Kenikmatan Abadi

“Apa yang ada di sisimu akan lenyap,” firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 96 ini memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan dunia. Bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Semuanya bersifat sementara. Berbagai kenikmatan yang ada merupakan titipan Allah semata. Suatu saat akan diambil kembali.

Jabatan dan kekuasaan yang dimiliki seseorang hanya dalam hitungan tahun akan berakhir. Jataban sebagai kepala negara di negara kita misalnya, maksimal hanya bisa digenggam seseorang selama sepuluh tahun. Itu pun bila ia terpilih kembali untuk kali kedua. Dan tidak dilengserkan dari jabatannya sebelum berakhir.

Bila memang tidak ada jabatan yang abadi, mengapa seorang muslim tidak memanfaatkan jabatannya untuk menunjukkan baktinya kepada Allah? Salah bila ada yang beranggapan bahwa urusan akhirat itu adalah urusan nanti setelah pensiun.

Justru di saat seseorang memegang kekuasaan ia memiliki kewajiban lebih besar untuk menegakkan kebenaran dan menghancurkan kemungkaran. Karena di tangannya ada kewenangan untuk melaksanakannya.

Gambaran kefanaan dunia banyak disebutkan di dalam al-Qur’an. Bahwa kemudian Allah mengumpamakan kehidupan dunia bagaikan air hujan yang turun dari langit. Tetesan-tetesan air yang menyuburkan tanah dan memberi kesempatan kepada biji-bijian untuk tumbuh kembali. Terus membesar dengan daunnya yang rindang. Daun yang mengering dan berguguran di terpa angin. Demikian pula pohon yang tinggi menjulang seiring perjalanan waktu akan mati dimakan usia. Batangnya kering dan roboh terkapar. Begitulah memang kehidupan dunia. Ada permulaan pasti ada akhirnya.

Perumpamaan semacam ini banyak ditemukan di dalam al-Qur’an. Seperti tersebut dalam surat al-Kahfi ayat 45-46. “Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Tidak perlu mendewakan dunia yang fana. Ambil apa yang seharusnya diambil dan tinggalkan apa yang tidak bermanfaat untuk akhirat. Karena itu dalam kelanjutan ayat di atas Allah berfirman, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan, tetapi amalan- amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Harta dan anak-anak hanyalah perhiasan semata. Tidak ubahnya seperti nikmat yang lain, yang akan ada masanya. Karena itu jadikan keduanya sebagai jembatan menuju kebahagiaan akhirat. Bukan sebagai tujuan utama dan akhir perjalanan seseorang.

Tetapi amalan-amalan shalih yang mengantarkan ke gerbang kebahagiaan hakiki itu yang seharusnya menjadi tumpuan utama. Jangan terlena oleh sesuatu yang bersifat parsial dan mengesampingkan inti masalah. Keabadian surgalah yang layak berada dalam angan-angan kita. Nikmat yang tidak pernah berakhir. Meski ada permulaan tapi tiada berakhir.

Perhatikanlah firman Allah dalam surat Shaad ayat 54, “Sesungguhnya ini adalah benar- benar rizki dari Kami yang tiada habis- habisnya.” Dan “Buahnya tak henti-hentinya, sedang naungannya (begitu pula).” (QS. Ar-Ra’d: 35)

Tunggu apa lagi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN