Akhir Tahun 2005 yang lalu aku mendapatkan beasiswa belajar di salah satu Ma’had di Lampung. Pertama kali menginjakkan kaki di Ma’had ini banyak kenangan, suka maupun duka yang aku alami. Seperti ketika pertama kali aku mengamalkan ilmu meruqyah yang ku dapat.
Malam itu ba’da shalat Isya’ kami menyetel tape recorder. Kebetulan salah satu teman kami menyodorkan kaset ruqyah. Tidak berapa lama disetel, kurang lebih 10 menit, salah satu teman kami menangis histeris disusul suara mengerang seperti suara harimau. Saya dan yang lainnya coba mengobatinya serta memegangnya agar tidak mengamuk.
Setelah dibacakan ayat-ayat ruqyah. Teman kami itu mulai meracau. Ternyata kurang lebih ada lima jin di dalam tubuhnya. Tiga jin pergi tanpa perlawanan. Maka tinggallah dua jin yang kami sangat sulit mengeluarkannya.
Pertama kali keluar adalah jin warok dari gunung lawu yang meronta serta mengancam dengan ancaman yang sangat menakutkan. Sesekali diselingi suara mengancam saat dibacakan ayat-ayat pembakar. Ancaman itu sangat menakutkan. Tapi untunglah kami didampingi ustad yang juga cukup pandai mengenai ruqyah.
Selang beberapa waktu jin warok itu dapat dikeluarkan. Kami mengira teman kami sudah sadar sepenuhnya. Tapi ketika dibacakan surat “Al-Munafiqun ia kembali meracau. Dan kali ini lebih sulit dari jin warok sebelumnya. Karena jin ini wanita yang berasal dari Amerika dan sedikitpun tidak mengerti bahasa Indonesia. Kami sangat kesulitan berkomunikasi dengannya. Tapi kata-kata yang dapat ku tangkap adalah “hentikan itu, kumohon wahai para pemuda. Aku tidak bisa meninggalkan tubuh ini karena aku mencintainya. Indonesia dan Amerika itu jaraknya sangat jauh. Saya tidak mampu untuk pulang”. Suaranya memohon terdengar sangat memelas. Sebenarnya kami kasihan juga dengan jin itu tetapi teman kami perlu ditolong karena ulah jin itu ibadahnya jadi terganggu.
Kami bersama-sama membaca ayat kursi. Tidak kami hiraukan suaranya yang memelas dan terkadang ia menyanyi untuk mengacaukan konsentrasi kami. Aku akhiri dengan adzan dan sampai akhirnya ia keluar dan teman kami itupun sadar.
Sejak saat itu keadaan Ma’had kami jadi sangat menyeramkan. Kami banyak diteror. Sering ketindihan dan lain-lain. Tapi kami bersyukur karena setelah itu kami semakin giat beribadah dan membentengi diri dengan dzikir pagi-sore Rosulullah.
Oleh : Wahyu Al Faruq, Muara Jaya II Lampung