Melihat Ratusan Kera di Taman Rekreasi PLANGON

Ingin bersalaman dengan kera? Bukan kebon binatang tempatnya. Karena di sana, tempat hunian kera dan satwa lain dibatasi dengan pagar. Tidak pula di hutan belantara yang masih ganas. Lantaran kera-kera di sana tidak akan sudi mendekat dan bermain bersama Anda. Atau merebut kacang dari tangan Anda tanpa perlu takut digigit. Tempat yang pas untuk bersalaman dengan kera ada di Cirebon. Tepatnya di kawasan wisata Plangon kelurahan Babakan, Kec Sumber. Ke sanalah Majalah Ghoib berkunjung.

MENURUT desas-desus yang sempat terdengar, ada sebuah kawasan yang diyakini sebagai tempat pemujaan pesugihan kera di Cirebon. Informasi yang cukup santer terdengar. Bahkan kisahnya sempat disinetronkan oleh salah satu stasiun televisi swasta. Tanpa tedeng aling-aling mereka menyebutkan dengan jelas tempat pemujaan kera tersebut. Tak lain tempat itu adalah Plangon. Perbukitan yang ditetapkan Pemda Cirebon sebagai kawasan wisata sejak tahun 1990.

Benarkah isu yang beredar tersebut? Satu hal yang patut untuk ditelusuri. Kesempatan itu pun tiba, tatkala kami berkunjung ke kantor cabang ruqyah kami di Cirebon. Kebetulan ada seorang warga Cirebon yang pernah mengikuti terapi ruqyah di kantor kami mau mengantar ke Plangon. Ipon namanya.

Jum’at siang, selepas shalat Jum’at di Masjid Jami’… Ipon menggeber sepeda motornya menuju obyek wisata Plangon. Maklum, saat itu Cirebon memang sering diguyur hujan, kami harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin sebelum hujan tumpah dari langit.

Memasuki kawasan wisata Plangon, kami segera disambut oleh segerombolan kera. Mereka berhamburan mendekat ke setiap orang yang sedang berhenti tidak jauh dari pintu gerbang Plangon. Nampak sekali kera-kera itu tidak takut dengan kehadiran manusia. Suaranya berisik, sesekali tangannya menggaruk-garuk kepala. Lalu melompat dan hinggap di atas pagar.

Lima meter dari pintu gerbang ada seorangĀ ibu yang membuka kios. la menawarkan dua pakĀ  kacang. Kacang itulah yang menarik perhatian kera. Karena sudah menjadi kebiasaan setiap pengunjung obyek wisata Plangon selalu membawa kacang untuk memancing kedatangan kera.

Sebungkus kacang yang dilempar ke tanah segera diserbu segerombolan kera. Mereka berebutan kacang. Mengingatkan kami pada anak-anak yang senang rebutan permen. Kami bergegas menapak undakan menuju puncak Plangon. Diantar Kartom (45), seorang tukang sapu yang telah bekerja di obyek wisata Plangon puluhan tahun. Namun, gerombolan kera yang berada di gerbang tidak ada yang tertarik naik bersama kami. Meski sesekali Kartom melemparkan kacang ke tanah. Kera-kera itu acuh saja. la seakan tidak peduli dengan butiran-butiran kacang itu.

“Begitulah, kera-kera di sini memiliki wilayah kekuasaan sendiri. Kera yang di bawah tidak berani ke tengah,” jawab Kartom menjawab pertanyaan Ipon. Kami terus ke atas, menuju puncak Plangon. Tempat dimana, konon, ada pemujaan kera di sana.

Setiba di atas, kami segera diserbu segerombolan kera. “Robert, Robert,” kata Kartom memanggil kera yang paling besar sambil melemparkan butiran-butiran kacang. Kera yang dipanggil Robert nampaknya menjadi penguasa di gerombolan kera di puncak bukit Plangon. Ketika ia melompat ke kacang yang berserakan, kera-kera yang lain menyingkir. Nampaknya kera- kera itu tidak berani rebutan kacang dengan Robert.

