Keimanan seorang mukmin bisa pasang surut, bisa menguat dan bisa melemah. Bisa bercampur keraguan yang mengakibatkan goncang dan bisa penuh keyakinan yang tidak akan tergoyahkan lagi.
Ketika kami sedang tamasya di pantai Kulon Progo Yogyakarta pada 21 Mei 1998. Kami asyik bermain ombak di pinggir pantai dan tiba-tiba ada ikan cucut yang terdampar dan kami ambil. Tanpa diduga, ada seorang pemilik warung yang mendengarkan berita radio bahwa presiden Soeharto lengser dari jabatan kepresidenan. Awal mendengar berita itu, kami sudah percaya karena memang pembawa berita itu yakin mendengarkan berita radio. Tetapi tentu belum sampai meyakini berita tersebut karena tidak mendengar langsung. Maka perlu mencari tahu dari sumber yang lebih meyakinkan. Setelah melihat dan mendengar dari televisi yang menyiarkan hal tersebut, maka keyakinan terhadap berita itu semakin kuat. Dan ketika seluruh surat kabar memberitakannya dalam head linenya, maka keyakinan terhadap berita itu pun penuh. Dan keyakinan seperti inilah yang tidak mungkin digoyahkan dengan cara apapun.
Ibrahim alaihissalam adalah seorang abul anbiya’ (bapak para nabi) dan pejuang tauhid yang menjadi panutan umat manusia, pernah menanyakan kepada Allah tentang proses kebangkitan orang-orang yang telah mati dari dalam kuburnya.
Padahal beliaulah yang telah menyatakan dengar mantap dalam perdebatan melawan raja Namrudz “Tuhanku Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.” Tetapi keimanan Ibrahim alaihissalam terhadap hari kebangkitan manusia dari alam barzah, terasa belum cukup kalau belum ke tingkat ‘ainul yaqin.
Allah ta’ala mengisahkan keinginan Ibrahim untuk menyempurnakan imannya dari ilmul yaqin ke derajat ainul yaqin terhadap hari kebangkitan, di saat Allah akan menghidupkan manusia yang telah mati.
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku, bagaimana Engkau menghidupkan orang mati?” Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”. Allah berfirman, “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu.” (Allah berfirman), “Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 260).
Ibnu Abbas menerangkan; “Ibrahim mengambil kepala-kepala burung yang sudah dicincang itu dengan tangannya, kemudian Allah perintahkan Ibrahim agar memanggil mereka. maka Ibrahim pun segera memanggil burung- burung itu sebagaimana yang Allah perintahkan. Ibrahim mengamati proses kembalinya bagian- bagian burung itu dengan seksama, ia perhatikan bulu-bulu burung kembali bersama bulu-bulu yang tadinya dari satu burung. Darahpun kembali ke darah asalnya, daging kembali ke daging asalnya. San semua bagian-bagian burung kembali ke asalnya. Sehingga bagian-bagian itu membentuk burung-burung seperti sedia kala kemudian berjalan cepat menuju Ibrahim alaihissalam dan mengambil kepalanya masing-masing agar dapat dilihat dengan sempurna. Apabila Ibrahim memberi kepala burung yang bukan bagiannya, maka ditolaknya. Dan apabila ia berikan kepada pasangannya langsung menyatu dengan jasadnya dengan daya dan kekuatan Allah.”
Mengimani yang ghoib memang perlu proses dan jangan sampai terhenti sampai sebatas tahu atau mengenal saja. Apalagi masih dihinggapi keraguan atau salah dalam mengenal yang ghoib. Kesalahan dalam mengenal yang ghoib bisa menjerumuskan manusia dalam khurafat dan tahayyul yang berujung kepada kemusyrikan.
Pembuktian dalam mengimani yang ghoib, tidaklah mengharuskan kita untuk terjun ke dunia ghoib, atau mencari info ghoib di luar jalur syariat. Setiap cara yang tidak sesuai dengan syariat untuk mengenal ghoib, tidak akan menyampaikan kita ke derajat ainul yaqin, tetapi justru akan mengotori iman kita. Misalnya, membuktikan adanya jin dengan menghadirkan paranormal (dukun), sesaji, baca mantra, meditasi dan sebagainya. Pembuktian adanya jin yang mengganggu seseorang atau suatu tempat bisa kita buktikan dengan cara Islam, yaitu membentengi diri dengan bancaan Al-Qur’an dan doa yang diajarkan Rasulullah. Sehingga kita terbebas dari gangguan mereka dan iman kita semakin mantap terhadap kebenaran ayat-ayat suci Al-Qur’an dan ajaran Rasulullah.
Kisah Ibrahim alaihissalam di atas cukup unik, sehingga Rasulullah memberi pernyataan terhadap kisah itu dengan sabdanya. “Kita lebih berhak untuk dihinggapi keraguan daripada Ibrahim, ketika ia berkata, “Ya Tuhanku perlihatkanlah kepadaku, bagaimana Engkau menghidupkan orang mati?” Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibrahim yang merasa menjadi pejuang tauhid merasa belum cukup dengan ilmul yaqin yang dimilikinya, maka kita yang mungkin belum mencapai ilmul yaqin lebih pantas untuk dihinggapi sifat ragu. Oleh sebab itu kita harus terus melakukan penelaahan terhadap dalil-dalil syar’i untuk memperkuat iman kita, dan juga terus bekerja keras mencari pembuktian terhadap yang ghoib dengan tuntunan syariat Allah.
Kita jangan merasa sudah yakin dengan yang ghoib kalau kita tidak tahu dalilnya. Ibrahim alaihissalam sebagai seorang rasul tentu sudah cukup memahami dalil yang menjelaskan kekuasaan Allah untuk menghidupkan yang mati. Tetapi semangat tauhidnya mendorongnya untuk memantapkan iman dengan bertanya. Kunci ilmu adalah bertanya kepada ahlinya. Allah berfirman, “Maka bertanyalah kepada ahludz dzikri (yang ahli Al-Qur’an) jika kalian tidak tahu.”
Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan kisah di atas, oleh seorang sahabat besar Abdullah bin Abbas dijadikan sebagai ayat yang menuntunnya untuk selalu optimis dalam mencari ilmu. Sebagaimana Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnul Munkadir, dia berkata, “Abdullah bin Abbas bertemu dengan Abdullah bin Amr bin Ash, maka Ibnu Abbas bertanya kepadanya, “Ayat Al-Qur’an manakah yang paling memberikan harapan bagimu?” Abdullah bin Amr bin Ash menjawab, “Firman Allah, ‘Katakanlah, ‘Wahai hamba- hambaku yang telah melampaui batas terhadap dirinya, janganlah kamu berputus asa terhadap rahmat Allah. Sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosa semuanya.”” Ibnu Abbas berkata, “Tetapi saya berpendapat lain, yaitu firman Allah, “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku, bagaimana Engkau menghidupkan orang mati?” Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”. Maksud saya dari kata-kata Ibrahim adalah. “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” la berkata, “Inilah yang mungkin bisa muncul dalam jiwa, dan syetan terkadang memunculkan bisikannya.
Ketika iman sudah mantap tertancap dalam jiwa dengan pemahaman yang dalam terhadap dalil dan diperkuat dengan pembuktian yang dapat disaksikan oleh mata kepala sendiri, maka tidak akan lagi ada keraguan yang muncul dalam jiwa, dan bisikan-bisikan syetan pun tidak akan masuk dalam hati. Allahu akbar walillahil hamd.
Ghoib, Edisi No. 18 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M