Dalam program wild life, bisa dilihat bagaimana serigala memangsa buruannya. Mencengkeram, menerkam, menggigit, merobek, mengunyahnya dan kemudian menelannya. Saling tarik antara satu serigala dengan serigala lain. Masing-masing ingin mendapat bagian paling banyak.
Seperti serigala itulah, keadaan manusia yang sedang rakus harta dan posisi. Sebuah pelajaran berupa perumpamaan yang sangat dalam, langsung dari Rasulullah shallallahu alahi wasallam.
Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi dinyatakan Hasan Shahih, Rasulullah SAW. bersabda, “Tidaklah dua serigala lapar yang dilepas pada kambing lebih merusak dibandingkan ambisi seseorang pada harta dan posisi, yang akan merusak agamanya.”
Pada hadits tersebut terdapat penguatan-penguatan. Ada kata dua serigala yang daya rusaknya disamakan dengan satu orang saja. Ada rasa lapar ditambah dengan sifat buas dan rakus serigala yang disamakan dengan rasa lapar seseorang terhadap harta dan poslsi. Ada kata kambing yang dianalogikan sebagai agama yang ada posisi lemah tak berdaya dan kekemudian menjadi obyek mangsa. Di atas itu semua, daya rusak dua serigala itu masih kalah dahsyat dibandingkan dengan kehausan seseorang terhadap harta dan posisi.
Harta dan posisi. Keduanya sering disebut-sebut sebagai dua sekawan yang tak terpisahkan. Harta bisa menghantarkan seseorang kepada posisi atau jabatan tertentu. Bahkan hari ini, posisi yang harusnya diisi secara alami oleh orang-orang berkompeten pun bisa dibeli dengan harta.
Posisi atau jabatan pun bisa membuat orang mampu mengeruk harta sebanyak-banyaknya. Tanpa ada rasa puas. Tidak ada rasa malu. Apalagi secuil peduli, perhatian dan keberpihakan terhadap masyarakat.
Sebuah konsekuensi kerusakan, saat seseorang meraih jabatan dengan menggunakan hartanya. Dan seperti kaidah jual beli, karena ia telah mengeluarkan sekian banyak rupiahnya, maka ia pun harus mendapatkan lebih banyak saat telah menjabat.
Kalau orang seperti itu diberi gelar buruk semisal rakus, maka ada yang lebih dari itu. Yaitu orang yang mendapatkan posisi karena jerih payah orang lain dan tidak ada hartanya yang dikeluarkan, kemudian daya rusaknya sama dengan mereka yang mengeluarkan hartanya. Entah apa gelar buruk yang tepat.
Menurut penulis Tuhfah al-Ahwadzi, rakus harta bisa merusak agama karena ada kekuatan yang menggerakkan syahwat yang menjerumuskan kepada bermegah-megahan dalam hal yang mubah. Hingga menjadi kebiasaan dan sangat besar ketergantungannya terhadap harta. Adapun rakus jabatan bisa merusak agama karena orang itu akan masuk ke dalam syirik tersembunyi. Menjadi orang yang suka mencari muka, mempunyai sifat nifak dan akhlak buruk lainnya, maka ini lebih merusak dan lebih merusak.
Dan inilah yang membuat rusak negeri ini. Kalau serigala hanya merusak sekawanan kambing, manusia bisa menghancurkn sistim sebuah negara dan menyebabkan kemiskinan terstruktur.
Setelah itu semua, agama pun bisa dirusak oleh kerakusan terhadap harta dan jabatan. Karena bahkan agama pun bisa dimangsanya dengan cara dijual ayatnya, ditunggangi nama besarnya, ditumbalkan, diabaikan. Yang penting harta dan jabatan didapatnya.
Maka dia telah berubah menjadi manusia serigala yang sangat rakus dan berbahaya!.
Budi Ashari