Robert, nama yang keren untuk ukuran kera. Tapi begitulah ia biasa dipanggil Kartom. Robert kera yang jinak, la bahkan berani mengambil kacang dari tangan kami. namun, ketika hendak dipegang kepalanya Robert menolak. la menunjukkan gigi-giginya yang kokoh sambil berteriak nyaring.

Di atas bukit itu ada sebuah kios yang menyediakan minuman dan kacang. Tidak jauh dari bangunan tembok yang dibangun empat bulan lalu. Di dalam bangunan itulah dimakamkan dua orang yang diyakini masyarakat sebagai makam Pangeran Panjunan dan Pangeran Kajaksan.

Umar (80), kuncen obyek wisata Plangon yang ditemui kami di atas bukit mengatakan, Pangeran Panjunan dan Pangeran Kajaksan adalah dua dari 66 orang Baghdad yang menyebarkan dakwah di Indonesia. Setelah meninggal keduanya dimakamkan di Plangon, yang menurut Umar, menjadi tempat persinggahan ke 66 pengelana itu sebelum akhirnya mereka berpisah.

Ketika disinggung seputar reputasi Plangon yang kurang sedap karena dianggap sebagai tempat pemujaan pesugihan kera, dengan tegas Umar membantah. “Cerita pemuja kera itu tidak benar. Memang banyak yang tidak benar, bahwa orang yang mencari pesugihan, kalau meninggal jadi monyet.”

Meski Umar sendiri tidak menampik bahwa ada sebagian orang yang punya niatan tidak baik ketika datang ke Plangon. Mereka meminta jimat tertentu kepada Umar yang diyakininya sebagai penarik rizki. Tapi Umar tidak pernah memberikan apa-apa. karena dia memang tidak suka dengan cara seperti itu. “Banyak yang minta jalan tidak benar kepada bapak. Bapak tidak jualan barang begitu. Ada yang minta jalan nyupang, saya bilang tidak ada,” tutur Umar dengan mata menerawang.

Sebagian cerita tentang Plangon memang banyak yang nyeleneh. Seperti yang kami dengar dari Rozi sebelum berangkat ke Plangon. Rozi menceritakan bahwa bulan September lalu ia sempat berkunjung ke Plangon menemani dua orang temanya dari Jakarta. Saat itu ia dipandu oleh seseorang yang mengaku sebagai pemandu wisata. Lelaki empat puluhan itu kemudian bercerita bahwa kera di Plangon berjumlah 400. Tidak kurang dan tidak lebih.

Cerita yang sulit diterima akal sehat. Karena kera akan senantiasa berkembang biak. Perkembangannya jelas tidak bisa seimbang antara yang mati dan yang lahir. Karena itu ketika masalah ini kami tanyakan kepada Umar, ia kembali membantah cerita itu.

“Katanya berjumlah 400, itu salah kaprah, karena mereka tidak bertanya kepada kunci (Umar). Ada yang mengatakan 99, ada yang mengatakan tidak kurang dan tidak lebih. Tapi gimana ini anaknya. Kan beranak terus. Setiap bulan beranak. Mau dikemanakan. Jadi cerita itu tidak benar. Itu cerita bohongan. Bapak kan punya buku sejarahnya,” kata Umar dengan keras.

Pemda Cirebon telah menjadikan Plangon sebagai obyek wisata yang sejatinya cukup menarik minat wisatawan domestik. Komunitas kera yang jinak dan nampak akrab dengan pengunjung menjadi daya tarik tersendiri. Namun, sungguh disayangkan bila daya tarik ini harus diselubungi dengan mitos-mitos yang menyesatkan. Seperti yang kami dengar dari Kartom bahwa asal-usul kera di sana merupakan manusia yang dikutuk Pangeran Panjunan.

Sungguh menyedihkan, bila asal-usul cerita sering kali berasal dari orang-orang yang mengaku sebagai pemandu wisata atau tukang sapu atau bahkan warga Plangon sendiri. Padahal cerita itu hanya cerita yang tidak didukung oleh data dan fakta.
Ghoib, Edisi No. 58 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN