Ini kisah nyata, tentang keprihatinan seorang mantan Mojang-Jejaka jawa Barat. Karena guna-guna ia harus gagal menikah, dan berulangkali ditolak ketika melamar. Bahkan begitu menikah, gairah pada isterinya pun lenyap begitu saja. Kepada Majalah Ghoib ia menceritakan kembali kisahnya. Berikut ini petikannya.
Orang tua memberi nama saya Ahmad Yusuf. Saya dilahirkan di sebuah kota kecil bersejarah di kota Karawang, Jawa Barat, 33 tahun silam. Sebagai anak kedelapan dari sembilan orang bersaudara, saya cukup punya banyak teman untuk bercerita. Apalagi ayah yang berprofesi sebagai seorang pegawai negeri sipil di instansi pemerintah, sehingga menjadikan keluarga saya cukup terpandang. Demikian pula dengan ibu, walau lebih memilih sebagai ibu rumah tangga, namun dia tak kurang aktifnya di berbagai kegiatan kewanitaan, baik di instansi tempat ayah bekerja, seperti LURI, PWRl ataupun GOW. Tapi bukan berarti ibu saya tak melirik kegiatan keagamaan. lbu sangat aktif untuk mengurus berbagai kegiatan pengajian dan majelis taklim.
Sifat kedua orang tua saya ini kelihatannya menurun pula pada saya. Sehingga, di saat usia remaja, saya banyak bergelut dalam berbagai organisasi sekolah maupun di luar sekolah dan ormas kepemudaan. Sehingga saya dikenal orang sebagai anak remaja yang sangat supel, senang bergaul dan banyak pulayang bilang sedikit ramah, serta banyak dikenal di masyarakat. Balum lagi kalau nama saya diembel-embeli dengan kebesaran nama orang tua, pasti semua orang daerah akan tahu siapa saya. Apalagi ketika saya telah selesai sekolah dan bekerja disebuah instansi di pemerintah kota tempat saya tinggal. Yang pada akhirnya memperluas pergaulan saya baik di kalangan masyarakat, birokrat bahkan orang nomer satu kota Karawang, sekalipun.
Hal tersebut tak lain bermula ketika Allah yang menganugerahi saya dengan wajah tidak jelek ini, mendapat kesempatan mehjadi finalis Mojang-Jejaka Jawa Barat selama dua tahun berturut-rurut. Status Mojang-Jejaka inilah yang justru membuat saya harus banyak bergaul dengan masyarakat di berbagai kalangan, mulai tukang ojek hingga para birokrat itu. Maka tak jarang, saya akan mudah ditemui karena seringkali nongkrong di warung perempatan jalan desa yang berjarak kurang dari 200 meter dari tempat saya tinggal. Kebiasaan saya di warung ini, biasanya ngobrol dengan pak RT dan para tukang ojek sambil menikmati jajanan emang, si pemilik warung ataupun dengan orang-orang yang singgah di warung itu.
Hingga suatu saat, ketika saya asyik ngobrol dengan ketua RT dikampung saya itu, tiba-tiba ada dua orang perempuan muda yang hendak menuju ke kampung Rancamaya yang terletak bersebelahan dengan desa saya. Karena satu-satu nya alat transportasi hanya menggunakan jasa ojek, keduanya selalu mampir dan bahkan ikut nimbrung dan istirahat sejenak di warung tempat saya biasa mangkal. Tak terkecuali seperti biasanya, kami juga langsung terlibat obrolan ringan dengan dua perempuan tersebut. Namun saat itu tak selang lama saya segera pamit untuk pulang ke rumah.
Dan keesok harinya, ketika saya bertandang ke warung lagi, pak RT memanggil dan menyampaikan salam hangat mereka untuk saya dari dua orang perempuan yang bertemu kemarin. Saat itu, saya tak menanggapirya dengan serius. Bahkan keduanya secara serius menanyakan alamat dan orang tua saya. Seperti biasa, pak RT pun menyebutkan kalau saya adalah anak kepala desa tempat ini. Hingga beberapa hari kemudian, ternyata kedua perempuan tersebut datang dan singgah lagi di warung emang. Dan tak lupa ia akan selalu memberikan embel-embel salam untuk saya. Dan kebiasaan itu terus menerus berlalu setiap ia bertandang ke warung emang. Apalagi frekuensi ke desa Rancamaya ternyata semakin sering.
