Kesenangan Hidup

كَيْفَ بِكُمْ إِذَا غَدًا أَحَدُكُمْ فِي حُلَّةٍ وَرَاحَ فِي حُلَّةٍ وَوُضِعَتْ بَيْنَ يَدَيْهِ صَفْحَةٌ وَرُفِعَتْ أُخْرَى وَسَتَرْتُمْ بُيُوتَكُمْ كَمَا تُسْتَرُ الْكَعْبَةُ قَالُوا يَا رَسُوْلَ اللهِ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مِنَّا الْيَوْمَ تَتَفَرَّغُ لِلْعِبَادَةِ وَنُكْفَى الْمُؤْنَةَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْتُمُ الْيَوْمَ خَيْرٌ مِنْكُمْ يَوْمَئِذٍ. رواه الترميذي

 

“Bagaimana dengan kalian ketika salah seorang di antara kalian memasuki pagi dengan suatu pakaian dan memasuki waktu sore dengan pakaian yang lain, serta dihidangkan di hadapannya sebuah piring besar, akan tetapi diangkat yang lain (yang kecil), serta kalian menutupi rumah-rumah kalian seperti kalian menyelimuti Ka’bah. Maka para sahabat pun menjawab, “Pasti kami pada saat itu lebih baik daripada sekarang, di mana kami bisa sepenuhnya beribadah, karena sudah tercukupi seluruh kebutuhan. Namun, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan, ‘Sungguh kalian hari ini lebih baik dari pada kalian saat itu.’ ” (HR. Tirmidzi).

 

Tingkatan hadits:

Hadits ini dengan sejumlah jalurnya adalah shahih. Semua rijalnya dalam sanad Al Baihagi adalah tsiqah.

 

Kenyataan dari yang diramalkan:

Benar kiranya ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yaitu, sungguh kekayaan dunia benar-benar telah dibentangkan kepada umat sesudah beliau. Bertumpuk-tumpuklah barang rampasan dan harta benda, serta ditaklukkan beberapa kota dan negeri. Sehingga, kaum Muslimin pun benar-benar menikmati kemakmuran hidup serta kemewahan dalam berpakaian, makanan dan tempat tinggal. Mereka makan siang dengan satu jenis hidangan, kemudian makan malam dengan jenis yang lain, setelah sebelumnya mereka harus bersusah payah hanya untuk sekadar memenuhi kebutuhan yang tidak mudah didapat kecuali dengan berjuang keras. Itulah karunia Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah memiliki karunia Yang Maha Besar.

Kelebihan rizqi yang telah Allah anugerahkan kepada sebagian kaum muslimin, ternyata tidak secara otomatis menjadikan mereka orang yang bersyukur kepada Allah. Budaya hedonisme yang menjadi prototipe masyarakat perkotaan menjadikan mereka lupa akan existensinya sebagai makhluk yang mempunyai kewajiban untuk beribadah sebagai manisfestasi dari rasa kehambaannya kapada sang Kholik.

Budaya hura-hura dan pamer kekayaan menjadi pola serta gaya hidup keseharian mereka. Makan di tempat berkelas adalah hal yang wajib. Untuk mencukupi kebutuhan makan dan minum sehari- hari, sering kali hidangan yang tersedia tersebut mubadzir, karena banyak tersisa. Yang tak kalah pentingnya adalah pakaian yang serba bermerek dengan segala asesorisnya, untuk dipakai di berbagai moment dengan model dan gaya yang berganti-ganti. Sementara rumah-rumah tempat tinggal, pagarnya dibangun tinggi menjulang bagaikan istana raja-raja di jaman Majapahit, lengkap dengan berbagai fasilitas yang sangat lux dan mewah.

Tetapi amat disayangkan, dengan semua yang telah mereka miliki tersebut, ternyata tidak membuat merasa nyaman dan damai. Kekeringan ruhani menghantui mereka, sehingga harus mencari alternatif penenang dengan mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan zat adiktif yang merusak kesehatan. Sementara rumah yang mewah, membuat mereka tidak pernah kenal dengan tetangga sekitar. Yang akhirnya membuat mereka merasa asing dan terisolasi di tengah ramainya tempat-tempat hiburan yang sering mereka datangi. Maka benar kata Nabi, bahwa sekecil apapun nikmat yang telah di anugerahkan kepada kita adalah lebih baik, jika disertai dengan rasa syukur kita kepada Allah.
Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN