Sebenarnya kata: awalnya hanya pacaran kurang pas. Karena tidak ada kata hanya untuk setiap dosa yang dilakukan. Setiap dosa pasti sangat negatif bagi pelakunya. Sehingga tidak ada kata hanya yang berarti meremehkan. Tetapi kata ini muncul melihat anggapan kebanyakan masyarakat yang meremehkan sekali dosa pacaran ini. Orangtua ingin anaknya yang telah mulai dewasa agar segera menggandeng pacarnya ke rumah. Anak muda dianggap telah menyalahi pakem kepemudaan jika tidak berpacaran.
Inilah yang dulu pernah dikatakan oleh shahabat Ibnu Mas’ud, “Kalian meremehkan dosa yang kalian lakukan padahal dulu kami di zaman nabi menganggapnya sebagai suatu dosa yang sangat menghancurkan.”
Kasus Meilawati menjadi pelajaran bagi anak-anak muda kita dan orangtua yang mempunyal anak yang mulai menginjak dewasa. Karena kesengsaraan dan penderitaan Meilawati berawal dari dosa yang sangat disepelekan oleh muslim hari Ini: pacaran.
Pada permasalahan kesaksian kali ini, pacaran adalah percikan api kecil pertama. Tetapi berujung pada sihir yang menyengsarakan berupa sakit kulit berkepanjangan.
Pacaran akan kelihatan besar jika kita pandang dari sisi pelanggaran syariat Allah. Ketika Islam telah memberikan rambu- rambu jelas dan pemisahan antara lawan jenis, ini adalah langkah preventif Islam yang luar biasa agar tidak terjadi kerusakan demi kerusakan setelahnya.
Dan terbukti, pacaran yang merajalela di dunia muda-mudi bahkan pada sebagian orangtua, telah melahirkan kemaksiatan- kemaksiatan lainnya. Dari pacaran, lahirlah berdua-duaan dengan bukan mahramnya, saling berbuat zina dari zina mata, tangan hingga zina yang sesungguhnya. Akhirnya anak lahir di luar nikah. Pergaulan bebas pun mulai dianggap biasa, yang akhirnya menyemburkan penyakit yang belum dijumpai obatnya. Sudah berapa dosa yang lahir dari sebuah kata sederhana: pacaran.
Persis seperti yang disebutkan oleh Nabi tentang dosa dusta, “Jauhilah oleh kalian dusta, sesungguhnya dusta itu menunjuki kalian kepada dosa-dosa yang lain. Dan dosa- dosa itu menuntun kalian menuju neraka.”
Jadi awalnya adalah dusta dan ujungnya adalah neraka. Seperti itulah pacaran, jika tidak segera bertaubat. Bisa membuat di dunia sengsara sebelum di akhirat nanti menanggung dosa.
Seiring dengan perjalanan waktu kemaksiatan pun semakin canggih. Termasuk pacaran, kini telah memanfaatkan teknologi canggih dan sarana kemudahan lainnya yang telah Allah anugerahkan kepada manusia. Tinggal angkat gagang telepon dan suara pacar yang dirindukan pun bisa langsung dinikmati. Berapa pun pulsa dihabiskan tidak lagi menjadi permasalahan. Padahal satu rupiah yang kita punya akan berhadapan dengandua pertanyaan di akhirat kelak: dari mana didapat dan dipergunakan untuk apa.
Seharusnya anugerah Allah berupa teknologi itu dimanfaatkan untuk mempermudah kita beribadah. Karena memang Allah menciptakan alam semesta ini untuk sarana ibadah dan bukan malah untuk maksiat, agar Allah tidak murka.
Syetan Bersama Orang Berpacaran
Dalam sebuah hadits nabi Rasul bersabda, “Tidaklah seseorang di antara kalian berdua-dua dengan wanita kecuali yang ketiganya adalah syetan.” (HR. Ibnu Hibban, Tirmidzi dan Baihaqi).
Sebenarnya peringatan nabi di atas sudah sangat sering sekali didengar oleh para kawula muda dan orangtua. Tapi entah mengapa, hal itu seperti angin lalu saja. Bahkan. sebagian menjadikannya sebagai bahan olok-olokan dengan teman-temannya yang ketahuan sedang berduaan, padahal dia sendiri juga sering melakukannya.
Syetan yang selalu menyertai laki dan perempuan yang sedang berpacaran bermakna bahwa syetan tersebut meniupkan syahwat keduanya hingga menjerumuskannya kepada zina. Sebagaimana yang dijelaskan dalam kita tuhfatul ahwadzi penjelasan dari Sunan Tirmidzi.
Penjelasan senada juga disebutkan oleh Imam al-Munawi, “Arti bahwa syetan yang ketiganya adalah dengan bisikan dan meniupkan syahwat, menghilangkan rasa malu, meremehkan kemaksiatan hingga mendorong keduanya untuk melakukan zina atau hal-hal lain yang menjurus kepada zina. Dan larangan berdua-duaan di sini bersifat haram.”
Untuk itulah, saking pentingnya masalah ini, dalam sebuah riwayat Imam Hakim dalam kitabnya mustadrak, disebutkan bahwa nabi mengatakan larangan ini sebanyak tiga kali.
Selain makna tersebut, kebersamaan syetan juga berarti seperti kisah dalam kasus Meilawati. Di mana, karena cinta yang kandas maka sang mantan kekasih didorong syetan untuk melakukan hal yang sangat tidak terpuji. Yaitu dengan mengirim sihir agar merusak fisik mantan pasangannya dan dengan sihir yang menghalangi jodoh.
Dan akhirnya kita baca sendiri kisahnya. Betapa kemudian syetan selalu memanfaatkan setiap kesempatan untuk menjerumuskan anak cucu Adam dan menciptakan permusuhan sesama mereka.
Memang masalah pacaran adalah hal yang sudah dianggap biasa saja. Tetapi kisah Meilawati kembali membuka pandangan kita bahwa pacaran tidak bisa lagi dianggap remeh. Memang tidak mudah mencabut sesuatu yang sudah mendarah daging. Tetapi mari renungi kisah saudari kita pada kesaksian agar kita tidak terjatuh pada kesengsaraan akibat menabrak rambu- rambu Allah.
Ghoib, Edisi No. 33 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M