Ketika Kematian di Depan Mata, Apa Hikmah di Balik Petaka Itu?

Oleh: Ustadz Fadhlan Abu Yasir, Lc

Harta dunia yang kita kejar siang malam. kemewahan hidup yang kita impikan, ataupun kedudukan yang kita pertahankan, semua itu hanyalah ibarat jalinan sarang laba-laba yang begitu rapuh ketika berhadapan dengan gelombang tsunami.

Kita adalah manusia yang lemah, penuh dengan keterbatasan. Kemampuan kita terbatas. Ilmu kita terbatas. Dan jatah hidup kita di dunia ini pun terbatas. Memang demikianlah, dunia hanyalah perhiasan yang semu, atau hanya permainan dan sandiwara yang akan segera berakhir.

“Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian” Itulah kalimat al-Qur’an yang menanamkan benih iman kepada kematian dalam hati kita. Kematian adalah satu kepastian, tidak bisa ditawar lagi. Karena saat datangnya ajal telah ditentukan, tidak bisa diajukan sejenak pun atau ditunda sesaat.

Ajal datang hanya sekali untuk menjemput kita. Setiap kematian bagi seseorang tidak pernah keluar dari waktunya. Meskipun kematian itu beraneka macam sebabnya, tetapi kematian hanyalah satu. Kematian yang menjemput seseorang karena dibunuh, bunuh diri, terkena racun, terbakar, tenggelam, tabrakan, jatuh, kelaparan, sakit, kejatuhan barang, ataupun karena sebab lain. Semuanya tidak pernah lepas dari kehendak Allah. Dan kehendak Allah pasti terlaksana tanpa hambatan apapun.

Kehendak Allah atas diri selalu menjadi rahasia Allah. Termasuk sisa umur kita hanya Allah yang tahu, sedangkan kita hanya mendapati utusan kematian yang datang berupa tumbuhnya uban gigi berguguran, mata mulai kabur, fisik mulai melemah, sakit-sakitan, pikun dan sebagainya. Itulah tanda-tanda datangnya saat ajal akan menjemput. Tetapi ketika Allah punya kehendak lain, misalnya berupa bencana alam atau wabah, maka utusan kematian itu tidak dikirim untuk menyampaikan berita kematian yang sudah dekat.

Kehendak Allah berupa musibah biasanya menimpa ummat yang tidak siap dengan musibah itu. Akan tetapi secara sunnatullah, musibah itu datang karena diundang dengan berbagai dosa dan kemunkaran, sedangkan seruan kepada yang ma’ruf dan pencegahan yang munkar tidak ditegakkan, sehingga Allah menyegerakan bencana itu, kemudian doa orang-orang shalin pun tidak didengarkan.

Rasulullah SAW bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh kalian harus benar-benar menyerukan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, atau Allah akan segera mengirimkan siksa kepada kalian, kemudian kalian berdoa kepada-Nya maka doa kalian tidak akan dikabulkan.” (HR. Turmudzi).

Tiada lagi tempat yang aman…. Tiada lagi tempat berlari…. Dan tiada lagi tempat bersembunyi dari murka Allah,…. kecuali kita hanya bertaubat kepada-Nya.

Ketika terjadi gempa bumi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, maka beliau menempelkan tangan kanannya ke bumi lalu berkata, “Wahai bumi, bukan sekarang saatnya kamu bergoncang, di sini masih banyak orang-orang yang shaleh.” Gempa pun seketika berhenti. Kemudian beliau memerintahkan rakyatnya untuk beristighfar dan banyak mengeluarkan shadaqah, karena shadaqah mampu menolak bencana.

Lain halnya dengan wabah yang melanda pasukan mujahidin Bani Israil di bawah pimpinan Nabi Musa ‘alaihis salam, dalam waktu singkat wabah itu telah menewaskan puluhan ribu pasukan. Akhirnya seorang shahabat Musa ‘alaihis salam yang bernama Fanhash bin ‘Izar yang masih cucu Nabi Harun ‘alaihis salam melakukan sweeping di perkemahan mereka dengan membawa tombak yang semuanya terbuat dari besi. Fanhash memasuki sebuah camp dan menemukan seorang komandan sedang berzina dengan seorang gadis cantik dari Bani Kan’an. la langsung menghujamkan tombak besinya ke punggung sang komandan hingga menembus ke tubuh perempuan yang dizinainya. Kemudian mengangkat keluar tinggi-tinggi dengan tombaknya dengan disaksikan seluruh pasukan Fanhash berdoa mengadukan urusan itu kepada Allah: “Ya, Allah. Demikianlah kami bertindak terhadap orang yang bermaksiat kepada-Mu!” Pengaduan singkat itu langsung didengar Allah dari atas langit ke tujuh sana, maka Dia mencabut wabah saat itu juga.

Rentetan bencana yang melanda negeri kita tidak pernah lepas dari sebab-sebab yang mengundang murka Allah. Sudah sekian lama negeri ini dikuasai oleh orang-orang yang zhalim, pejabat yang korup secara bergantian. Kini saatnya penegakan keadilan dan pemberantasan korupsi, akan tetapi sekian banyak orang tidak suka dengan perbaikan ini. Maka Allah menurunkan bencana agar kita sadar bahwa kezhaliman itu tidak akan dibiarkan oleh Allah. Dosa-dosa penguasa yang korup itu berakibat buruk bagi seluruh bangsa. Bukan sekadar makan harta rakyat, tetapi yang lebih besar lagi adalah memberi contoh buruk bagi mereka, bahkan menciptakan suasana kondusif bagi pejabat berikutnya untuk korupsi dan semakin zhalim.

Korupsi yang telah menggurita di negeri ini, semakin diperparah dengan menjamurnya kemaksiatan yang ada. Prostitusi yang terbungkus rapi, narkoba yang terus menebar maut hingga korban demi korban terus berjatuhan. Perjudian yang seharusnya terlarang dibekingi oleh oknum aparat. Sangat menyebalkan memang.

Kini, bencana demi bencana terus melanda negeri ini. Entah sampai kapan, hanya Allah yang tahu. Sudah saatnya, kita merenung sejenak dan mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi.

Karena di balik musibah pasti ada hikmah besar. Sebab Allah bersifat Ahkamul Hakimin (Dzat Yang Maha Bijaksana), setiap kehendak- Nya tidak pernah terlepas dari hikmah yang sangat dalam. Di antara hikmah yang diterangkan oleh Rasulullah ketika Allah mendatangkan musibah adalah:

  1. “Besarnya pahala selalu dibarengi dengan besarnya cobaan,”
  1. “Dan apabila Allah ta’ala mencintai suatu bangsa, maka Allah pasti menguji mereka,”
  1. “Orang yang rela menghadapi ujian Allah, maka ia mendapat ridha Allah, dan orang yang marah menghadapi ujian Allah, akan mendapat murka Allah.” (HR. Turmudzi).
  1. “Allah ta’ala berfirman “Tak ada balasan bagi seorang hamba-Ku yang beriman, ketika Aku mengambil kekasihnya di dunia kemudian ia mengharap pahala, kecuali surga baginya” (HR. Bukhari)
  1. “Tidak suatu apapun yang menimpa muslim berupa capek, sakit, susah, sedih, gangguan, gundah, sampai duri yang menusuknya, kecuali Allah pasti menghapuskan dosa-dosanya.” (HR Bukhari)
  1. “Barangsiapa yang Allah kehendaki meraih kebaikan, maka Allah timpakan musibah kepada- Nya.” (HR. Bukhari)
  1. “Apabila Allah berkehendak terhadap hamba-Nya suatu kebaikan, maka Dia segerakan siksaannya di dunia, dan apabila Allah berkehendak terhadap seorang hamba-Nya suatu keburukan, maka Allah menahan dosanya sampai membalasnya di hati kiamat.” (HR. Turmudzi).

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN