Losari…Losari!” teriak kondektur bis dengan cukup keras. Beberapa penumpang yang tertidur terbangun. Termasuk majalah Ghoib yang beberapa puluh menit sempat tertidur dibuai suasana sejuk bis yang dilengkapi AC pendingin.
Beberapa saat kemudian tampaklah gapura selamat datang yang cukup besar menandakan bis sudah masuk propinsi Jawa Tengah dan meninggalkan Propinsi Jawa Barat. Tampak pula gerbang perbatasan Kabupaten Cirebon dengan Kabupaten Brebes.
Kota Brebes hari itu terasa adem setelah diguyur hujan. Mentari pun seakan masih enggan menampakkan diri walau jam menunjukkan pukul dua siang. Mendung masih menggelayut santai menandakan masih akan turun hujan. Di bahu- bahu jalan masih terlihat beberapa genangan air. Kondisi ini sedikit berbeda dengan kondisi di sepanjang jalan di Indramayu yang persawahannya berubah menjadi hamparan danau. Deretan toko di kiri kanan jalan tampak didominasi pedagang telor asin dan bawang merah, komoditi utama sekaligus menjadi julukan daerah ini sebagai kota bawang.
“Pasar bawang lama, Pak!” teriak Majalah Ghoib sambil memberi isyarat ke kondektur. Tidak lama bis pun menepi. “Ayo pasar bawang lama, Mas!” sahut kondektur ramah. Majalah Ghoib segera bersiap dan melompat turun. Ghoib sempat nengok kanan kiri mencari seseorang. Tiba-tiba seorang pengendara sepeda motor menghampiri, “Dari Majalah Ghoib Jakarta?”. Ternyata Pak Syafaat, penjemput Majalah Ghoib, sudah menunggu cukup lama.
Kami berboncengan menuju sebuah rumah makan dekat alun-alun kota. “Sampeyan harus merasakan Soto Khas Brebes,” ajak Pak Syafaat. “Khasnya karena soto Brebes ini pakai tauco ,”tambahnya. Setelah makan kami pun menuju Masjid Agung Kota Brebes, masjid kebanggaan masyarakat Brebes. Masjid ini memang terbilang cukup besar dan megah. Posisinya juga terhitung strategis karena berdekatan dengan Pendopo Kabupaten dan alun-alun kota yang seolah menjadi jantung kota Brebes. Di bagian depan masjid terdapat sebuah beduk berukuran besar dengan diamater sekitar satu meter. Lantainya beralaskan karpet tebal. Kebersihannya nampak terjaga. Suhu udara dalam masjid ini pun terasa sejuk sehingga membuat orang betah berada di dalamnya.
Selang beberapa saat kemudian, Majalah Ghoib sudah berada diperjalanan menuju kecamatan Bulakamba. Dalam perjalanan tampak hamparan sawah nan menghijau yang sebagian ditanami padi dan sebagian lagi ditanami bawang merah. Sesekali deretan sawah ini diselingi rumah-rumah penduduk. Jalanan yang kami lalui juga sedikit rusak akibat hujan. Beberapa kali kami harus menghindari lubang-lubang yang cukup besar.
Dalam perjalanan, Pak Syafaat yang menjadi guide Majalah Ghoib menjelaskan bahwa sawah di daerah ini kalau musim hujan ditanami padi dan jika musim kemarau ditanami bawang. Bulan ini merupakan musim tanam padi. Namun, meski demikian masih ada di antara petani yang tetap menanam bawang merah. Padahal resiko gagal panennya cukup besar. Mereka semacam berspekulasi, sebab bila berhasil maka harganya akan melambung tinggi sebab lagi bukan musimnya.
Entah mengapa tanaman bawang merah merupakan tanaman utama masyarakat Brebes selain padi. Bahkan seakan menjadi tanaman yang kudu ditanam setiap petani. Kabarnya, bawang merah merupakan tanaman yang diajarkan secara turun temurun oleh para petani kepada anak cucunya, sehingga tidak heran kalau teknik penanaman bawang merah hampir dikuasai oleh petani tanpa pendidikan khusus. Mereka menganggap bahwa tanaman bawang merupakan tanaman yang punya prospek cukup cerah. Walaupun belakangan ini tidak jarang mereka mengalami kerugian yang cukup besar. Baik diakibatkan gagal panen ataupun biaya operasional yang tinggi dan tidak sesuai dengan hasil harga bawang.
Bawang merah memang bisnis yang sangat menggiurkan, betapa tidak beberapa orang petani bawang bisa dengan cepat menjadi kaya raya apabila hasil panen berhasil dan harga bawang bagus. Di saat merugi pun mereka masih berpikir bahwa kerugian yang mereka alami kali ini akan tertutupi dengan keuntungan yang akan datang, sehingga tidak membuat mereka kapok untuk menanam dan menanam terus. Ada di antara mereka yang mengibaratkan menanam bawang itu sama dengan memasang nomor judi yang mana mereka akan selalu penasaran untuk terus mencoba dan mencoba.
Sebetulnya dibandingkan dengan petani, pedagang merupakan pihak yang lebih banyak diuntungkan dengan bisnis bawang ini. Resiko kerugiannya pun lebih kecil dibandingkan dengan para petani. Naik turun harga bawang di pasaran tidak banyak mempengaruhi karena mereka bisa mengikuti dan menyesuaikan. Kerugiannya di- mungkinkan bila barang yang dijual rusak (mem- busuk) atau telat tiba ke pemesan. Namun jika semua itu lancar maka bayangan keuntungan besar menari di pelupuk mata. Hal ini diakui oleh Heri (29) yang menjadi pedagang bawang mengikuti jejak kesuksesan orangtuanya. Heri merasa bahwa menjadi pedagang bawang jauh lebih menjanjikan ketimbang menjadi pegawai. “Bisnis bawang itu bisa membuat orang lebih cepat kaya dibanding pegawai,” tutur sarjana pertanian ini. Heri sendiri sekarang sudah memperluas wilayah dagangnya. sampai ke luar Jawa.
Tidak heran jika beberapa pedagang bawang dalam waktu singkat mampu membangun rumah. mewah atau memperluas gudang dan membeli mobil truk untuk lebih memperbesar omset penjualan. Kisah kesuksesan para pedagang inilah yang sering dijadikan cermin bagi para petani sehingga semakin bersemangat menanam.
Bagi sebagian petani tradisional menanam bawang termasuk salah satu kegiatan pengisi waktu luang di saat mereka punya waktu lowong atau sedang menganggur. “Daripada bengong aja di rumah mending tanam bawang,” kata Pak Rafian (60) yang beralih profesi setelah berhenti dari Pabrik Gula Brebes beberapa tahun yang lalu. Ada juga yang menganggapnya sebagai pekerjaan sambilan di samping pekerjaan utama mereka untuk menambah penghasilan. Bawang betul-betul sudah menyatu dengan masyarakat Brebes, Di antara mereka ada yang merasa sudah untung di saat hasil panen mereka sudah bisa dijadikan bibit untuk penanaman selanjutnya, mereka tidak memperhitungkan kerugian waktu dan tenaga mereka.
Tanam dengan Sesajen, panen dengan Tumbal Kepala Kambing
Karena tanaman bawang ini menjanjikan keuntungan yang menggiurkan dan sudah menjadi pekerjaan turun temurun, tidak heran jika beberapa petani berupaya keras agar hasil tanaman bawangnya bisa bagus. Di antara mereka akhirnya ada yang percaya bahwa tanaman bawang ada yang “menjaga” dan ada yang bisa “merusak” yang kerap disebut “penunggu”. Penjaga dan perusak yang dimaksud bukan dari manusia atau hewan tetapi dari makhluk halus baik berupa roh baik, roh jahat ataupun jin. Makanya di kalangan penduduk terse bar kepercayaan bahwa bila ingin panennya berhasil maka harus diupayakan agar “penjaga” tanaman itu mau menjaga dan agar “perusak” itu tidak merusak atau mengganggu tanaman mereka.
Salah satu upaya yang mereka tempuh adalah dengan memberikan sesajen yang konon merupakan permintaan penjaga dan perusak. Apabila tidak dipenuhi maka penjaganya ini akan pergi dan perusaknya akan merusak dan mengganggu pemiliknya. Menurut cerita beberapa petani, pernah ada petani yang tidak memberikan sesajian maka pada malam harinya ketika dia menjaga tanamannya dia didatangi sebuah makhluk besar yang menyeramkan dan menakut-nakuti petani itu. “Sejak saat itu para petani sudah takut untuk tidak memberikan sesajen,” kata Pak Sarwad (35) yang mana orangtuanya sendiri mengalaminya.
Salah satu contoh sesajen yang kerap dipersembahkan adalah nasi dan telur yang diberikan pada awal penanaman. Bahkan terkadang lucu, ada permintaan dari penunggu berupa rokok dan minuman keras. Sesajen itu biasanya diletakkan di tepi sawah dan ditinggalkan begitu saja. Selan jutnya sesajen berupa makanan itu dimakan oleh orang yang lewat. Ada juga yang menaruh bawang merah dan cabe yang ditusuk lidi mirip sate dan digunakan sebagai penangkal gangguan Menjelang panen blasanya persembahan yang diberikan berupa kepala kambing. Persembahan ini biasanya ditujukan untuk arwah Syekh Sunan Kalijaga yang diyakini sebagai penjaga tanaman bawang mereka
Parahnya masih sangat kurang dari kalangan pemuka agama yang bisa memberikan penjelasan mengenai masalah ini sehingga keyakinan ini sam pai sekarang masih melekat pada mereka. Malah di saat ada yang menanyakan masalah ini kepada beberapa pemuka agama mereka malah dibarkan larut dalam menuruti keinginan penunggu-penunggunya.
Ketika Majalah Ghoib mewawancarai beberapa petani yang terlibat langsung dalam ritual sesajen ini, hampir semua di antara mereka belum tahu bahwa menuruti keinginan-keinginan jin penunggu itu hukumnya syirik, ataupun meyakini bahwa para penunggu itu bisa memberikan manfaat atau menolak mudharat. “Yang lain juga mengamalkan itu, Mas,” kilah Suwargo (30) salah seorang petani penggarap. Selain itu banyak di antara mereka yang masih bingung bagaimana mengatasi secara Islami gangguan-gangguan yang disebabkan syetan jin yang bisa jadi memang banyak mengganggu mereka.
Mitos mistis tentang adanya penunggu tanaman bawang yang beredar di sebagian masyarakat Brebes ini hanyalah kepercayaan yang perlu diluruskan. Beberapa orang sudah meninggalkan kepercayaan itu.
Gangguan-gangguan jin penunggu itu muncul karena terlalu sering disesajeni. Seharusnya dilawan dengan kekuatan aqidah yang benar dan kokoh dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah serta berlindung kepada-Nya dengan memperbanyak membaca Al-Quran. Inilah benteng yang sangat kuat dalam menjaga diri dari segala gangguan. Dan agar tanaman bawang bukan saja hasilnya banyak tetapi juga berkah.
Ghoib, Edisi No. 14 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M