Bahkan suatu hari, salah satu perempuan itu menitipkan surat pada pak RT yang ternyata berisi berisi tentang surat undangan pesta ulang tahunnya. Namun saya nggak tahu, mengapa saya sama sekali tak tertarik untuk mengahdirinya. Tapi lacur, justru karena ketidakhadiran saya itu lah, perempuan tersebut justru nekat menemui saya. Rupanya ia menyukai saya. Maka dengan berbagai alasan, saya berusaha menolak hadir dalam pertemuan itu. Namun alasan-alasan itu, ternyata justru semakin membuat dia menjadi sering bertandang ke rumah. Hampir setiap minggu, apalagi ketika ia habis gajian, sudah menjadi kebiasaan, jika oleh-oleh selalu menyertai kedatanganya ke rumah. Dan belakangn, justru tak segan-segan untuk merayu, meminta saya untuk bertandang ke rumahnya yang berada di Bekasi.
Sebenarnya saya tak respek, namun melihat kebaikan dirinya dan seringnya ia mengajak ke rumah secara terus menerus, rupanya hati saya luluh juga. Meski sebenarnya sikap saya itu lebih dikarenakan untuk menghormati kedatangannya. Maka sekali itu, saya bersedia untuk diajak. Saya pun tanpa diduga dikenalkan dengan seluruh keluarga dan saudara-saudara dekatnya, dan tentu dengan sambutan yang sangat ramah dari mereka. Namun kedatangan saya ini sepertinya membuat angin harapan besar baginya. Maka tak jarang, bila ada acara wisata dari kantor tempatnya bekerja, ia langsung saja memboking dua tiket. Dan selalu mengajak saya untuk berwisata ataupun berpergian jika ia punya kesempatan liburan bersama teman-temannya. Tapi setiap permintaan itu saya tolak, karena sungguh saya tak mencintainya. Bahkan di setiap minggu saat ia bertandang ke rumah, saya selalu berusaha pergi meninggalkan rumah sejauh mungkin menginap di teman-teman ataupun pergi sejauhh-jauhnya. Tapi saya heran, ia terus saja datang bertandang ke rumah.
Hal itu pula barangkali yang mendorong saya untuk mencari alternatif tambatan hati yang pas dan cocok sesuai dengan keinginan saya. Dan tak dinyana-nyana tambatan itu ketemu. Saat itu, saya sedang istirahat di serambi masjid selepas sholat dhuhur di masjid tempat saya bekerja sebagai honorer (kontrak kerja). Kebetulan, masjid ini berhadapan langsung dengan pasar dan berdampingan dengan rumah penduduk. Ketika itu, saya terkesima dengan seorang gadis cantik berjilbab yang berjalan dari arah masjid sambil menenteng ember berisi air menuju ke sebuah toko di depan kantor saya. Tanpa menebak lebih jauh, saya dapat memastikan gadis manis itu adalah Shanti adiknya Shinta yang sudah lama saya kenal, karena wajahnya sangat mirip. Dan dengan singkat, melalui seorang teman (gepeng) akhirnya saya berkenalan dengan gadis yang baru saja pulang dari pesantren di Benter, Garut itu.
Rasa tertarik saya ternyata mendapat sambutan baik dari Shanti, sampai kedua orang tuanya pun mengetahui. Meski setahun kemudian dia harus melanjutkan kembali ke tingkat mualimin. Namun, hubungan kami berjalan mulus. Apalagi ketika orang tua laki-lakinya berwasiat sebelum menutup akhir hayatnya, kalau saya berniat serius terhadap Shanti janganlah dihalang-halangi. Makanya, hubungan saya berjalan lancar bahkan mencapai empat tahun.
Keseriusan itu saya tunjukkan pula dengan mengimbangi pengetahuan agama Shanti. Agar berimbang pengetahuan agama dengan Shanti, saya berusaha untuk memperdalam ilmu agama. Apalagi perbedaan pemahaman kegamaan antara saya dan Shanti yang di pesanteran sangat jauh. Tapi justru itulah yang memotifasi saya untuk belajar agama lebih dalam. Maka mulai saat itu, saya banyak aktif di pengajian yang diadakan oleh Persis, Muhammadiyah ataupun Al lrsyad. Yang tentu saja pada mulanya saya sangat susah untuk menerima pemahaman dan pengajaran agama di pengajian ini.
Hingga suatu saat saya bertemu dengan guru agama SMP saya. Dimana kebetulan saya sewaktu SMP sangat aktif dan banyak dikenal oleh guru-guru saya. Guru agama ini adalah salah satu guru yang sangat dekat dengan saya. Apalagi ketika masa itu ia bersama guru bujangan yang lain, sering nongkrong dan bercanda dengan saya dan teman-teman. Dan tak jarang saya bertandang ke rumahnya ataupun guru-guru SMP yang bertendang atau berkenalan dengan orang tua.
Dari pertemuan yang tak disangaka-sangka itu, ia mengajak saya untuk taklim mengaji dengannya. Pada mulanya tentu saja saya belum bisa menerima ajakannya, karena saya terkesan ekslusif dengan orang-orang yang mengaji di sekitarnya. Meskipun sebenarnya pada sisi lain, saya merasa terkesan dengan kemampuan keagamaan dan akhlaknya yang bagus. Sedang karakter saya yang sangat suka bergaul dan selalu familier dengan semua orang, saya berfikir belum bisa menerima situasi dan kondisi seperti itu.
Tapi begitu saya terus mencoba aktif di berbrgai pengajian organisasi keagamaan itu, saya mengalami kesulitan untuk memahami karakteristik dan belum bisa menerima pemahaman mereka. Maka terpikirlah oleh saya, mengapa saya tak mengikuti ajakan guru SMP saya itu untuk mengaji. Dari sinilah saya mulai bergabung dengan pengajian mantan guru SMP saya dan mulai serius mendalami lslam.
Dari pengajian intensif ini pula, pengetahuan agama saya semakin luas tak seperti dulu lagi. Dan ternyata guru saya ini mempunyai strategi yang tepat dalam manajemen dakwahnya. Ia memilih orang yang potensial untuk di kader menjadi dai, karena dari yang taklim itu, ternyata semuanya adalah orang-orang yang berprestasi di sekolahnya. Sehingga kesan ekslusif saya sirna.
Maka pengajian demi pengajian pun saya ikuti. Hingga sampailah saya pada materi tentang pacaran sebelum menikah. Ternyata pacaran meskipun harus diembeli-embeli dengan kata-kata pacaran islami, akan tetapi dalam nash Alquran dan Hadist tak ada satu pun yang menuntunnya, tapi justru melarangnya. Bahkan dalam Alquran lebih tegas lagi dikatakan, “Janganlah kalian mendekatai zina.” Nah, dari ini, saya coba sampaikan ke Shanti ilmu yang baru saya peroleh itu. Tentu saja dengan ilmu yang didapatkannya dipesantren ia segera memahaminya. Maka segeralah saya mergajaknya untuk menikah. Dan sebagai langkah awal, maka saya mengkhitbah (melamar) Shanti. Khitbahnya pun sederhana hanya dengan mempertemukan antara keluarga saya dengan kelurga $hanti.
Begitu saya mengkhitbah Shanti, legalah hati saya. Namun kelegaan yang baru beberapa hari tersebut berselang, ternyata kabar khitbah saya itu tak dinyana sampai juga ke telinga gadis yang pernah menyukai dan mendambakan cinta dari saya. Mendengar itu, gadis tersebut langsung pingsan, shock berat hingga sakit keras dan sempat pula dirawat di rumah sakit. Melalui seorang temanya ia meminta saya untuk menjenguknya. Bahkan melalui telepon dan surat ia sangat meminta, kalau saya datang bertandang menjenguk ke rumahryra. Namun karena kesibukan pekerjaan, saya tidak sempat menjenguknya. Hingga akhirnya beberapa bulan kemudian, gadis itu pun datang langsung ke rumah saya. Dan meskipun saya telah berpindah rumah, rupanya gadis itu berhasil pula mencapai rumah saya yang baru, meskipun saat ia datang, juga tak sempat bertemu dengan saya. Dan seperti sebelumnya ia membawa berbagai oleh-oleh yang khusus diperuntukkan untuk saya.
Maka segera saya lebih menguatkan diri dengan meminang Shanti. Namun aneh, begitu saya meminang Shanti, tiba-tiba saya menjadi orang yang sering merasa sakit kepala yang amat sangat. Bahkan seringkali tanpa sebab yang jelas. Dan tiba-tiba, saya pun sering terserang masuk angin, enggan melakukan dzikir, ibadah, bahkan pikiran sering menerawang serta tak mampu untuk konsentrasi. lngatan saya menjadi dangkal, bahkan cenderung menjadi pelupa. Badan pun sering terasa lesu disekujur tubuh yang disrtai malas dan kelemahan fisik yang luar biasa. Apalagi kalau malam hari, saya merasa tidak bisa tidur dengan nyenyak. Saya merasa selalu cemas dan sedih, sebab seringkali saya mimpi buruk ataupun sesekali kelindihan. Dan anehnya, sifat saya yang suka bergaul itu lenyap begitu saja. Saya menjadi pendiam, malu, minder serta cenderung menyendiri dan mengurung diri. Dan kebiasaan saya yang mematut di cermin berubah dengan sangat takut jika melihat cermin. Dan uniknya, saya sangat bahagia, lika melihat salib dan gereja.
Kondisi seperti saya alami hingga berbulan-bula. Namun tak sedikit pun saya menyadarinya. Karena saya merasa itu karena kondisi fisik saja. Hingga terjadilah kejadian saat saya sedang di kantor. Tiba-tiba saya sangat marah dengan amat sangat, tanpa terkontrol bahkan sampai kata-kata dan sikap saya yang sangat susah saya ceritakan. Padahal penyebabnya hanya sepele, teman saya ini menyinggung perasaan saya. Saat marah itu, ekspresi tangan dan kaki saya seperti bergerak sendiri. Tapi anehnya, saat itu saya dalam pikiran sadar. Namun sama sekali tak bisa mengontrol dan mengendalikan diri.
Melihat kondisi itu, sampai di rumah saya langsung mencari Al-Qur’an dan membacanya. Tapi anehnya, tiba-tiba mulut saya bergerak dengan sendirinya. Suara saya tiba-tiba meninggi dengan lantunan tartil dan tilawah yang sangat bagus. Padahal saya sama sekali belum pernah belajar tartil.
Mengalami kejadian ini menjadikan keinginan saya semakin kuat untuk segera melangsungkan resepsi pernikahan dengan Shanti. Hal tersebut juga kami lakukan demi mengurangi dosa yang yang disebabkan karena seringnya kami berkhalwat. Dan pada dasarnya Shanti setuju untuk segera menikah. Meskipun Shanti masih duduk di kelas tiga Mualimin dengan disertai embel-embel tidak bercampur terlebih dahulu.
Namun kelihatannya takdir berkehendak lain. Tiba-tiba Shanti berserta orang tuanya bertandang ke rumah untuk membatalkan hubungan dengan saya, karena pertimbangan kedua kakak laki-laki dan perempuannya belum menikah. Mendengar itu, seketika saya terpukul berat dan down. Dan semakin menambah buruk sakit yang saya derita hampir satu tahun ini saya rasakan. Saya mengalami depresi yang mendalam, sampai hampir-hampir gila. Hari-hari pun terasa kalut apalagi untuk menghidupkan ruhiyah setiap harinya. Namun alhamdulillah, Allah masih memberikan kekuatan pada saya untuk melaksanakan sholat lima wakiu tanpa meninggalkannya. Saya pun, juga berusaha keras terus mencoba melupakan Shanti. Walaupun memang terasa amat berat.
Tapi heran, sejak kejadian itu pula, setiap kali tidur di tempat tidur, saya mengalami hal aneh dan terasa sakit di kepala. Keanehan pun ternyata menjalar pada ibu saya. Dimana ketika ibu mencoba sesekali tidur di tempat saya, badannya terasa ngilu dan lemas sekujur tubuhnya. Kondisi yang sama sebenarnya saya rasakan juga. Namun selama ini saya menganggap kesalahan dan kelelahan fisik belaka. Maka saya ceriterakan hal ini pada teman-teman taklim saya. Hingga suatu malam mereka mengajak saya untuk mabit ke rumah. Ketika semuanlza tidur di kamar saya, pada mulanya biasa-biasa saja nggak terjadi hal aneh. Hingga tiba-tiba di tengah malam ustadz yang menyertai program mabit itu membangunkan saya dan teman-teman semuanya. Kami semuanya diminta untuk membaca Al-Ma’tsurot.
Walaupun setelah kejadian itu kondisi saya baik-baik saja. Namun sepertinya kejadian babak baru justru dimulai kembali. Saya merasakan seperti ada komunikasi dengan bathin saya atau sesuatu yang ada di bathin saya. Hal tersebut sangat sering saya lakukan. Hingga suatu saat, sesuatu yang ada di bathin itu mengatakan ingin bertemu dan membutuhkan saya. la menyuruh saya untuk membaca surat Al Mujadillah ayat 1. Karena merasa penasaran, maka segera mencobanya. Dan setelah saya betul-betul membacanya, saya langsung kesurupan dan terjadi dialog lingual, meski saya dalam keadaan sadar. Dan anehnya, saya seperti berkelit dan mengerak-gerakkan tangan dan kaki seperti orang yang sedang bersilat. Dan begitu reaksi kesurupan selesai, saya segera menyambar Al-Qur’an tarjamah untuk membuka arti surat Al Mujadilah tesebut. Dan ternyata isi ayat itu adalah tentang tuntutan seorang wanita.
Melihat itu maka keinginan saya untuk menikah kembali semakin kuat, disamping memang usia saya yang semakin bertambah. Dan alhamdulillha teman-teman telah berulangkali mempertemukan saya dengan beberapa gadis. Namun karena jiwa saya menjadi labil dan sangat ketakutan, sering mangalami kecemasan dan selalu dibawah bayang-bayang kekhawatiran yang sangat mempengaruhi setiap keputusan ataupun pilihan yang akan saya ambil. Apalagi bayangan Shanti, entah mengapa belum juga hilang dari ingatan saya. Menjadikan pikiran saya itu terus berubah-ubah. Hingga ketika saya maju, hamper dapat dipastikan sang perempuannya yang mundur atau berubah pikiran. Demikian sebaIiknya jika pertemuan awalnya saling cocok maka ujungnya tak jarang saling membenci ataupun tidak menyukainya lagi. Demikianlah keadaan itu berlangsung terus menerus.
Hal inilah yang akhirnya menjadikan saya menjadi terpaut dengan masjid dan menenggelamkan diri dengan aktifitas masjid. Dengan harapan lebih mendekatkan pada sang Kholiq. Hingga suatu ketika teman pengurus masjid membawa sebuah buku tetang “Sehat Jiwa Raga Seni Berjampi” betapa kegetnya saya begitu selesai membaca buku tersebut. Ternyata penyakit-penyakit yang ditunjukkan semuanya pernah dan sedang saya alami dan rasakan. Maka dengan berbekal keyakinaan, saya mencoba untuk meruqyah diri sendiri. Dan begitu meruqyah, reaksinya sangat hebat. Perut saya kembang-kempis, dada serasa sesak, mata terbelalak, kaki tangan saya terasa kaku dan keram. Kadang-kadang saya menjerit histeris, sangat kencang seperti orang yang meminta tolong. Namun itu saya paksa terus hingga berjalan selama satu tahun.
Dan alhamdulillah, dengan terapi ruqyah mandiri itu, sakit fisik saya dan kejiwaan saya berangsur-angsur membaik. Dan sejak itu pula, saya banyak menyelami dunia jin melalui berbagai buku seperti “Kesurupan Jin dan Cara Pengobatannya”. Dan setiap ada even terapi jin yang saya anggap sesuai syariah akan saya datangi paling tidak berdialog. Hingga saya mendengar salah seorang penterapi jin. Maka saya mencoba untuk bertemu dengan beliau dan berlanjut dengan terapi.
Pada saat terapi itu, pada mulanya jin yang ada dalam jasad saya mentertawakan ustadz tersebut. Namun dengan pukulan-pukulan itu, maka jin tersebut berhasil diislamkan. Dari dua kali proses terapi dengan ustadz itu lah, saya mendapat pengalaman besar untuk mengislamkan jin. Tapi karena Ustadz tersebut telah pindah ke Jawa Timur, maka terapi pun saya lakukan sendirian.
Dari model terapi sendiri itu, Alhamdulillah, paling tidak menurut pengakuan jin tersebut telah empat puluh jin yang keluar dalam tubuh saya dan masuk Islam. (benar tidaknya, wallahu a’lam). Tapi saya yakin makhluk yang satu ini tregolong pendusta besar. Tapi yang pasti, sakit saya berangsur-angsur sembuh. Baik kondisi fisik, kejiwaan, rasa takut melihat cermin telah hilang dan tidak suka lagi melihat gereja. Kehidupan jiwa dan ruhani saya juga semaakin baik.
Melihat kondisi yang membaik ini, saya memberanikan diri lagi untuk menikah. Melalui guru ngaji saya yang alumni Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, yang sebenarnya beliau iuga masih bujangan, saya sampaikan keinginan dan kesiapan saya untuk menikah. Tak ada kriteria khusus, yang saya berikan untuk menyulitkan pernikahan saya. Saya hanya meminta yang terbaik dari Allah dan lnsya Allah saya yakin akan baik bagi kehidupan saya. Akhirnya saya dipertemukan dengan seorang perempuan yang sebelumnya saya tidak pernah bertemu sekalipun. Saya segera meminta ibu untuk istikhoroh demikian juga saya melakukan hal yang sama. Dan akhirnya saya bertekad hati setelah mendapat restu pula dari orang tua.
Dengan waktu yang tak lama, saya segera mengkhitbah. Saat itulah pertemuan saya pertama kali dengan calon istri saya. Dan ketika saya bertemu itu, subhanallah, ternyata isteri saya sangat cantik sekali. Apalagi setelah melangsungkan pernikahan kecantikannya semakin lengkap. Tidak hanya cantik luar saja, akan tetapi sangat sholihah dalam ukuran saya. Dan Alhamdulillah, ia mau menerima keadaan saya apa adanya. Dan karunia itu semakin bertambah ketika setahun kemudian saya dikaruniai Allah seorang putrid.
Tapi saya sadar, kondisi jiwa saya belum seratus persen sembuh karena kalau kita lalai, kekuatan sihir itu menyerang saya kembali. Itu beberapa kali saya alami kembali terutama ketika mendekati isteri. Gairah terhadap isteri saya tiba-tiba melemah bahkan terkesan capek, lelah fisik. Tapi herannya akan berbalik drastic ketika saya melihat perempuan lain. Meskipun saya telah berkali-kali meruqyah mandiri.
Hingga suatu saat, saya membaca dalam sebuah majalah lslam, akan datang tim ruqyah majalah Ghoib bertepatan dengan launching majalah Ghoib. Melalui iklan itu, tim ruqyah majalah Ghoib hendak melakukan ruqyah massal di majalah Ghoib. Inilah yang saya idam-idamkan bertemu dengan pakar-pakar terapi gangguan jin. Maka saya segera menelpon dan mendaftarkan diri langsung ke majalah Ghoib sekaligus menceriterakan pengalaman yang selama ini saya alami. Sampai pada usaha-usaha meruqyah yang selama ini saya lakukan, saya ceriterakan semuanya. Hingga ustadz Junaidi Lc, salah satu tim Ruqyah Majalah Ghoib, mempersilahkan saya untuk datang sesuai waktu yang telah dijadwalkan.
Dan alangkah kagetnya ketika saya tiba di majalah Ghoib sesuai dengan iadwal yang ditentukan. Ternyata Ustadz Junaidi adalah salah seorang dosen dimana saya kuliah. Saya sangat hafal wajahnya dan ia pun mengenal diri saya. Maka segera saya menyetujui untuk diruqyah, karena saya sangat yakin, ini memang sesuai dengan syariat lslam. Namun aneh, begitu saya mulai berbicara dengan Ustadz J unaidi dalam diri saya ada perasaan ingin menyerang dan memukul Ustadz Junaidi. Tapi untung masih bisa sayatahan dan saya terus berusah menahannya. Hingga proses rugyah pun dimulai.
Proses ruqyah di majalah Ghoib ini agak lain. Semua peserta ruqyah terlebih dulu disuruh berwudhu dan bagi wanita diharuskan untuk menutup aurotnya terlebih dahulu. Dan tim ruqyah baik Ustadz Junaidi maupun ust. Fadhlan, keduanya menggunakan sarung tangan yang tebal. Hal tersebut untuk menghindari sentuhan kulit dengan wanita yang akan di ruqyah. Sebelum ruqyah pun didahului dengan ceramah dan tausiah tentang sihir dan jin serta cara pengobatannya. Sungguh suatu metode pencerahan tersendiri bagi saya tentang proses ruqyah.
Begitu selesai tausiah, ibu-ibu yang berada di ruangan perempuan diruqyah terlebih dahulu. Tapi saya mengajukan usul ke Ustadz Fadhlan Lc, ketua tim Ruqyah Majalah Ghoib, karena saat meruqyah ibu-ibu, saya yang sedang menunggu di ruang tamu tentu akan ikut mendengar dan bereaksi. Apalagi saat itu saya sudah merasa ada reaksi di tubuh saya. Tapi Ustadz Fadhlan bilang, “Nggak masalah, silahkan saja”. Maka benarlah, begitu ruqyah ibu-ibu dimulai, saya yang lagi duduk di ruang tamu, dada saya makin berdebar-debar. Saya yang telah berwudhu, segera mengambil AI-Quran dan terus saya coba bertahan. Saya masih sempat mendengar ibu-ibu yang baru di perdengarkan ta’awudz, berteriak histeris dan menangis. Namun tak lama kemudian, saya tiba-tiba bangkit dari duduk saya dengan kuda-kuda seperti sedang bela diri. Saya siap menyerang ustadz Fadhlan yang sedang meruqyah. Sambil berteriak keras “Hai Yesus Kristus, Hai Yesus Kristus, tolonglah saya.”
Saya pun mulai menyerang ustadz Fadhlan. Maka begitu saya mulai berusaha mencekik hingga berkali-kali sehingga ustadz Fadhlan mengakat tangannya sambil mengucapakan Hasbunallah wanikmal wakil sambil mengajak seluruh hadirin yang ada untuk mengucapkan hal yang sama. Saya pun terpental jungkir balik dan bangun kembali untuk meyerang. Saya pun tiba-tiba mengucapkan “Yesus gaaanjuk nggak mau nolong.” Tapi hal yang sama terjadi lagi, saya terpental dan akhirnya saya pun lemas dan terjatuh. Marca
Junaidi mende,kan
meruqyah dengan
kuli serta
bagian tubuh sar,a
menghardik agar ftnl
keluar.
Saya pun
ris hingga akhirnya iinn
ada di tubuh saya
“arnpun ustadz, sa@
lah suruhan sambilr
butkan nama oraurg
memerintahkannla..
menahan sakit jin
menyatakan susah,
keluar karenatelah dipalu di bagian leher
memang pernah saya rasakan sakit yang
Jin tersebut pun menyatakan kalau
disuruh untuk menghalang-halangi (
setiap hubungan cinta saya dengan
tapi saya yakin hubungan dan datangnya hanyalah dari Allah. Siapapun tak akan menghalanginya.
Dan setelah melewati terapi ruqyah dua jam. Bahkan sebelum jin keluar, berceramah sambil menunjukkan kebohongan seseorang yang mengirimnya disebutnya ustadz. Dan setelah pesan-pesan dan berpamitan sambil ucapkan salam, tubuh saya benar-benar lemas. Alhamdulillah pikiran saya menjadi cerah, terang dan ringan dan terasa bisa mengendalikan emosi perilaku serta semua gerak tubuh saya.
Hingga saat datangnya giliran peserta ruqyah laki-laki, saya ikut ruqyah kembali. Namun ruqyah kali ini, meskipun banyak laki-laki berteriak histeris menangis dengan berbagai reaksi. Akan tetapi saya tak bereaksi sedikitpun bahkan bisa dengan khusuk menyimak ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan secara tartil saat ruqyah yang kedua ini.
Alhamdulillah, kini kehidupan saya kembali normal. Meskipun sewaktu-waktu saya temui mengulangi bacaan ruqyah sebagaimana diajarkam oleh tim majalah Ghoib.