertambah kesedihannya.” (HR. Bukhari)

Memang masalah ini rentan perdebatan. Karena kematian yang kita pahami sekarang tidak berwujud sesuatu yang bisa dipegang dan dilihat. Kematian adalah sesuatu yang abstrak, sehingga ada sekelompok orang yang kemudian mengingkari keshahihan hadits ini, sementara kelompok yang lain mentakwilnya dan mengatakan itu hanyalah sebuah perumpamaan.

Imam Qurtubi dalam kitab Tadzkirah mengatakan bahwa kematian adalah sesuatu yang bersifat maknawi, sedang maknawi tidak bisa berubah menjadi jauhar (benda yang konkrit). Akan tetapi Allah menciptakan domba lalu disebut-Nya dengan kematian. Kemudian Allah memasukkan ke dalam hati setiap penghuni surga dan neraka bahwa domba itu adalah kematian. Maka penyembelihan kematian itu sendiri menjadi bukti atas kekekalan mereka di dalam surga atau neraka.

Kematian yang berwujud seekor domba itu pun dibawa dan diletakkan di antara surga dan neraka. Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan bahwa domba itu pun diletakkan di sebuah jembatan yang terletak di antara surga dan neraka.

Di sinilah kemudian semua penghuni surga dipanggil. Pemanggilan ini tidak terlepas dari persaksian mereka atas apa yang akan terjadi. Para penghuni surga menyambut panggilan itu dengan antusias, sedemikian antusiasnya sehingga digambarkan dalam hadits dengan kata “Yasyraibuun” yang artinya memanjangkan leher-leher mereka dan mengangkat tinggi-tinggi kepala mereka.

Setelah mereka melihat dengan jelas kepada domba yang telah berada di atas jembatan, mereka pun dimintai kesaksian, siapakah sebenarnya domba itu. Mereka pun mengakui bahwa domba itu adalah kematian. Ya, kematian yang telah mereka rasakan saat mengakhiri kehidupan mereka di dunia.

Giliran berikutnya adalah penghuni neraka. Pertanyaan yang sama juga diajukan kepada mereka. Jawaban mereka pun setali tiga uang dengan jawaban penghuni surga yang mereka lihat itu adalah kematian.

Detik-detik berikutnya domba itu pun disembelih. Lalu siapakah yang bertugas untuk menyembelih kematian itu? Menurut sekelompok ulama shufi yang menyembelih itu adalah Nabi Yahya bin Zakaria dengan dihadiri Rasulullah. Sementara itu di dalam beberapa kitab yang lain seperti tafsir Ismail bin Abi Ziyad asy-Syami dikatakan bahwa yang menyembelih itu adalah malaikat Jibril.

Bagi kita, tidaklah terlalu penting untuk mengetahui siapa yang menyembelih kematian itu, karena kedua riwayat di atas tidak bisa dijamin keshahihannya. Imam Ibnu Hajar mengatakan bahwa Ismail bin Abu Ziyad termasuk ulama hadits yang dianggap lemah.

Yang perlu diperhatikan adalah apa yang terjadi setelah penyembelihan kematian itu. Akankah ini hanya sekadar sebuah prosesi ataukah ada sesuatu di baliknya?

Rasa penasaran yang tidak berlangsung lama dan segera sirna seiring dengan berita yang disampaikan oleh seseorang yang tidak diketahui siapa sebenarnya dia, karena tidak ada satu pun riwayat yang menyebutkan namanya.

“Hai penghuni surga, tinggallah dengan kekal, tiada kematian. Hai penghuni neraka, tinggallah dengan kekal, tiada kematian,” itulah berita yang kemudian tersebar. Kekekalan dan keabadian.

Untuk lebih jelasnya simaklah hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Said berikut ini. Abu Said berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat kematian didatangkan seakan-akan seperti seekor domba, lalu dihentikan di antara surga dan neraka. Kemudian dikatakan, “Hal penghuni surga, apakah kalian mengenal ini?” mereka mengamati dan memandang, lalu berkata, “Ya, inilah kematian. Rasulullah bersabda, ‘Dan dikatakan, “Hai penghuni neraka, apakah kalian mengenal ini!” maka mereka mengamati dan memandang, lalu berkata, ‘Ya, inilah kematian. Kemudian diperintahkan menyembelih kematian. Lalu diserukan, ‘Hai penghuni surga, tinggallah dengan kekal, tiada kematian. Hai penghuni neraka, tinggallah dengan kekal, tiada kematian”. Kemudian Rasulullah membaca ayat yang artinya, ‘Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.” (QS. Maryam: 39)

Di dalam riwayat Tirmidzi ada sedikit tambahan di akhir hadits yang artinya. “Andaikata satu orang mati karena gembira, niscaya matilah penghuni surga. Andaikata ada orang mati karena sedih, niscaya matilah penghuni neraka.” Tirmidzi berkata hadits tersebut hasan shahih.

Secara lebih jauh Ibnu Katsir mengutip penafsiran dua ulama besar dalam bidang tafsir, Imam Muqatil dan Kalbi, ketika mereka menafsirkan ayat 39 surat Maryam, “Allah menciptakan kematian dalam bentuk seekor domba yang tidak melewati siapapun kecuali orang itu akan meninggal. Allah menciptakan kehidupan dalam bentuk seekor kuda yang tidak melewati siapapun kecuali dia akan hidup.” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/129)

Ketika Allah mengganti kematian dengan bentuk domba, tentu ada hikmah yang bisa dipetik dan dijadikan pelajaran. Hanya saja tidak semua orang kemudian mampu memahaminya dengan baik. Karena keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya. Imam Qurtubi memecah kebekuan itu dan mengatakan bahwa penyembelihan kematian dalam bentuk domba ini merupakan isyarat bahwa mereka memperoleh tebusan dengan domba sebagaimana dahulu anaknya Nabi Ibrahim ditebus dengan domba. (Fathul Bart: 11/464)

Ketika domba kematian telah disembelih. maka penghuni surga akan menikmati keindahan surga dengan tenang. Tidak ada keraguan dan tidak ada kegelisahan. Sebaliknya penghuni neraka yang mendapat jaminan kekal di dalamnya maka mereka tidak akan bisa keluar dari neraka.

Di antara mereka yang mendapat jaminan kekal di neraka adalah orang yang mati dalam keadaan kafir atau musyrik, pemimpin-pemimpin madzhab batil yang bertentangan dengan syariat Allah, orang-orang yang tidak mengerjakan kewajiban- kewajiban syariat serta mendustakan hari pembalasan dan tidak mengamalkan hukum-hukum Allah, orang-orang munafik dan beberapa kelompok lain yang mendapat ancaman Allah untuk kekal di neraka.

Tinggallah kita sekarang, jalan mana yang akan dipilih. Jalan ke neraka terbuka dengan lebar dan dihiasi dengan berbagai keindahan semu. Sebaliknya jalanan surga penuh dengan rintangan dan hambatan yang membutuhkan perjuangan yang tidak ringan.

 

 

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 40 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN