Manfaat Surat Al-Falaq dan Surat An-Naas

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puja dan puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT. Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah SAW. Kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya dan semua ummatnya yang setia menapaki jalannya sampai hari kiamat.

Langsung saja, Ustadz, dan sebelumnya mohon maaf bila ada yang kurang berkenan. Terus terang ada beberapa pertanyaan yang mengganjal dalam hati saya seputar ayat-ayat yang dibacakan untuk meruqyah dan ingin saya tanyakan kepada ustadz, dengan harapan akan menambah wawasan dan keteguhan iman saya kepada ayat-ayat Al-Qur’an tersebut. Adapun pertanyaan saya adalah sebagai berikut.

  1. Apa yang dimaksud dengan surat Muawwadzatain Apakah kegunaanya. Lalu, apa yang dimaksud dengan isti’adzah?
  2. Benarkah surat tersebut dapat menangkal dan membatalkan serta melindungi dari kejahatan penyihir dan kejahatan pendengki?
  3. Apa sebab perlunya berlindung dari keburukan waktu malam. Jika ustadz tidak keberatan mohon dijelaskan pula macam-macam kejahatan syetan yang mengelilingi manusia?

Sekian mungkin pertanyaan saya bertele-tele tapi saya harap Ustadz berkenan menjawabnya. Atas segala kebaikannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Misyad Aziz Sulehu, Jakarta Selatan

 

Jawaban

Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Saudara Misyad, sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas pertanyaannya. Semoga Anda selalu diberkahi Allah SWT. Sebelum membahas pertanyaan Anda marilah kita sama-sama berdo’a semoga kita semua tetap dilindungi Allah dari kejahatan-kejahatan makhluk-Nya, dimana saja dan kapan saja.

Perlu diketahui terlebih dahulu bagi kaum muslimin bahwa yang dimaksud dengan Al-Muawwadzatain itu adalah sebutan untuk dua surat terakhir yang ada dalam Al-Quran, yakni surat Al-Falaq dan surat An-Naas. Disebut Al-Muawwadzatain, karena di dalam dua surat tersebut mengandung permohonan perlindungan kepada Allah SWT.

Kedua surat ini sangat perlu dipahami serta diamalkan oleh kaum muslimin, karena keduanya mempunyai manfaat yang sangat besar. Sesungguhnya kebutuhan seorang hamba kepada Allah lebih besar dibandingkan kebutuhannya terhadap makan, minum dan pakaian. Sebab, apa gunanya makan, minum dan pakaian, bila yang bersangkutan berada dalam cengkeraman syetan atau jauh dari kasih sayang Allah.

Kedua surat tesebut, yakni Al-Falaq dan An-Naas, mencakup tiga hal mendasar mengenai perlindungan:

  1. Tentang soal perlindungan itu sendiri.
  2. Tentang sesuatu yang dimintai perlindungan.
  3. Tentang sesuatu yang seseorang minta dilindungi dari hal tersebut.

Bila kita hayati keseluruhan isi dua surat pendek itu, kita akan menemukan tiga hal tersebut. Bahwa dalam surat itu dijelaskan tentang soal memohon perlindungan kepada Allah. Yang dimintai perlindungan adalah Allah, Tuhannya manusia, dan Tuhan Yang Menguasai subuh. Dan, point ketiga, yang sesuatu yang dimintai perlindungan darinya adalah kejahatan yang bermacam-macam, yang dapat dibaca sendiri dalam kedua surat tersebut. Perlindungan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki, kejahatan bisikan syetan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia, dari golongan jin dan manusia. Karena itulah, dua surat itu memang pendek, tetapi sangat padat dan besar kandungannya.

Sedangkan kata “al-Isti’adzah” berasal dari kata dasar ’uwwadz’ yang mempunyai beberapa arti.

Pertama, diambil dari kata As-Sitru yang berarti tertutup. Pendapat ini didasarkan pada pernyataan orang-orang Arab dahulu, apabila ada rumah yang terletak di bawah pohon yang rindang yang menutupinya, maka mereka mengungkapkannya dengan kata uwwadz, seakan-akan rumah tersebut menjadikan pohon sebagai penutupnya.

Kedua, diambil dari kata luzumul mujawarah yang berarti selalu berdekatan. Hal ini didasarkan pada pernyataan orang-orang Arab yang menyatakan uwwadz untuk daging yang menempel pada tulang, karena daging tersebut terlihat pada tulang.

Kedua pendapat tersebut sangat cocok dengan makna AI-Isti’adzah, yaitu, meminta perlindungan. Karena seorang yang minta perlindungan akan menjadikan sesuatu yang melindunginya sebagai sesuatu yang menutupinya (menghalanginya) dari apa-apa yang ditakutinya. la juga akan bergantung kepada sang pelindung, hatinya selalu berharap seperti seorang anak yang akan selalu mendekati bapaknya jika ada orang yang memusuhinya. Si anak akan menyerahkan urusan keselamatannya ayahnya.

Begitulah, seorang yang meminta perlindungan kepada Allah dari sesuatu yang ditakutinya, ia akan berlari kepada Allah, ia menyerahkan dirinya  secara total dan menggantungkan keselamatnnya hanya kepada-Nya.

Kemudian apakah benar kedua surat dapat mencegah dan membatalkan atau melindungi kita dari sihir atau kejahatan lain yang diarahkan kepada kita?

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa kedua surat tersebut mengandung dzikir permohonan perlindungan kepada Allah SWT. Dialah Dzat yang mampu memberikan manfaat dan mudlarat kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Maka permohonan kita kepada-Nya hendaklah didasari atas keyakinan yang penuh atas kebenaran ayat-ayat yang diturunkan-Nya yang telah dijelaskan Rasul-Nya kepada kita dalam beberapa riwayat yang shohih tentang hal itu. Totalkan penyandaran diri kepada Allah semata, Insya Allah ia akan menyelamatkan kita dari semua mara bahaya, baik dari penyihir ataupun pendengki.

Memang kita tidak hanya melandaskan pertolongan semata-mata karena karena kita telah membaca surut Al-Muawwadzatain, namun harus disertai keyakinan yang mendalam akan kebenaran ayat-ayat Allah. Selain itu, kita harus yakin, apapun yang terjadi, tidak terjadi kecuali atas izin Allah SWT.

Ada beberapa riwayat yang menjelaskan manfaat dua surat Al-Muawwadzatain tersebut. Satu diantaranya sabda Rasululloh SAW. “Bacalah surat Qul huwallaahu Ahad dan surat Al-Muawwadzatain ketika pagi dan sore hari sebanyak tiga kali, maka itu akan membantumu terlindungi dari segala sesuatu.” (HR. Turmudzi).

Kemudian mengapa kita disuruh meminta perlindungan kepada Allah dari kejahatan malam. karena waktu malam merupakan waktu yang banyak dipakai syetan untuk menggannggu manusia. Pada malam hari, syetan banyak bertebaran. Dalam sebuah hadits shahih, Nabi SAW. bersabda, “Kumpulkanlah anak-anakmu, ikatlah hewan peliharaanmu hingga kegelapan malam berlalu (hingga muncul waktu pagi).”

Dalam hadits yang lain, Nabi SAW. bersabda, “Maka sesungguhnya Allah akan menebarkan makhluk ciptaan-Nya yang Dia kehendaki diwaktu malam.”

Malam yang gelap, merupakan waktu bagi syetan manusia dan setan jin untuk dapat menguasai sesuatu yang tidak dapat mereka kuasai pada waktu siang. Selain itu, pengaruh gangguan syetan sangat mudah merasuk di tempat-tempat yang gelap, atau terhadap orang ‘gelap hati’ alias tersesat. Perhatikanlah pengakuan sang nabi palsu, Musailamah Al-Kadzab. Pernah ia ditanya, “Bagaimana ‘wahyu’ mendatangimu.” Musailamah menjawab, “Ketika wahyu datang, suasana terasa gelap.” Jelas saja gelap, karena yang ia terima bukan wahyu tapi ’wahyu syetan’ untuk menipunya menjadi nabi palsu. Ini berbeda dengan ketika Nabi SAW. ditanya, “Bagaimana wahyu datang kepada engaku?” Nabi menjawab, “Suasananya terang seperti siang hari.”

Dari riwayat tersebut bisa diambil satu bukti kebenaran kenabian Muhammad SAW. Dan bahwa sesungguhnya yang mendatangi Nabi SAW. adalah malaikat Jibril, sedangkan yang mendatangi Musailamah adalah syetan.

Oleh karena itu, pengaruh sihir akan lebih mengena pada waktu malam, bukan waktu siang. Sihir pada waktu malam, menurut tukang sihir, adalah sihir yang kuat pengaruhnya. Bila demikian, hati yang gelap (sesat) merupakan tempat tinggal syetan. Hati yang tidak pernah dipakai membaca dan menghayati Al-Qur’an, tidak pernah dipakai untuk menyembah Allah dalam shalat, dan yang pasti, tidak disirami dengan keimanan. Syetan akan merasa senang dan berbuat sesukanya dihati yang gelap. Sebagaimana orang berbuat sesuka hatinya ketika ia berada di rumahnya sendiri. Makin gelap hati seseorang, maka makin patuhlah hatinya pada kemauan syetan. Syetan pun akan lebih betah tinggal di hati seperti itu.

Mengenai kejahatan syetan sangat sulit untuk dihitung secara angka, apalagi macam-macamnya. Yang pasti, banyak sekali macam-macam gangguan, godaan, serta kejahatan yang dilakukan syetan. Karena segala kejahatan di alam ini, pasti ada andil syetan di dalamnya, bahkan bisa jadi dialah biang keroknya. Selain itu, selama dunia belum kiamat, syetan akan terus berusaha untuk menjerumuskan manusia dari jalan Allah, dengan beragam cara dan tipu muslihat. Imam ibnul Qoyyim memberikan beberapa contoh tentang bentuk-bentuk kejahatan yang diupayakan syetan.

Pertama, kejahatan kekafiran, kemusyrikan dan memusuhi Allah dan Rosul-Nya. Apabila dia berhasil menjerumuskan manusia kepada kejahatan ini, syetan akan puas dan dinginlah rasa panas kerisauannya. la dapat beristirahat sedikit dari segala kelelahannya dalam menggoda seorang hamba. Apabila syetan mendapatkan mangsanya maka ia akan menjadikannya salah seorang dari tentara dan pasukannya. Namun apabila syetan tidak mampu menggoda seorang hamba dan menjerumuskannya kepada kekafiran dan kemusyrikan, maka setan pindah ke perangkap kejahatan yang berada pada tingkat berikutnya.

Kedua, kejahatan melakukan bid’ah. Ini merupakan tingkatan berikut yang dipakai setelah langkah pertama gagal. Kejahatan ini lebih dia sukai dari pada perbuatan fasik dan maksiat. Karena bahayanya menular dan karena bid’ah ini adalah menentang ajaran Rasul dan menyerukan kepada hal-hal yang bertentangan dengan apa yang dibawanya. Bid’ah ini termasuk dalam kategori bid’ah kufur dan syirik. Bila syetan berhasil, ia akan menjadikan orang yang digodanya sebagai ahli bid’ah dan menjadi wakil syetan.

Ketiga, jika syeran tidak mampu menjerumuskan manusia kepada bid’ah maka ia akan turun kepada kejahatan yang ketiga, yakni perbuatan dosa besar dengan segala bentuknya. Maka syetan akan berusaha keras dalam  menjerumuskan seorang hamba kedalamnya. Apabila syetan tidak mampu menggoda manusia pada tingkatan ini maka ia akan alihkan pada tingkatan berikutnya.

Keempat, menggoda manusia dengan perbuatan dosa-dosa kecil yang apabila dikumpulkan, mungkin akan mencelakakan orang yang melakukannya.

Kelima, menyibukkan manusia dengan perkara-perkara yang mubah (yang dibolehkan) yang tidak ada ganjaran atau hukuman bagi orang yang mengerjakannya. Tapi ia akan kehilangan ganjaran dari amal-amal yang ada ganjarannya, karena disibukkan dengan hal-hal yang mubah tersebut. Jika syetan tidak mampu menggoda seorang hamba pada tingkat ini, karena ia sangat menjaga waktunya dan menghematnya, sehingga ia mengetahui kadar napasnya dan kadar terputusnya napasnya, dan apa yang akan menjadi imbalannya, kenikmatan atau siksaan maka syetan akan pindah ke tingkat berikutnya.

Keenam, menyibukkan seorang hamba dengan suatu pekerjaan yang tidak utama dan meninggalkan pekeriaan yang lebih utama. Tujuannya agar hilang darinya keutamaan, dan ia tidak mendapatkan ganjaran atas pekerjaan yang lebih utama. Maka syetan menganjurkan untuk mengerjakan kebaikan yang kurang utama dan member sugesti kepadanya agar terus mengerjakan pekerjaan itu. Juga menjadikan pekerjaan yang kurang utama itu tampak baik dan terlihat lebih utama dari yang benar-benar lebih utama.

Demikianlah tipu daya setan yang berlapis-lapis tingkatannya. Karenanya, setiap kita tidak boleh berhenti untuk terus memohon perlindungan kepada Allah, serta selalu menancapkan dalam dirinya kesadaran bahwa syetan adalah musuh selama-lamanya. Allah SWT. berfirman, “Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh bagimu.”

Wallaahu a’lam

 

Achmad Junaedi, Lc.

Pimpinan Rumah Ruqyah Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN